Halaman:Sultan Hasanudin menentang VOC.pdf/168

Halaman ini tervalidasi

kekerasan dengan siasat berunding dan mengadakan perdamaian. Orang-orang Belanda (V.O.C.) berulang-ulang kali berusaha mendekati orang-orang Makasar. Bermusuhan dan bertempur dengan orang-orang Makasar membawa kerugian yang tidak sedikit jumlahnya bagi perdagangan Belanda (V.O.C.).

Jikalau kita meneliti isi perjanjian itu pasal demi pasal, maka jelas sekali seolah-olah kerajaan Gowa sudah tidak mempunyai kemampuan apa-apa. Hal ini bertentangan dengan kenyataan. Pada waktu itu, yakni pada bulan Agustus 1660, kerajaan Gowa masih tetap merupakan sebuah kerajaan yang kuat dan jaya. Kerajaan Gowa masih tetap disegani. Orang-orang Belanda sendiri menyegani pelaut-pelaut Makasar yang gagah-berani dan memberikan julukan "de haantjes van het Oesten"atau Jago-jago benua Timur" kepada orang-orang Makasar. Jadi tidaklah masuk akal jikalau perjanjian yang semacam itu akan diterima dengan baik oleh Sultan Hasanudin dan para kesatria Gowa. Apalagi jikalau kita mengingat bahwa pada bulan Agustus 1660 kerajaan Gowa, baik dilihat dari segi luasnya daerah atau wilayah kekuasaannya maupun dilihat dari segi kekuatan militer dan pengaruhnya, masih tetap merupakan sebuah kerajaan yang kuat dan jaya. Kerajaan Gowa masih tetap disegani bahkan pun oleh Belanda (V.O.C.) sendiri. Dengan ini jelaslah bahwa di dalam perjanjian yang dibuat oleh Karaeng Popo dan Gubemur Jenderal Joan Maetsuycker di Batavia itu, ada hal-hal yang tidak begitu beres.

Tegasnya, kami sangat sangsi kalau perjanjian itu dibuat secara jujur dan dengan iktikat yang jujur pula. Jikalau isi perjanjian itu pasal demi pasal betul-betul dimengerti dan dipahami maksudnya oleh Sultan Hasanudin dan orang-orang Makasar yang baginda pimpin, pasti akan menimbulkan reaksi dan tantangan yang hebat. Orang-orang Makasar yang terkenal sebagai bangsa pelaut yang gagah-berani dan disegani pasti akan menolak dan memang tidak mungkin dapat mentaati isi perjanjian itu. Melarang orang-orang Makasar berlayar dan berdagang berarti membunuh mata pencaharian pokok suku bangsa yang berdarah pelaut dan berjiwa pedagang itu.

Perjanjian perdamaian yang sangat merugikan orang-orang Makasar itu malah merangsang jiwa kemerdekaan orang-orang Makasar untuk menentang nafsu angkara murka Belanda (V.O.C.).

154