Halaman:Sultan Hasanudin menentang VOC.pdf/171

Halaman ini tervalidasi

dan Arung Appanang tinggat di Buton di bawah perlindungan Sultan Buton. Pada tahun 1663 barulah Aru Palaka dan kawan-kawan beliau yang setia meninggalkan Buton. Mereka berangkat dengan naik kapal Belanda yang bernama "De Leeuwin" menuju ke Batavia untuk minta bantuan kepada V.O.C. Dengan bantuan V.O.C. mereka akan menyerang kerajaan Gowa dan membebaskan negeri serta keluarga mereka dari kekuasaan kerajaan Gowa. Aru Palaka membawa serta pasukan-pasukan yang terdiri dari kurang lebih 400 (empat ratus) orang-orang Bugis sebagian besar dari Bone dan Soppeng. Mereka inilah yang merupakan pengikut-pengikut Aru Palaka yang setia dan kelak menjadi pasukan inti pasukan-pasukan Aru Palaka yang menyerang kerajaan Gowa, setelah mereka kembali lagi ke daratan Sulawesi Selatan. Kedatangan Aru Palaka dan pengikut-pengikutnya disambut dengan sangat gembira oleh pihak Belanda (V.O.C.). Mengapa tidak! HENDAK AIR PANCURAN TERBIT, HENDAK ULAM PUCUK MENJULAI. Belanda yang selalu dan mahir mempergunakan senjata ampuhnya yang terkenal dengan nama "divide et impera" (= pecah dan jajahlah) memang sudah lama mencari kawan atau tokoh untuk bersama-sama menggempur dan meronrong kerajaan Gowa. Jadi kedatangan Aru Palaka dan kawan-kawannya "bagaikan pucuk dicinta ulam tiba" bagi Belanda (V.O.C.). Aru Palaka dan pengikut-pengikutnya diberi sebuah perkampungan di daerah Batavia (Jakarta), yakni di daerah yang disebut Tanah Angke. Itulah sebabnya maka di dalam formasi atau susunan ketentaraan kerajaan Bone ada pasukan yang disebut To-angke atau Tu-angke artinya orang-orang Angke (Bahasa Bugis: to atau tu = orang). Pemimpin pasukan ini disebut Tomalompona Tu-angke dan Anregurunna Tu-angke.

Sekarang marilah kita kembali kepada ketegangan yang makin memuncak antara orang-orang Makasar (kerajaan Gowa) dan orang-orang Belanda (V.O.C.). Demikianlah untuk ke sekian kalinya diadakan perjanjian perdamaian antara Kerajaan Gowa dan V.O.C. Perjanjian perdamaian kali inipun agaknya tidak lama berlangsung. Pasal-pasal di dalam perjanjian itu terlalu berat dan sangat merugikan bagi orang-orang Makasar. Melarang orang-orang Makasar berlayar dan berdagang di perairan Maluku, membatasi pelayaran dan perdagangan mereka berarti membunuh mata pencaharian yang pokok suku bangsa yang berdarah pelaut dan berjiwa pedagang itu. Jelaslah bagi orang-orang Makasar

157