Halaman:Sultan Hasanudin menentang VOC.pdf/229

Halaman ini tervalidasi

dan tidak mengenal peri kemanusiaan menikam mulut pahlawan Saidi dengan tombak sampai tiga kali karena dianggap pemberontak yang menjengkelkan? Pada waktu itu Pahlawan Saidi sudah tidak berdaya. Beliau tertangkap dan dalam keadaan luka berat dibawa ke hadapan laksamana Belanda yang "gagah-berani" itu. De Graaf sendiri dalam bukunya "De geschiedenis van Indonesië"' Uitgeverij W. van Hoeve 'sGravenhage Bandung 1949 halaman 190 menyebut perbuatan de Vlamingh van Outshoorn itu "E E N  G R U W E L I J K E  D A A D" artinya suatu perbuatan yang bengis. Lawan yang sudah tidak berdaya dan dalam keadaan luka parah ditikam dengan tombak mulutnya sampai tiga kali. Apakah itu perbuatan seorang ksatria yang gagah-berani? Siapapun yang hendak berkata dengan jujur pasti akan mengatakan bahwa perbuatan itu bukan perbuatan seorang jantan yang gagah-berani. Perbuatan itu buas dan tidak mengenal peri kemanusiaan.

Mengapa sesudah kerajaan Gowa jatuh rakyat Maluku di bawah pimpinan Pahlawan Pattimura masih juga bangkit lagi mengadakan perlawanan terhadap kekuasaan Belanda? Sebabnya tidak lain karena rakyat Maluku yang patriotik sangat menentang kelaliman Belanda yang dahsyat. Jadi orang-orang Belandalah yang melakukan kelaliman yang tidak ada taranya di kepulauan Maluku.

Untuk menambah gambaran betapa kejamnya orang-orang Belanda di Maluku kita kutipkan apa yang ditulis oleh I.O. Nanulaitta di dalam buku beliau yang berjudul '"Timbulnya militerisme Ambon sebagai suatu persoalan politik-sosial ekonomis" Bhratara 1966 Djakarta halaman 61-62 sebagai berikut:

"Tanpa ampun lagi Coen menghancurkan rakyat Banda. Rakyat bertempur mati-matian. Yang tidak tewas, mati dibunuh atau ditangkap dan diangkut ke Batavia sebagai budak. Untung bagi mereka yang dapat melarikan diri ke Seram atau Kai. 44 (empat puluh empat) orang kaya dipancung kepalanya oleh algojo-algojo Jepang, yang berdinas pada Kompeni.

11 Maret 1621 ratap tangis meliputi Banda. Darah putera-puteranya membasahi bumi yang mereka cintai. Seluruh kepulauan "oatvolkt" (= dihabisi atau dimusnahkan penduduknya, penulis) oleh tangan besi Coen. Kolonis-kolonis Belanda (perkeniers) dan budak-budak antaranya dari Siau, Solor, Buton diangkut

215