Halaman:Sultan Hasanudin menentang VOC.pdf/230

Halaman ini tervalidasi

ke Banda untuk mengisi lagi kepulauan yang kosong itu. Di atas runtuhan kebun-kebun pala, di atas daerah yang membasahi bumi, para perkeniers setiap tahun merayakan hari tanggal 11 Maret, sebagai hari "kemenangan". Belanda atas rakyat Banda. Tidaklah ini menunjukkan mentalitas dagang (kruideniers politiek) manusia-manusia yang menamakan dirinya "orang-orang Kristen"?. Suatu tragik dalam sejarah Coen, dijadikan suatu peristiwa gembira! De Graaf yang terkenal di lingkungan 'Indische Kerk", tidak luput dari mentalitas itu. Kita baca dalam bukunya halaman 196 "Geen onschuldigen, ook geen onnozelen had Coen gestraft, maar de tuchtiging was wel heel zwaar gweest" (=Tidak ada orang yang tak bersalah, juga tidak ada orang dungu yang telah dihukum oleh Coen, namun hukuman itu memang sangat berat, penulis). Bukan "heel zwaar" (= sangat berat), tetapi "heel onmenselijk" (= sangat. tidak berperikemanusiaan) adalah istilah yang lebih tepat. Tidakkah rakyat berhak membela kepentingannya, jika hak hidupnya terancam? Tidakkah dia berhak atas kebebasan di tanah tumpah darahnya sendiri? Tanpa Belanda rakyat Banda bisa hidup, bisa makmur, bebas berdagang. Belanda memerlukan Banda dengan palanya dan tidak sebaliknya.

Sesudah pembunuhan di Banda, Coen menuju ke Ambon dengan maksud bertindak sedemikian pula terhadap orang-orang kaya di Ambon dan Uliase yang memusuhi Kompeni. Tetapi untunglah rakyat di kepulauan itu terhindar dari pemusnahan, karena Dewan Hindia mencegah pembunuhan selanjutnya.

Demikian antara lain yang ditulis oleh I.O. Nanulaitta seorang ahli dan penulis sejarah, seorang putera Maluku asli.

Apa-apa yang kami kemukakan di atas adalah sekedar beberapa fakta untuk membuktikan bahwa apa yang dikatakan oleh orang-orang Belanda tentang Speelman dan kemenangannya atas kerajaan Gowa banyak mengandung hal-hal yang tidak benar dan sangat bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya.

Dengan ini kami juga sekaligus ingin membantah penulis-penulis Belanda yang memang sering dengan sengaja membesar-besarkan keberanian, melebih-lebihkan kemampuan tokoh-tokoh bangsanya tetapi dengan tujuan untuk mengecilkan bahkan merendahkan kemampuan tokoh-tokoh dan para pemimpin bangsa Indonesia.


216