Halaman:Sultan Hasanudin menentang VOC.pdf/239

Halaman ini tervalidasi

Demikian dalam masa cease-fire atau gencatan senjata itu Belanda tidak berhenti-hentinya melancarkan psy-war atau perang urat syaraf, melakukan intimidasi dan provokasi. Mereka sangat giat membujuk dan memikat sebanyak mungkin orang ke pihak mereka. Maksudnya agar pada saat-saat perundingan diadakan mereka dapat memberikan tekanan-tekanan psykologis kepada lawannya.

Tegasnya, segala usaha dijalankan oleh Belanda untuk mencapai suatu perjanjian perdamaian yang sebanyak mungkin menguntungkan mereka. Inilah yang terjadi selama diadakan gencatan senjata menjelang saat-saat ditanda-tanganinya perjanjian perdamaian antara kerajaan Gowa di satu pihak dan Belanda (V.O.C.) bersama sekutu-sekutunya di lain pihak.

Demikianlah Belanda (V.O.C.) berhasil menciptakan "Perjanjian Bungaya" sebagai suatu pengantar ke arah jatuhnya kerajaan Gowa dan kemudian disusul dengan jatuhnya kerajaan-kerajaan Sulawesi-Selatan yang lainnya. Dengan "Perjanjian Bungaya" sebagai modal dan sebagai pedomannya, Belanda sedikit demi sedikit tapi meluaskan pengaruh dan kekuasaan penjajahannya ke seluruh wilayah Sulawesi Selatan.

Pada tanggal 18 Nopember 1667 ditanda-tanganilah sebuah perjanjian di sebuah desa atau tempat di sebelah selatan kota Makasar atau Ujung Pandang sekarang. Desa ini terletak di dekat Barombong yang kini terkenal sebagai tempat pemandian di tepi pantai yang sangat indah. tempat atau desa di mana perjanjian itu ditanda-tangani disebut "B U N G A Y A".

Oleh karena itu perjanjian ini kemudian terkenal dengan nama "P E R J A N J I A N   B U N G A Y A ". Oleh orang-orang Belanda perjanjian disebut "H E T   B O N G A A I S V E R D R A G"

Di dalam perundingan-perundingan sebelum Perjanjian Bungaya itu ditanda-tangani, Speelman dan orang-orang Belanda sangat terkesan oleh sikap Pahlawan Hasanudin. Terhadap Aru Palaka dan Aru Kaju Sultan Hasanudin bersikap "C O R R E C T" dan ramah. Terhadap musuh yang layak Sultan Hasanudin bersikap menghargai mereka. Akan tetapi terhadap raja-raja yang berbalik seperti Karaeng Laiya dan Karaeng Bangkala, demikian pula terhadap wakil-wakil atau


224