Halaman:Sultan Hasanudin menentang VOC.pdf/28

Halaman ini tervalidasi

anrong-guru, jannang, pabbicara, matowa dan lain-lainnya. Mereka ini biasanya mengepalai pemerintahan sebuah wilayah atau daerah.

Demikianlah sekedarnya dan secara singkat tentang susunan dan pemerintahan kerajaan Gowa. Perlu kiranya kami singgung di sini, bahwa kerajaan-kerajaan Bone, Luwu' dan Wajo mempunyai susunan pemerintahan tersendiri yang tidak sama bahkan berbeda dengan susunan pemerintahan kerajaan Gowa. Namun bukanlah pada tempatnya untuk diuraikan di sini.

PEMILIHAN DAN PENGANGKATAN SEORANG RAJA

Soal pemilihan dan pengangkatan Raja banyak menimbulkan peristiwa-peristiwa dan masalah-masalah yang pelik serta rumit. Hal ini sedikit atau banyak memberikan pengaruh kepada perkembangan Sejarah Indonesia, terutama Sejarah Indonesia pada masa yang lampau. Oleh karena itu, maka soal pemilihan dan pengangkatan Raja perlu juga kami singgung di sini. Hal ini erat pula hubungannya dengan sejarah Sultan Hasanudin, karena soal pemilihan dan pengangkatan Sultan Hasanudin menjadi Raja Gowa yang ke XVI sering diperbincangkan orang. Sering dikatakan bahwa sungguhpun bukan ”Anak Pattola” atau tidak ”maddara takku” yakni Putera Mahkota yang paling memenuhi syarat menurut adat di Gowa, namun Sultan Hasanudin dapat juga menaiki takhta kerajaan Gowa yang sedang berada di atas puncak kejayaannya.

Di dalam sejarah sering kita dapat melihat dengan jelas, bahwa sistim feodalisme dalam perkawinan (polygami) mengandung unsur perpecahan. Hal ini timbul setelah Raja yang memerintah wafat dan muncul persoalan siapa gerangan yang berhak menjadi Raja. Pergantian Raja sering menimbulkan perpecahan, bahkan peperangan di antara golongan-golongan keturunan Raja yang merasa dirinya berhak meniadi Raja. Maka terjadilah peperangan memperebutkan mahkota, tentang siapa yang akan menjadi Raja. Peperangan-peperangan seperti ini terkenal dengan nama ”Perang Mahkota” atau ”Perang Suksesi”. Di dalam sejarah Indonesia banyak contoh yang dapat kita kemukakan bahwa Perang Mahkota sering mengundang dan memberi peluang kepad kaum penjajah untuk mengadakan intervensi dan mencampuri urusan dalam negeri kita. Misalnya di Jawa: Perebutan mahkota antara Sunan Amangkurat III alias Sunan Mas dan Pangeran

15