Halaman:Sultan Hasanudin menentang VOC.pdf/29

Halaman ini tervalidasi

Puger yang kemudian bergelar Sunan Paku Buwono I. Demikianlah pula Perang Mahkota antara Paku Buwono II/Paku Buwono III dan Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sultan Hamengku Buwono I. Perang Mahkota ini menyebabkan kerajaan Mataram yang sudah mengecil itu pecah lagi menjadi dua kerajaan yakni: Kerajaan Sala atau Surakarta dan kerajaan Yogyakarta.

Di Banten pun terjadi Perang Saudara antara Sultan Agung Tirtayasa dan putera baginda yang terkenal dengan nama Sultan Haji. Pada tiap Perang Saudara atau Perang Mahkota itu Belanda (V.O.C.) selalu mendapat peluang dan selalu pula mempergunakannya untuk mengadakan apa yang sekarang terkenal dengan nama intervensi. Dan setiap intervensi atau campur tangan Belanda (V.O.C.) itu pasti merugikan kerajaan yang dicampurinya. A1asan kaum penjajah selalu muluk-muluk dan berusaha membela serta membenarkan usaha kolonialnya: Untuk membantu menegakkan keadilan, demi keamanan dan ketertiban, sesuai dengan pasal-pasal yang tercantum dalam perjanjian yang sudah ditaati sejak dahulu kala dan sebagainya.

Untuk menggantikan Raja yang wafat atau turun dari takhta kerajaan, biasanya dipilih calon yang memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan oleh adat. Biasanya yang dipilih ialah anak sulung Raja. Karena Raja biasanya mempunyai isteri lebih dari satu orang, maka timbul berbagai persoalan. Namun yang paling memenuhi syarat ialah anak Raja yang ibunya paling tinggi tingkat kebangsawanannya. Jadi yang terpilih biasanya putera sulung dari permaisuri atau dari ibu yang derajat kebangsawanannya setingkat dengan Raja sendiri. Di dalam bahasa daerah anak yang demikian disebut ”maddara takku” atau ”Anak Pattola”.

Tetapi sering pula terjadi, Raja itu kawin dengan seorang puteri Raja yang setingkat taraf kebangsawanannya dengan baginda sebelum baginda menjadi Raja. Kemudian baginda menjadi Raja dan isteri baginda itu sering dengan sendirinya pula terangkat menjadi permaisuri. Anak-anak baginda dari isteri atau permaisuri itu ada yang lahir sebelum baginda menjadi Raja dan ada pula yang lahir sesudah baginda menaiki takhta kerajaan. Menurut adat, lazimnya yang dianggap lebih memenuhi syarat ialah anak Raja yang tertua sesudah ayahnya dinobatkan menjadi

16