Halaman:Sultan Hasanudin menentang VOC.pdf/63

Halaman ini tervalidasi

nataenamo ilalang = dan masuklah ia ke dalam bilik dan tidak adalah ia di dalam). Jadi apa sebab dan bagaimana Tumanurung wafat, tidak diceriterakan di dalam buku sejarah Gowa yang disebut Patturioloang. Hanya dikatakan bahwa sesudah Tumanurung menyerahkan sebagian kalungnya kepada anak baginda yang bernama Tumassalangga Barayang, maka baginda pun masuk ke dalam biliknya lalu baginda menghilang. Adapun sebagian kalung yang diserahkan Tumanurung kepada Tumassalangga Barayang disebut "Tanisamang" artinya yang tidak ada samanya atau yang tidak ada taranya. Kalung, atau rantai "Tanisamang" ini juga kemudian menjadi benda pusaka atau kalompoang kerajaan Gowa yang penting.

Juga Karaeng Bayo dan Lakipadada tidak diketahui keadaannya. Ke mana mereka pergi dan bagaimana cara atau di mana mereka wafat dan sebagainya tidak disebutkan sama sekali di dalam Patturioloang. Hanya dikatakan bahwa kedua orang bersaudara itu meninggalkan senjata mereka yang disebut Tanru'ballanga dan Sudanga kepada Tumassalangga Barayang.

Kemudian Tumassalangga Barayang menggantikan ibunya menjadi Raja Gowa yang ke II. Tentang Raja Gowa yang ke II ini tidak banyak diceriterakan orang. Tidak ada diceriterakan bagaimana kerajaan Gowa di bawah pemerintahan Tumassalangga Barayang. Tidak ada pula disinggung sedikitpun siapa isteri atau siapa isteri-isteri baginda, kapan dan di mana baginda kawin. Tidak diceriterakan pula kapan dan bagaimana baginda wafat. Di dalam Patturioloang dikatakan bahwa Tumassalangga Barayang menghilang.

Di dalam Patturioloang hanya dikatakan bahwa Tumassalangga Barayang hanya berkata kepada rakyat baginda: "Duduklah kalian!" (bahasa Makasar: "Mammempomako"). Kemudian baginda pergi menuju ke arah utara, ke bukit-bukit yang terletak di sebelah utara Jonggoa (Bukit Jonggoa terletak di dekat perbatasan Gowa-Maros di dekat gunung Pangkalaengtoppa, penulis). Maka tidak lama kemudian halilintar menggelegar dan hujan pun turun di hari panas. Pada saat itulah Tumassalangga Barayang hilang dari pemandangan (Bahasa Makasar: Bosi lalaung. Bunyi halilintar dan hujan di hari panas atau "bosi lalaung" oleh orang-orang suku Makasar dianggap pertanda atau alamat akan adanya peristiwa yang luar biasa).

49