Halaman:Sultan Hasanudin menentang VOC.pdf/87

Halaman ini tervalidasi

yang berlaku di Gowa. Kerajaan Gowa tidak membedakan antara orang-orang Belanda dan orang-orang Portugis atau bangsa-bangsa yang lainnya. Oleh karena itu Belanda (V.O.C.) menganggap kerajaan Gowa sebagai batu penghalang yang besar bagi maksud-maksud angkara murkanya.

Kerajaan Gowa menolak bahkan menentang dengan keras hak monopoli yang hendak dijalankan oleh Belanda (V.O.C.) terutama di Indonesia bagian timur. Raja dan kerajaan Gowa berpendirian: "Tuhan Yang Maha Kuasa telah menciptakan bumi dan lautan. Bumi telah dibagi-bagikan di antara manusia, begitu pula lautan telah diberikan untuk umum. Tidak pernah terdengar bahwa pelayaran di lautan dilarang bagi seseorang. Jikalau Belanda melarang hal itu, maka itu berarti bahwa Belanda seolah-olah mengambil nasi dari mulut orang lain." Demikianlah pendirian dan sikap Raja-Raja Gowa. Baik Sultan Alaudin maupun Sultan Muhammad Said, bahkan juga Sultan Hasanudin kemudian selalu berpendirian bahwa Tuhan menciptakan bumi dan lautan. Bumi untuk dibagi di antara manusia dan lautan untuk dimiliki dan dipakai bersama. Jadi bukan untuk V.O.C. atau orang-orang Belanda semata-mata. Itulah sebabnya mengapa kerajaan Gowa dengan keras menentang usaha monopoli Belanda (V.O.C.). Sebaliknya Belanda (V.O.C.) berusaha dengan keras pula menghancurkan dan menyingkirkan kerajaan Gowa. Namun terhadap kerajaan Gowa yang kuat dan jaya Belanda (V.O.C.) tidak dapat berbuat apa-apa. Belanda (V.O.C.) selalu mencari peluang yang baik untuk merongrong dan menghancurkan kekuasaan kerajaan Gowa.

Kepala kantor dagang Belanda (V.O.C.) di Sombaopu bernama Abraham Sterck. Pada tahun 1615 Kapal dagang Belanda "Enkhuyzen" berlabuh di pelabuhan Sombaopu. Kemudian Abraham Sterck mengadukan halnya kepada Dewan Kapal (Scheepsraad) kapal yang sedang berlabuh itu. Diceriterakannya bahwa ia diperlakukan dengan tidak layak oleh orang-orang Makasar. Kemudian Abraham Sterck mencari akal untuk membalaskan dendamnya. Ia mendapat bantuan yang sepenuhnya dari Kapten kapal "Enkhuyzen" yang bernama de Vries. Kedua orang Belanda ini merencanakan sebuah tipu muslihat yang sangat licik. Mereka mengundang beberapa orang bangsawan dan pembesar kerajaan Gowa untuk beramah-tamah di atas kapal

73