Halaman:Sultan Thaha Syaifuddin.pdf/44

Halaman ini tervalidasi

Depati Setyaraja Lubuk Gaung, Depati Setiyo, Beti Tahir Bangko, Nalo dan Depati Setya Nyata Talang Renah (11, p. 18).

Untuk menghadapi perlawanan rakyat Jambi yang digerakkan Sultan Thaha Syaifuddin itu pada tahun 1890 Pemerintah Belanda menarik Pasukan Marsose yang ditempatkan di Aceh untuk dipindahkan ke Jambi. Dengan demikian kekuatan militer Belanda bertambah. Untuk mengimbangi kekuatan militer Belanda itu pada tahun 1894 Sultan Thaha Syaifuddin mengumpulkan pasukan dari Jambi, Ranti, Maringin, Tebo, Bungo yang berjumlah 1800 orang. Kemudian sejumlah tiga ratus kepala keluarga dari Muara Tebo juga berhasil dikumpulkan.

Ketika Belanda memusatkan perhatiannya di Rawas, Sultan Thaha Syaifuddin membentuk pasukan kuat dipimpin oleh Pangeran Haji Umar, Pangeran Dipo, Raden Aponok, Raden Mat Tahir dan Raden Puang. Kecuali itu Sultan Thaha Syaifuddin juga memerintahkan agar tiap-tiap rumah memiliki sebuah bedul dan tiap keluarga menyimpan padinya di hutan (11, p. 18).

Untuk keperluan pengangkutan Sultan Thaha Syaifuddin mendatangkan sapi dan kuda beban dari Sumatera Barat dan Bengkulu. Tidak dilupakan pula pentingnya penyediaan garam yang cukup. Untuk menjaga kemungkinan kekurangan amunisi dikirim utusan ke Malaya untuk membeli peluru. Senjata-senjata dari luar negeri dimasukkan melalui jalan rahasia dengan perantara orang Amerika yang bernama Gibson.

Setelah segala ikhtiar dijalankan Sultan Thaha Syaifuddin menganjurkan kepada seluruh rakyat untuk memperkuat kubu pertahannya masing-masing dan meningkatkan sabotase. Apabila ada kesempatan yang baik, tanpa menunggu komando rakyat diperintahkan langsung saja bergerak (11, p. 19).

Anjuran dan perintah Sultan Thaha Syaifuddin mendapat sambutan baik dari rakyat. Pada tahun 1895 terjadi serangan dari Maringin dan Batang Asai terhadap Belanda yang menimbulkan banyak korban di pihak Belanda. Pada tahun 1898 pecah lagi pertempuran antara 8000 pasukan rakyat melawan Belanda di Tanjung Gagak yang menimbulkan banyak korban di kedua belah fihak. Pada tahun 1902 terjadi pertempuran antara 800 orang pasukan Sultan Thaha Syaifuddin melawan 1000 orang pasukan Belanda yang mengakibatkan lebih dari separoh pasukan Belanda tewas dihimpit oleh balok-balok

39