Halaman:Sultan Thaha Syaifuddin.pdf/72

Halaman ini tervalidasi
  1. Campur tangan pemerintah di daerah huluan akan dimulai dengan pemanggilan kepala-kepala yang menjalankan pemerintahan untuk berkumpul di Muara Tembesi. Di Muara Tembesi mereka harus menghadap residen dan merundingkan dengan residen segala hal yang menyangkut daerahnya masing-masing.
  2. Residen mengingatkan bahwa di antara kepala-kepala itu, Pangeran Ratu lah yang terkemuka. Hal ini tidak hanya disebabkan kedudukannya dalam masyarakat pribumi, tetapi juga disebabkan karena pengakuan dan penetapan pemerintah Belanda kepadanya.
  3. Selama Pangeran Ratu sebagai penguasa di daerah huluan menunjukkan kesediaan melaksanakan instruksi pemerintah Belanda, dapat diambil kesimpulan bahwa tidak perlu diadakan pengaturan tentang kedudukannya oleh pemerintah. Kepadanya harus diberikan waktu yang cukup untuk datang menghadap residen guna menunjukkan keinginannya patuh kepada residen. Kalau ia membiarkan waktu yang ditetapkan itu berlalu, maka ia harus dipecat.
  4. Kalau Pangeran Ratu memenuhi undangan residen menyatakan patuh kepadanya, maka ia harus dipaksa untuk menghentikan pungutan-pungutan yang dilakukan atas pengangkutan barang-barang yang lewat di Sungai Batanghari dan Sungai Tembesi. Untuk ini di sungai Aro dan Muara Tembesi perlu didirikan kantor pajak.
  5. Selain itu kepada Pangeran Ratu juga harus dilarang menarik keuntungan dari monopoli garam di Sungai Batanghari. Larangan semacam itu juga harus ditujukan kepada Pangeran Diponegoro.
  6. Semua kendaraan air yang melalui pos militer di Muara Tembesi harus melapor untuk pemeriksaan orang dan muatannya. Pada malam hari mereka diharuskan memasang lampu dan singgah di pos tersebut, kalau perlu dengan cara kekerasan (16, p. 23 dan 24).

Demikianlah garis-garis besar gagasan Residen Palembang

67