Halaman:Sutan Lembak Tuah.pdf/18

Halaman ini telah diuji baca

Siti Rabiatun menjawab, “Usah Mandeh salah sangka, jangan Mandeh salah tanggap, sebab baju denai koyak-koyak, Mandeh dengarlah cerita denai. Ketika denai pergi tadi, mencari obat mandeh kanduang, yakni ke lurah pandan mansiru, malang menimpa badan diri, pinggang dan badan dililit ular, denai memekik menjerit panjang, berkat untung takdir Allah, alamat denai masih dilindungi, denai ditolong Tuan Lembak Tuah, dia yang membunuh ular itu. Kalau dilihat bangkai ular, kini bergelung dalam semak, mati dibunuh Tuan Lembak Tuah.”

Mendengar cerita itu, mandehnya menggeleng panjang, merasa ngeri membayangkan, mendengar penuturan anak kandung, timbul sesal dalam hati, andaikan Siti Rabiatun mati, alamat mandeh mati gila, anak yang tunggal dan satu-satunya, tidak beradik dan berkakak, alamat kan sunyi rumah gadang, lalu berkata Mandeh si Rabiatun,

“Duhai anak si Upik Rabiatun, pergilah jemput Lembak Tuah, yakni ke ranah Kampung Dalam, kita mendoa seorang malin, undanglah Labai Pakiah Kari, kita potong seekor ayam.”

Begitulah besok harinya, diundang Labai Pakiah Kari, dijemput Sutan Lembak Tuah, diungkapkan maksud tujuan, hendak berdoa mengucap syukur, begitu niat dalam hati. Akan hal Siti Rabiatun, anak yang santun ke ibu bapak, mulut manis berbasa-basi, pandai berunding dan bicara, kesayangan orang kampung, banyak berkawan yang sebaya, pandai memasak dan menjahit, pandai menyulam menerawang, rajin dan giat bekerja, pantang bertandang ke rumah orang, kalau duduk dengan pekerjaan, kalau berjalan dengan tujuan, sejak kecil sudah diajari, sampai dewasa jadi kebiasaan diri.

Begitulah pada hari itu, digelar tikar pandan putih, sirih bersusun dalam cerana, tidak lama kemudian, tibalah Labai Pakiah Kari, duduk bersila di tengah rumah, tiba pula Sutan Lembak Tuah,


7