Halaman:Sutan Lembak Tuah.pdf/26

Halaman ini telah diuji baca

Berjalan berundung-undung, berundung-undung bugis halus, hari yang sedang rembang petang, tidak ada orang yang lalu, lengangnya kampung kala itu, benar bagai kata orang, menjadi mamang bagi orang tua, mujur yang datang tiap hari, malang yang datang sekejap mata, sesampai di parak pisang, Ia dikejar oleh orang muda, dialah Sutan Lelo Kayo, anak Datuak Bandaro Kuniang, kemenakan Angku Lareh dalam kampung.

Akan hal Lelo Kayo, hati sudah dirasuk setan, mabuk mencinta pada gadis, hati yang tiada dapat ditahan, malu dan sopan hilang sudah, merasa diri sangat hebat, karena kemenakan lareh panjang kuku, besarnya hendak melanda, cerdiknya hendak menjual.

Si Lelo Kayo lalu berkata, “Duhai Dikau si Rabiatun, marilah kemari Aadik Kandung, telah lama kasih pada Adik, elok di sini kita sampaikan, janganlah adik terus menghindar.”

Mendengar kata demikian, terkunci mulut si Rabiatun, darah di dada turun naik, dingin badan kala itu, dilihat orang tidak ada, kemana hendak minta tolong, lalu berkata Rabiatun,

“Tuan Denai Lelo Kayo, jangan berkata demikian, malulah pada orang banyak, surutkan hati pada yang benar.”

Mendengar ucapan Rabiatun, Lelo Kayo gelak terbahak, didekati lalu dipegang, dipegang tangan keduanya.

Melihat rupa demikian, menangis Siti Rabiatun, dicoba lari tidak bisa, tangannya kuat memegang, setelah lama tarik menarik, setelah puas bersitegang, Rabiatun lalu menjerit, berguling-guling dalam semak, baju di badan koyak-koyak, karena tarik menarik itu, karena ayun mengayunkan, terus menjerit minta tolong, hilanglah akal Lelo Kayo, karena baik takdir Allah, datanglah Sutan Lembak Tuah, dilihat lalu dikejarnya.

Sutan Lembak Tuah berkata, “Duhai Tuan Lelo Kayo, perangai apa yang seperti ini, tidakkah malu di orang banyak, tidakkah segan di orang kampung, adat dimana yang Tuan pakai, laku serupa laku anjing,

15