Halaman:Sutan Lembak Tuah.pdf/38

Halaman ini belum diuji baca

Sesudah minum dan makan, dikunyah sirih di cerana, sedang duduk bersirih-sirihan, lalu berkata mandeh kandung,

“Duhai Upik Rabiatun, pergilah upik ke halaman, karena kami akan berunding, tidak baik didengar orang.”

Mendengar kata mandeh kandung, digigit bibir masa itu, menahan senyum kegirangan, bergegas lari ke halaman, hati yang harap-harap cemas, harap rasa akan dapat, cemas rasa tak kan dapat.

Berkata mandeh si Rabiatun, “Duhai Kakak Amai Rapiah, jika berunding sesudah makan, kalau berhenti selepas penat, begitulah adat biasanya. Sebab kakak diundang datang, ada maksud dalam hati, maksud bersungguh pada kakak, tolonglah denai sekarang jua, sebagaimana kata orang, kalau bertutur dengan yang pandai, kalau berjalan dengan yang tahu. Apa pikiran kakak denai, perihal diri anak kita, dilihat roman dipandangi, sudah patut diberi berkawan, tempat junjungan anak kita, yakni si Upik Rabiatun.

Adapun calon suami, menurut kata Datuak Tungga, elok dijemput anak kakak Sakdiyah, di ranah Kampung Dalam,” begitu kata mandeh si Rabiatun.

Menjawablah Amai Rapiah, “Menurut pikiran denai, sama sependapatlah kita, sama sepahamlah kita, perihal Lembak Tuah, anak bujang elok laku, pandai ke sawah dan ke ladang, pandai berniaga dalam pasar, kalau dapat kiranya Lembak Tuah, patut sepadan dengan anak kita.”

Setelah sudah berunding, banyak bertutur kata-kata, berkata mandeh si Rabiatun, “Manolah kakak Amai Rapiah, elok berjalan kini-kini, sedang hari belum tinggi, kerja baik disegerakan, usah ditimpa hal yang buruk, inilah sirih dalam kampia1.”

Oleh si Amai Rapiah, diambil sirih dalam kampia, lalu berjalan bergegas-gegas, telah serentang perjalanan, cukup kedua rentang panjang, hampir kan tibalah kiranya, telah sampai Ia di sana, di rumah mandeh Sakdiyah.

1) Sejenis tas kecil

27