Halaman:Sutan Lembak Tuah.pdf/48

Halaman ini belum diuji baca

“Berbelok jalan ke Batusangkar
Bersimpang jalan ke muara;
Menanti Tuanku agak sebentar
Denai bertenggang dan bicara.”

Menjawab Angku Lareh, “Satu bulan denai menanti, pastikan iya dan tidaknya, agar bisa memperhitungkan.”

“Sungguh-sungguh Angku menanti, burung liar entah kan jinak, jika ada untung dan bagian.”

Berkata pula Angku Lareh, “Jika begitu yang terbaik, begitulah saja adanya,” ditunggangi kuda pelan-pelan, mata yang tak lepas memandang, pandangan ke rumah Rabiatun jua.

Telah sehari dua hari, cukup seminggu kala itu, berkata Angku Kapalo, kepada Tuanku Lareh, “perihal kehendak Tuanku, hendak meminang si Rabiatun, rupanya sudah keduluan, Dia sudah bertimbang tanda, sudah terikat burung itu, yakni dengan anak mandeh Sakdiyah, yang bernama Sutan Lembak Tuah.”

Mendengar penuturan demikian, merah muka Tuanku Lareh, merah muka karena marah,

“Anak orang Salo di Andaleh
Pergi ke Koto Pariangan;
Kehendak Denai Tuanku Lareh
Pantang dilarang dihalangkan.

Memancing ke kampung Ranah
Tampaklah si ulan garang;
Sejak mula menjejak tanah
Pantanglah Denai dilarang orang.”

Mendengar kata Tuanku Lareh, menjawab Angku Kapalo,

“Tumbuh birah di halaman
Tumbuh serumpun dengan keladi;

37