Halaman:Sutan Lembak Tuah.pdf/52

Halaman ini belum diuji baca

Begitulah Angku Kapalo, berkata sendiri dalam hati, sungguh jahat Tuanku Lareh, tega membusukkan orang baik, asalkan dapat gadis yang cantik, tidak ada rasa kasihan, sama sekali tak berhati sabar, namun sungguhpun demikian, diri di bawah perintah orang, perintah lareh tak boleh disanggah, berkata cukup sekali, menggayung sekali putus, cerdik yang tidak berguna.

Sementara Sutan Lembak Tuah, sejak putus timbang tanda, senanglah hati masa itu, sejuk pikiran tak terkira, karna padan sudah diukur, janji sudah dikarang, menanti saja ketikanya.

Sedangkan Siti Rabiatun, senang hatinya tiada terkira, pucuk dicinta ulam tiba, ramailah orang dalam rumah, sibuk menjahit dan menyulam, sebagian membuat kue, diangsur kerja yang ringan-ringan.

Kayu kelat madang di lurah
Diambil nak rang Saruaso;
Hati lekat pandang tak sudah
Menanti saja ketikanya.

Selasih bertimba jalan
Tumbuh dekat batang mensiang;
Kasih yang tidak dapat ditahan
Ingin dikoyak hari siang.

Begitulah Lembak Tuah, hati harap pikiran senang, sedang duduk di tengah rumah, di dalam rumah gadang mandeh, pikiran melayang-layang jua, malang yang tidak dapat ditolak, mujur yang tidak dapat diraih.

Begitulah kala itu, datanglah dubalang dan Angku Kapalo, menjemput Sutan Lembak Tuah, jemput terbawa kala itu, tidak dapat bertangguh-tangguh, tidak bisa mengelak-elak.

Lalu berkata Angku Kapalo, “Wahai dubalang dan opas nagari,bawalah Sutan Lembak Tuah, pasangkan belenggu besi, jangan kalian berlalai-lalai, sebelum hari semakin tinggi, bawalah ke gedung

41