Halaman:Taman Siswa.pdf/17

Halaman ini tervalidasi

terbuka (tidak berdinding) pada satu pihak dan kelas² dikebun haruslah dianggap sebagai kelas ideaal (bandingkan Montessori).
Perkembangan diri sendiri menurut kodrat menganggap adanja pertumbuhan jang sewadjarnja, artinja pertumbuhan sesuai dengan tabi'at sendiri dan dengan lingkungan alamnja sendiri: Dalam alam pusat pendidikan jang terutama ialah rumah tangga dan tenaga pendorongnja ialah tjinta. Selama mungkin, Taman Siswa mentjoba memelihara keadaan alam ini. Kepada wanita sebagai guru diberikan tempat penting dan suaranja dalam pengurus sekolah dihargai benar (djika tidak dengan tradisi Islam, tjara ini adalah sesuai dengan tradisi Djawa, dimana perempuan, seperti dalam tiap² kebun pertanian, disegani benar), Bahasa ibu (jaitu bahasa daerah) dalam kelas² jang terendah dipakai sebagai bahasa pengantar dalam pengadjaran. Prinsip coëducatie diterima dan diusahakan supaja tertjipta suasana jang sewadjarnja, suasana kebebasan dan kepertjajaan, dimana murid² menjapa pemimpin²nja sebagai ibu atau bapak.

Azas² ini dengan sendirinja terwudjud dalam bentuk paguron jang ditjita²kan dengan sedar itu, dimana anak², djika mereka tidak tinggal dirumah gurunja, sewaktu-waktu diterima dengan baik, djuga diluar djam² sekolah. Djelaslah, bahwa demikian pribadi guru itu mendjadi primer (penting) dan bahwa ia harus memberi pendidikan dalam arti lengkap jaitu pimpinan hidup. Hal ini sesuai dengan pendapat orang dalam zaman Djawa Kuno tentang tugas guru, jang lebih ditudjukan kepada memperkuat moril dari memberi pengetahuan. Djadi tidak hanja pendidikan intellektuil, tetapi terutama djuga penjelenggaraan dan latihan kesusilaan, seterusnja didikan kebudajaan dalam arti nasional.
Ada diusahakan seni melukis, musik, menari, tiap² orang menurut pembawaanmnja. Kebebasan menurut kodrat jang lebih besar untuk anak² mengakibatkan mendjadi lebih banjak berbuat sendiri, dimana pemimpin hanja mempunjai tempat sebagai penonton, tetapi dengan mata memelihara, jang terutama terdjelma dalam kehidupan perkumpulan² sekolah. Bersamaan dengan itu diberikan djuga sehari dalam sebulan kebebasan pekerdjaan sekolah untuk pekerdjaan² bebas, dimana terdjadi djam perdebatan, jang memberikan kepada murid² jang lebih tua kesempatan untuk menghidangkan kepada bapak mereka „soal² hidup”nja setjara perdebatan bebas. Kesatuan jang demikian antara guru dan murid adalah djarang.

Bagaimanapun revolusionernja dirasa suasana bebas dan pertjaja ini terhadap adat jang masih berlaku, adat menurut perintah dan adat menghormat, adalah ternjata, bahwa waktu telah matang, tanah tetap menurut dan kepertjajaan dalam kekuatan sendiri untuk tumbuh tidaklah mengetjewakan. Perasaan nasionalismus jang sedang timbul, menerima perlawanan Taman Siswa, jang dikemukakan dalam bentuk dalil paedagogik, terhadap supremasi djiwa pendjadjah²: azas pertumbuhan menurut kodrat menuntut, bahwa sedjarah kebudajaan sendiri kembali lagi mendjadi titik permulaan, dan dari titik inilah langkah² dapat diteruskan kedepan (azas ketiga). Hal ini memenuhi kebutuhan jang telah timbul, kebutuhan akan penghargaan diri sendiri dan akan kepertjajaan kepada diri sendiri sebagai bangsa. Kredit moril jang dapat dipakai Dewantoro sebagai sumber, potentieel tidaklah ada batas²nja dan ia tahu memeliharanja dengan takt halus, seperti ia djuga tahu menghadapi keadaan² materil dengan rasa realitet jang besar.

14