Halaman:Taman Siswa.pdf/35

Halaman ini tervalidasi

oleh semua orang, lebih² djuga karena tjita² ini, jaitu mentjapai harmoni batin, sedikit-dikitnja bukanlah bentuk ketenangan rasa hati sendiri jang tidak dapat diterima oleh orang² Eropah, dan jang pada orang² India, jang mempunjai pada umumnja susunan otak jang lebih sulit dari bangsa² barat sedemikian banjak terdapat dan jang mematikan itu bagi segala tjita² untuk perbaikan. Walaupun demikian, harmoni sewadjarnja itu, sungguhpun suatu pikiran jang sangat idealistis, hanjalah perlu dipulihkan, jang dalam hal ini terantjam mempunjai kekuatan jang kurang mengaktifkan dari kekuatan suatu „kemadjuan”, jang djika terpaksa berdasarkan illusi, ditjita²kan (bandingkan dengan pendapat Dewantoro, jang dalam merumuskannja hampir seolah-olah berdasarkan contradictio in terminis, apabila ia menundjukkan „nerimo” (aanvaarding) sebagai dasar „tjita² keatas”). Djuga sikap-hidup jang bernapsu, jang timbul dari tragik hidup (suatu idee jang tidak masuk diakal bagi kebudajaan India, jang berdasarkan keseimbangan kosmis, dimana hidup duniawi paling tinggi dianggap sebagai chajal indah, jang pada achirnja tidak memuaskan) mempunjai suatu kekuatan dorongan jang lebih besar. Untuk mengalami hidup setjara bernapsu, jang djuga untuk mendapat kedalaman batin djustru tidak takut kepada kegelisahan batin jang bagaimanapun djuga, kebentjian akan kegelisahan seperti jang disebutkan diatas ini agak kolot rasanja, walaupun kembali mengutamakan damai dan harmoni ini sebagai tjita² jang tertinggi, memanglah dapat diterangkan dalam suatu kebudajaan aristokratis, jang oleh akkulturasi terantjam hantjur.

Adalah lebih kuat kedudukan Dewantoro sebagai ahli mendidik jang mengerti sebenarnja, bahwa pengadjaran haruslah lebih dari mengadjarkan, dengan tidak ada pertanggungdjawaban batin, pendapatan² dan kebutuhan² peradaban materiel, dan dengan demikian dapatlah dipertahankan dengan tiap² tjara sembojan jang dipakainja waktu ia memulai gerakannja dalam tahun 1922: Kembalilah kepada alammu. Sembojan ini lebih djelas diterangkan dalam azas ketiga dari program-azas, jang dengan itu memulai bagian jang lebih praktis, dan demikianlah bunji lengkapnja:

3.Tentang zaman jang akan datang rakjat kita berada dalam kebingungan. Tertipu oleh kebutuhan² jang dianggap perlu, Jang sebagai pantjaran peradaban asing sukar dipuaskan dengan alat² sendiri, kita betul² turut merusak perdamaian. Tetaplah ketakpuasan bagian kita. Djuga sebagai akibat dari tertipu itu kita mentjari pengadjaran jang berat sebelah kearah intellektualismus, jang membuat hidup kita tidak merdeka setjara ekonomis dan djuga memisahkan kita dari rakjat sendiri. Dalam keadaan bingung ini hendaknjalah kebudajaan kita sendiri kita pakai sebagai titik permulaan, tempat kita melangkahkan kaki madju kedepan. Hanja atas dasar peradaban sendiri ini dapat dilakukan pembangunan dengan damai. Dalam bentuk nasional inilah, dengan tidak ada imitasi, hendaknja bangsa kita berhadapan dengan dunia internasional.

Apa jang diperlukan untuk mewudjudkan pembangunan ini atas dasar peradaban sendiri, dirumuskannja lebih landjut dalam suatu karangan dalam madjallah Taman Siswa Wasita pada tahun 1930: „Untuk mengetahui garis-hidup jang tetap (konstant) dari sesuatu bangsa, perlulah kita mengetahui zamannja jang lampau, mengetahui pendjelmaan zaman jang lampau itu dalam zaman sekarang,

30