perluan sekolah harus diutamakannja. Taman Siswa meminta dari guru, supaja memberikan seluruh djiwanja kepada pendidikan anak². Hal ini hanja mungkin didjalankan, apabila pekerdjaan untuk itu dipandang sebagai nomor wahid. Bahkan masih banjak lagi jang diminta oleh Taman Siswa, sebab menurut „tjita² Paguron” jang dianut oleh Taman Siswa, guru harus melihat dalam pekerdjaan pendidikan itu tugas hidupnja. Sebab itu pemimpin² sekolah dilarang djuga mendjadi anggota pengurus sesuatu partai politik atau turut dengan aktif dalam pekerdjaan partai (lihat Peraturan Taman Siswa, diterbitkan dalam tahun 1935, hal. 11). Demikianlah menurut Mangunsarkoro dalam karangannja Het nationalisme in de Taman Siswa-beweging dalam Kol. Studiën 1937. Setelah revolusi petjah peraturan jang penghabisan ini hilang dengan diam².
Bagaimana dahulu eratnja selalu hubungan Taman Siswa dengan gerakan nasional, dapat kita batja dengan baik dalam roman Buiten het Gareel, karangan Suwarsih Djojopuspito, jang sebagai isteri pemimpin sekolah Taman Siswa Bandung dan sebagai guru bertahun-tahun turut mengalami hidup „disekolah liar” sebelum perang. Roman ini, jang lebih mendekati „document humain” daripada roman, adalah mula² ditulis dalam bahasa Sunda, tetapi Balai Pustaka tidak mau menerimanja waktu itu untuk diterbitkan, dan sebab itu ditulisnja lagi dalam bahasa Belanda, dan dengan kata pendahuluan Du Perron diterbitkan dalam tahun 1939 dinegeri Belanda. Buku ini sympatik sekali, diliputi sedikit oleh suasana melancholik dari tjeritera idealismus jang tidak luntur² nja oleh penderitaan², tetapi dengan diam² dipatahkan dari bawah oleh usaha manusia jang melumpuhkannja dengan kebiasaan dan pandangannja jang sempit. Beberapa peristiwa masih terpateri dalam hati: sifat „nerimo” fatalistis jang mendjadi bagian guru² dan jang hanja memberi djalan untuk saling tjemburuan dengan djiwa jang sempit; salut penghormatan anak² kepada bendera dilakukan dengan tjara militer-fascistis; dan Sulastri, peranan utama dalam buku ini, jang pada achirnja hanja akan membuat kuwe² untuk anaknja „apabila P.I.D. dan Gerakan Wanita Indonesia menjetudjuinja ....”
Hubungan dengan gerakan nasional tetap terpelihara sampai penghabisan, berkat keuletan batin Dewantoro jang tahu mengartikan dan mengikuti segala perubahan² perkembangan politik.
37