Halaman:Taman Siswa.pdf/48

Halaman ini tervalidasi

bahasa persatuan nasional dinjatakan oleh konggres pemuda, Itulah jang dirumuskan oleh Prof. C. C. Berg seperti berikut: „Sudah sedjak antara tahun tiga puluh dan empat puluh pemimpin sekolah² Taman Siswa, jang memulai perdjalanan hidupnja jang aneh itu dengan aksi untuk melindungi kebudajaan Djawa, telah meninggalkan tjita²nja dan menerima prioritet kepentingan Bahasa Indonesia” (lihat Orientatie no. 14, hal. 17). Tetapi utjapan ini menurut pendapat saja agak terlalu dilebih-lebihkan. Penerimaan prioritet tersebut untuk Dewantoro sebenarnja tidaklah berarti sama sekali, bahwa telah ditinggalkan penjelenggaraan kebudajaan dan bahasa Djawa. Bukanlah djuga begitu pilihan jang akan dibuat. Jang penting ialah bahasa manakah jang akan mendjadi bahasa pergaulan umum untuk semua orang² Indonesia dan dalam tahun duapuluh-tigapuluh adalah seakan-akan bahasa Belanda jang paling banjak harapannja untuk itu. Tetapi orang² Belandajang konservatif setudju dengan politik seboleh-bolehnja membatasi pemakaian bahasa Belanda untuk orang² Indonesia terpeladjar jang makin banjak itu (karena hak² jang dibawa oleh bahasa Belanda itu), sedang pada pihak lain gerakan politik nasional jang makin madju itu berpendapat, bahwa bahasa Melajulah jang lebih baik dipakai untuk kontak dengan pendudukan. Kedua faktor itulah jang membuat kemenangan bahasa Melaju seperti didjelaskan oleh sasterawan Indonesia Takdir Alisjahbana, jang mempunjai djasa jang paling besar dalam perkembangan bahasa ini, dalam karangan Bahasa Indonesia, hasil sampingan nasionalismus Indonesia (Pacific Affairs, Des. '49). Melihat alternatif itu, maka tidak sulit untuk mengerti, bahwa Dewantoro dapat menjetudjui perkembangan ini. Bahkan achirnja bahasa Melaju jang berasal dari pulau Sumatera itu adalah bahasa timur (jang tjiri²nja misalnja memperlihatkan ketjenderungan kepada bentuk² kata kerdja jang tak berwudjud dan jang passif), jang telah dikenal orang dari dahulu di-pulau² Nusantara, sehingga kurang membawa bahaja untuk bertambah djauh dari tjorak sendiri daripada suatu bahasa barat dan ditindjau dari sudut politik, bahkan membawa keuntungan jang besar.

Walaupun begitu, dilihat dari hubungan sedjarah memang ada terdjadi disini suatu perputaran prinsipiel dalam proses akkulturasi di Indonesia, jang terutama akan ternjata dalam waktu j.a.d. Memindjam atau mengoper pengetahuan kebudajaan asing dalam bahasa negeri sendiri, djadi suatu bentuk nasionalisasi dan dengan demikian salah satu keinginan dari gerakan Taman Siswa, telah dimulai dan proses memindjam dan memiliki ini, supaja bahasa pada umumnja dapat terpakai, setjara kilat dipertjepat oleh perdjalanan kedjadian² jang dibawa pendudukan Djepang, diantaranja bahasa Belanda dihapuskan dan sambil menunggu kemungkinan dimasukkan bahasa Djepang, diwadjibkanlah bahasa Indonesia untuk pemakaian umum dan karena proklamasi Republik Indonesia dan diterimanja bahasa Indonesia dengan resmi sebagai bahasa negeri, dimaksud selandjutnja untuk didjalankan seluruhnja.

Tetapi tentu sekali nasionalisasi „jang asing” ini mempunjai djuga tjorak adaptasi „jang asing”. Bahkan inilah misalnja tudjuan jang dengan sedar ditjita²kan Alisjahbana. Sebagai orang Sumatera ia tidak dialangi oleh suatu kebudajaan jang telah sampai kepuntjaknja seperti kebudajaan Djawa dan ia lebih mudah dimasuki pandangan akan kekurangan? dan tjorak terbelakang masjarakat sendiri terhadap

41