Halaman:Taman Siswa.pdf/55

Halaman ini tervalidasi

dengan segera melihat, bahwa dengan tertjapainja kemerdekaan oleh bangsa Indonesia datanglah djuga masa baru untuk sekolah nasional mereka. Tetapi perkembangan Taman Siswa memperlihatkan dengan berangsur-angsur tjorak tertentu, setelah harapan² jang taktentu dari tahun² pertama sehabis perang, dan hal ini terdjadi, walaupun perhubungan dengan pengadjaran pemerintah belum lagi mentjapai keseimbangan. Dalam rentjana peladjaran, djadi isi materiel pengadjaran, adalah hampir tidak ada bedanja lagi dengan jang resmi. Sebabnja ialah bahwa sekarang mungkin djuga bagi murid² Taman Siswa untuk mengikuti udjian² resmi sekolah² menengah. Walaupun begitu, masih ada berbagai-bagai kesulitan, misalnja tentang bagian guru² Taman Siswa dalam komisi² udjian, jang djuga membuat mereka mungkin memperhatikan kepentingan murid² mereka. Salah satu handicap murid² ini ialah kekurangan alat² peladjaran, jang masih lebih besar disekolah-sekolah partikelir dari disekolah-sekolah negeri. Kekurangan guru² berwewenang, (sehingga dahulu sulit bagi Taman Siswa untuk mentjapai tingkat AMS), tidaklah berapa penting sekarang, karena sekolah² negeripun menghadapi kesulitan ini. Bahkan keadaan adalah sedemikian, bahwa sebagian besar dari guru² Taman Madya memberi djuga peladjaran pada S. M. A. Djuga karena subsidi jang diperoleh, Taman Siswa dapat menggadji guru²nja lebih baik. Keberatan² prinsipiel terhadap subsidi ini sekarang tidak lagi teratasi, hanja harus ditjari suatu bentuk jang praktis dapat diterima, sebab pekerdja² Taman Siswa masih djuga belum menerima gadji dalam arti jang sebenarnja. Bentuk ini diperoleh dengan memberikan subsidi kepada sekolah itu sebagai keseluruhan.

Tetapi peristiwa jang djauh paling penting dalam perkembangan sekolah² Taman Siswa setelah perang adalah pergeseran perbandingan djumlah sekolah² rendah dengan djumlah sekolah² menengah. Djika jang penghabisan ini adalah jang paling sedikit dahulu, sekarang telah hampir melebihi djumlah jang rendah. Hal ini disebabkan keadaan, bahwa pengadjaran rendah makin intensif diselenggarakan pemerintah, sedang sekolah² menengahnja tidak dapat mengimbangi perluasan ini dalam waktu jang sama. Djadi permintaan akan pengadjaran menengah teratur tumbuhnja, sedang persentase permintaan ini jang dapat ditampung oleh sekolah² pemerintah untuk sementara makin ketjil. Pemilihan murid² jang akan diterima adalah berdasarkan ketjakapan, tetapi sekolah² partikelirpun mengeluh, bahwa pendidikan pendahuluan murid² dipertimbangkan djuga. Tjalon² jang kurang dihargai terpaksa masuk sekolah² partikelir dan itulah sebabnja, mengapa lebih rendah persentase lulusan murid²nja. Seperti kita ketahui, pemerintah telah menjusun suatu rentjana sepuluh tahun untuk mendjalankan kewadjiban beladjar. Djadi barulah setelah taraf ini, sekolah² menengah dapat mentjukupi kekurangan djumlahnja. Djadi sekolah² partikelir masih lama lagi memberikan pengadjaran dalam sjarat hidupnja jang abnormal itu.

Djadi mungkin baru setelah limabelas tahun lagi dapat ditentukan, bagaimana sjarat² hidup sekolah² partikelir di Indonesia, jakni memberikan pengadjaran ideologis atau pengadjaran jang metodiknja lain. Dalam satu sektor pemerintah telah membuka sendiri sekolah sematjam ini, jakni dalam hal sekolah² Islam orthodox. Dengan ini djelaslah, bahwa pembukaan kembali sekolah² Taman Siswa dalam tahun² pertama sehabis perang didaerah-daerah Islam, dimana sekolah²

48