Halaman:Temuan Tim Gabungan Pencari Fakta Peristiwa Kerusuhan Mei 1998.pdf/29

Halaman ini telah diuji baca

Laporan Akhir Tim Gabungan Pencari Fakta


Kedua, di Solo, TGPF menemukan fakta yang selain memberi petunjuk jelas mengenai keterlibatan para preman termasuk organisasi pemuda setempat, juga dari kelompok yang berbaju loreng dan baret merah sebagaimana yang digunakan kesatuan Kopassus, dalam mengkondisikan terjadinya kerusuhan. Kasus-kasus Solo, mengindikasikan keterkaitan antara kekerasan massa di tingkat bawah dengan pertarungan elite di tingkat atas. Penumpangan kasus Solo melalui provokator lokal dipermudah oleh kenyataan, bahwa aksi-aksi mahasiswa Solo sebelum kerusuhan sudah menimbulkan bentrokan dan korban fisik, bahkan pada masa-masa sebelum mahasiswa di kota lain berdemontrasi.

Ketiga, Surabaya dan Lampung dan dikelompokkan menjadi satu kategori karena beberapa ciri yang serupa. Di kedua kota ini, kerusuhan relatif berlangsung cepat dan segara dapat diatasi, skalanya relatif kecil dengan korban dan kerugian yang tidak begitu parah. Sekalipun pada kasus kedua kota ini juga didapati "penumpang gelap" (free rider) dan provokator lokal, tetapi keduanya menunjukkan lebih menonjolnya sifat lokal, sporadis, terbatas, dan spontan.

Keempat, kasus Palembang lebih tidak bersifat spontan dibanding Surabaya dan Lampung. Para "penumpang gelap" atau provokator lokal lebih berperan dan mengarah pada kerusuhan terencana dan terorganisir dalam skala yang lebih besar.

Kelima, sedangkan untuk kasus Medan, unsur-unsur penggerak lokal dengan ciri preman kota lebih menonjol lagi. Patut diingat, bahwa kerusuhan di Medan sudah terjadi sepekan sebelum kerusuhan tanggal 13-15 Mei 1998 di lima kota lainnya, namun Medan merupakan titik awal rangkaian munculnya secara nasional.

Dari uraian di atas, TGPF menemukan bahwa kerusuhan di Jakarta, Solo, Medan mempunyai kesamaan pola. Sedangkan kerusuhan di Palembang secara umum memiliki kesamaan dengan kerusuhan di Jakarta, Solo, Medan namun memiliki ciri spesifik di mana provokator dan "penumpang gelap" sukar dibedakan. Adapun kerusuhan yang terjadi di Lampung dan Surabaya, pada hakekatnya menunjukkan sifat-sifat yang lokal, sporadis, terbatas dan spontan.

3. Korban dan Kekerasan Seksual
3.1 Besarnya jumlah korban jiwa selama kerusuhan disebabkan oleh telah terkumpulnya secara berpola terlebih dahulu jumlah massa yang besar di sekitar gedung-gedung pusat pertokoan yang kemudian pada awalnya didorong memasuki gedung-gedung tersebut meninggal di dalam gedung yang terbakar. Bahwa jumlah korban jiwa yang besar juga diakibatkan oleh sangat lemahnya upaya penyelamatan, baik oleh masyarakat maupun instansi/aparatur.
22