Halaman:Tjempaka Merah.pdf/11

Halaman ini tervalidasi

Esok harinja saja dan Haris sudah hadir dirumah Iskandar.

Tuan rumahnja sendiri tidak ada. Jang ada hanja pembantu rumah tangga dan ibu Iskandar.

Rumah ini besar dan modern bentuknja. Letaknja pada tempat ketinggian. Karena djalan disini memang baik sekali, naik turun.

Beberapa pohon tjemara sebangsa dennen, pine-trees berdjadjar serta teratur rapi.

Kami diterima oleh ibu Iskandar, wanita jang setengah tua serta berambut putih disana-sini. Pada muka wanita itu tampak kesedihan meliputi.

,,Saja Mr. Haris, pengatjara anak ibu, saudara Iskandar !" udjar Haris sambil membungkukkan diri pada wanita setengah tua itu. Kami duduk bertiga dalam ruangan tamu jang besar serta penuh perhiasan berupa lukisan dan matjam-matjam kain-dinding.

,,Saja perlu untuk mengetahui seluk beluk kehidupan anak ibu, karena dalam pembelaannja kelak hal itu saja perlukan!" Saja memegang pensil dan buku tjatatan untuk mentjatat apa-apa jang perlu.

,,Dia anak tunggal saja," demikian dimulai oleh ibu Iskandar: „,dan memang dia sendirilah jang saja tjintai setelahajahnja meninggal, Kerdjanja tiap hari keras sekali. Pagi hari sudah tak ada dirumah, sudah pergi kekantor. Habis datang, petang sedikit dia pergi ke gadisnja.

,,Djadi anak ibu sudah mempunjai bakal tunangan?"

,,Jah! Meski dia sudah saja tjegah djangan mendekati wanita itu, tapi masih sadja keras kepala."

,,Tjantik dia?" tanja Haris tersenjum. Seolah-olah pertanjaan untuk bergurau sadja.

Ibu Iskandar tampak tersenjum djuga dengan tidak memandang Haris. Tetapi senjumnja merupakan senjum edjekan.

,,Meski tjantik bagaimanapun, kalau kelakuannja tidak saja senangi............"

Haris memandangi saja. Saja hanja tersenjum.

11