Halaman:Tjempaka Merah.pdf/14

Halaman ini tervalidasi

Sukar sungguh mendjalankannja. Renny pernah saja kenal. Tidak kenal begitu sadja, tetapi pernah ada sesuatu peristiwa jang sukar dihilangkan dari ingatan dulu-dulunja, sewaktu saja masih mendjadi peladjar akademi kepolisian. Kini seolah-olah timbul kembali pada daun pintu jang diketuk oleh Haris. Njata tergambar bahwa kedjadian itu tentu terulang kembali.

Djadi, kalau hal ini saja ulangi, artinja bertemu kembali dengannja, sungguh merupakan kedjadian jang mungkin tidak menjenangkan diri sendiri.

Tahu-tahu pintu itu sudah terbuka, dan muntjul disana seorang budjang djangkung. Umurnja kira-kira lebih dari 40 tahun.

„Saja hendak bertemu dengan nona Renny!” udjar Haris.

„Tuan siapa?” tanja budjang itu dengan hormat.

Haris merogoh sakunja dan dikeluarkan kartu namanja sendiri sebagai meester. Kemudian pada kartu itu ditulisi beberapa deret kalimat.

Budjang itu memandangi kami sedjenak, kemudian membatja nama dan tulisan Haris.

„Tak usah saudara batja! Tjukup berikan sadja !” udjar Haris agak marah melihat sikap budjang berani membatja surat jang akan diberikan pada tuannja itu.

Dengan hormat dan kemalu maluan dia membungkukkan diri, dan sambil tersenjum masuk kedalam rumah.

Tak lama kemudian muntjul seorang wanita jang tjantik, bertype barat. Tak salah lagi. Dialah Renny.

Gaunnja merah muda, dari sutera tipis dan corsage merah tua tertantjap pada dada kirinja. Sungguh manis pada pandangan mata. Tetapi saja tak dapat berbuat apa-apa, karena masih memikir apa kelak jang akan terdjadi.

Lama dipandanginja kami berganti-ganti. Kemudian pandangannja tetap diarahkan pada saja, Lama ia berbuat demikian, hingga tersipu-sipu saja ibuatnja. Sedang Haris hanja tersenjum sedikit-sedikit. Marah sungguh dalam hati melihat sikap Haris itu.

14