Semua rentjana diatas telah dirantjangkan. Tinggal lusa dikerdjakan. Namun rentjana tinggal rentjana.
„Suara Indonesia” pagi itu memuat berita kematian jang ngeri.
Chen Jie terbunuh didalam rumahnja. Budjang dan isterinja menemui dia terhampar dilantai dengan berdarah. Djendela samping kamar tempat dia membatja buku terbuka.
Inspektur Lessy dan Kommissaris Dahlan hadir, djuga Haris dan saja. Karena antara Haris dan Komissaris Dahlan telah ada kata sepakat untuk menjelidiki peristiwa itu, Haris beralasan bahwa dia amat tertarik tentang peristiwa² kriminil dan hendak kerdja sama dengan polisi. Hal ini mudah dikerdjakannja, karena dia seorang Meester dan telah kenal dgn Komissaris Dahlan, pula sebagai orang jang terkemuka di kota kami.
Tiga buah lubang peluru German Luger menembusi kepalanja. Dia terkapar didekat djendela jang terbuka dengan tangan menggenggam Colt 38.
„Ini bukan bunuh diri, komissaris!” udjar Haris sambil memperhatikan lubang peluru jang dikepala Chen Jie :„Peluru jang satu, jang dilepaskan oleh pembunuh itu tidak tersekat dikepala. Artinja terus keluar. Kalau Chen Jie membunuh diri, tentu peluru itu ada didinding atau disekitar sini. Menandakan pula, bahwa Chen Jie tidak dibunuh di tempat ini. Pertama, tak ada darah mentjetjer selain jang di djendela itu, jang bisa menandakan bahwa Chen Jie rebah kena tembak. Njonja Chen Jie tidak mendengar ada tembakan disini.
Itu djuga bisa dibuat pegangan. Lalu, darah didjend. . . Menandakan bahwa Chen Jie diangkut kemari. Ia . . . sudah mati, sebab menurut dokter, Chen Jie mati tiga . . . dari ditemukannja. Padahal, budjang rumah pada dja. . . pagi melalui kamar ini tak ada Chen Jie, atau melihat djendela terbuka. Njata, bahwa majat itu diangkut dari luar dan dimasukkan lewat djendela kira² sesudah djam empat. Pistol jang dipegang, Colt 38, itu sudah berlainan dengan German Luger jang pelurunja menembusi kepalanja. Bukankah njata bahwa bukan bunuh diri?”
19