djalan jang penuh gudang-gudang besar berdiri, tampak manusia² jang sedang berdjalan. Beberapa lagi ditepi laut sedang mengail. Tak ketinggalan jang sedang ber-tjumbu²an.
Saja dan Manuel duduk dalam sebuah warung tepi laut. Dua djam berturut-turut disana, sambil sedikit bertanja-tanja barangkali orang² disitu mendengar apa² jang istimewa. Djawabannja tidak pernah! Mulailah warung lain. Sama sadja hasilnja. Restaurant lainnja djuga sama hasilnja. Djengkel sekali rasanja. Dan kami berdua pulang kekota sudah tengah malam.
Esok malamnja demikian pula jang kami perbuat. Hasilnja djuga tak ada. Tinggal pekerdjaan mentjari didekat kapal „Hinomaru”. Disana ada dua orang polisi jang mendjaga keamanan.
Pulang kerumah saja dapati surat Renny. Isinja meminta kedatangan saja kerumahnja, karena ada satu jang harus dibitjarakan. Setelah saja katakan pada Manuel, sajapun pagi itu kerumah Renny. Dia duduk diberanda rumah, tampaknja sedang menantikan kedatangan saja. Gaunnja dari sutera merah jang berkembang sedikit pada beberapa bagian.
„Selamat pagi, Renny!”
„Pagi!” djawabnja sambil tersenjum dan berdiri, sambungnja:
„Duduk disini atau kedalam ?”
Saja minta diberanda sadja. Sebab itu dia duduk kembali setelah menjilakan saja duduk.
Tiba² muntjul muka pelajan jang mendjemukan kami dulu, berdiri dipintu seolah-olah menunggu perintah dari Renny.
Renny memandang padanja dan memberi isjarat. Pelajan itupun masuk, mungkin menjediakan minuman pagi untuk saja.
„Begini, Niko!” udjar Renny memulai pembitjaraan itu: „Hal permintaan jang kau adjukan dengan Mr. Haris itu telah ku pertimbangkan masak-masak. Tentu sadja aku mau membela Iskandar, tetapi harus kuingat, bahwa pembelaan itu
29