„Ja, dengan itu! Lalu saudara menembak Chen Jie dari dalam mobil, sedangkan Chen Jie berdiri diluar. Tiga kali tembak! Peluru jang sebuah terus langsung keluar, sedang jang dua butir tinggal dikepalanja. Chen Jie rebah dekat mobil saudara, darahnja memertjik kena band mobil. Dengan pertolongan kawan saudara, Chen Jie diangkat kerumahnja. Tapi saudara kurang pandai !”
„Bagaimana saudara tahu semua ini? Pengchianatan?”
„Ja, pengchianatan!” bohong Haris.
„Awas Hamid! Dari Hamid atau Fatah?” tanja Fadholie dengan takut bertjampur geram. Dikiranja kedua kawannja mengchianati dia.
„Keduanja!” kata Haris: „Tetapi dia tak mengakui, dimana tempat tinggalnja!”
Karena kemarahan jang tiada terkira ini, Fadholie mengatakan tempat tinggal kedua temannja jang ikut membunuh Chen Jie.
„Baik! Serahkan pistol itu pada saja, saudara Fadholie, dan perkara ini akan beres! Satu soal, siapa kepala dalam perampokan bank itu ?”
„Tak mau saja katakan! Tjelaka nanti keluarga saja!”
„Baiklah, pistol itu sadja serahkan pada saja!” kata Haris.
„Hahahaha, saja tidak sebodoh sebagai jang saudara kira ! Saja tak mau menjia-njiakan kesempatan jang baik ini dengan menjerahkan njawa saja ketangan saudara! Mungkin saudara djuga salah seorang dari gerombolan jang mengingini uang rampokan itu! Hahaha, tidak, saudara!”
„Saja bukan gerombolan! Kami ini Tjempaka Merah!”
„Tjempaka Merah!” udjar Fadholie dengan muka lebih putjat. Pementik pistol dipegang erat². Sementara itu salah seorang dari kawan kami dengan tjepatnja telah melompati knop lampu, dan lampu padam sama sekali.
Pistol German Luger meletus dengan suara keras sekali. Sudah itu sunji.
37