karena demikian itulah maka saja pernah tertarik dan masih tertarik pada dia. Tetapi kedjadian dua tahun jang lalu lekas terlupakan bagi saja. Tak patut untuk dikenang lagi sekarang, karena hanja akan menimbulkan kesukaran sadja dalam melakukan pekerdjaan ini.
Dipersilahkannja saja memasuki kamarnja jang penuh dengan hiasan barang-² matjam-² serta sekarangan bunga jang menghiasi sudut toilet dengan potret Iskandar jang tersenjum.
Kembali muka pelajan jang saja segani itu muntjul didepan saja. Sekali ini perhatian saja padanja bersungguh-sungguh. Saja perhatikan muka jang nampaknja selalu memberengut itu, barangkali kelak bisa diingat bila perlu.
Renny menjuruh mengambil minuman petang.
Saja mulailah pertjakapan dengan berpokok tentang Iskandar. Bagaimana hidupnja sedjak perkenalan dengan Iskandar, dan bagaimana rentjana kelak kalau dia sudah kawin.
Djawaban Renny mudah sadja, bahwa perkenalan itu terdjadi ketika dia sedang duduk dalam restaurant „The White Snow” dan Iskandar datang disana dengan maksud jang sama. Mereka berdua saling berkenalan, kemudian saling kundjung-mengundjungi dan achirnja peminangan dari Iskandar tiba.
Saja tanjakan bagaimana rentjananja dengan peristiwa penangkapan terhadap tunangannja itu.
„Hal itu memang menjedihkan aku, Niko! Tetapi apa hendak kukata, karena, jah, karena memang demikianlah!”
„Tjintanja besar sekali terhadapmu, Renny! Besar sekali! Sajanglah kalau engkau menjia-njiakan tjintanja! Aku maklum, betapa sikapmu terhadap dia! Kau lakukan djuga seperti terhadapku dulu? Ja, ketika datang kawanmu jang lain jang tiba2 melarang engkau berhubungan dengan aku?” kata saja dengan sedikit mentjemoohkan dia.
„Ja, kuingat peristiwa jang lalu itu, Niko! Maafkan, karena harus demikian! Hal itu dapatkah sekarang kuulangi ?” katanja setengah bergurau . . . . . . . .
42