Renny tampak ragu². Satu djawaban nama dan alamat orang itu, bereslah pekerdjaan kami. Satu djawaban sadja. Belum sampai djawaban itu keluar dari mulut Renny, pintu kamar terbuka. Pelajan itu muntjul dengan muka jang mendjemukan.
„Ada tamu diluar, nona !” katanja.
Renny berdiri.
„Maafkan, Niko !” katanja sambil pergi keluar kamar,
Tiba-² terdengar djerit jang tersumbat dan barang djatuh. Tjepat-² saja melompat keluar kamar, tetapi sebuah pukulan menjebabkan saja terhujung. Dua orang berdiri didepan saja, sedang mata masih berkunang-kunang karena pukulan jang mengenai muka saja itu. Tampak kedua orang itu mendekati saja, dan kepala saja kena barang keras. Sudah itu tak ingat apa-² lagi. Pingsan mungkin.
Dengan penat-² seluruh anggauta badan, saja menggeliat.
Kiranja saja menggeletak pada sebuah tempat jang tak pernah saja kenal. Seluruh bagian dari tempat itu dilapisi dinding kuat. Kalau tak salah sebuah kelder atau sebuah gudang jang dibuat setjara kokoh sekali. Didepan saja berdiri tiga orang. Dua orang bersendjata pistol, dan seorang tidak. Ketiga-tiganja memakai topeng.
Jang seorang dan tidak bersendjata itu saja kira pemimpinnja. Orang inikah jang berdiri dibelakang Renny? Perampok bank itukah dia? Ataukah kawan dari Fadholie jang membunuh Chen Jie ?
Orang itu mendekati saja. Dipandangnja tenang-² muka saja. Matanja tadjam menjembul dari balik topengnja.
„Bagus, bagus! Saudara achirnja bangun djuga!" sekali lagi didekatinja saja, dan ditariknja saja dengan kasar hingga terduduk. Seumpama tidak ada dua orang lainnja jang bersendjata itu, sudah tentu saja tumbuk keras-² perutnja.
„Bagus, bagus! Seorang polisi telah ada ditanganku! Hahaha, lutju sekali penjelidikan saudara, ha?!” tangannja singgah dipipi saja, hingga membekas sekali rasanja. Kuat betul tangannja itu. Sajanglah bahwa kedua orang jang me-
45