itu belum pernah saja ketahui, djalan masuk keluarnja sadja tak tahu. Umpamakan sesudah memukul orang itu, lalu lari kemana? Kalau sampai terdjegat didjalan, tentu akan lebih tjelakalah nasib saja. Setidak-tidaknja merupakan sasaran peluru. Apa tindakan saja selandjutnja? Hendak membabi buta begitu sadja ? Mungkinlah bisa didasarkan atas untung- untungan. Mungkin pula merupakan hal jang tak mungkin. Pendeknja, pertamakali usaha. Itulah jang bisa memastikannja kelak.
Dengan berdjingkat-djingkat dan kepala masih sedikit pening saja tudjui sebuah medja jang disediakan disana. Sebuah kursi djuga ada, tetapi selain itu sudah tak ada lagi. Pendjaga itu menoleh pada saja. Tangan kanannja selalu didalam saku, dan tahulah saja bahwa ditangannja itu tergenggam pistol.
Dia melihatkan sadja. Saja berdiri dan akan mendapatkan dia.
„Djangan bergerak kemari ! Tetap pada tempatmu !“ katanja mengantjam. Saja berhenti dan tersenjum pada dia.
„Bolehkah saja minta rokok ?“
Dengan tak berkata apa-apa dia mendekati saja. Diambilnja sigaret dari tempatnja, kemudian geretan apinja sekali. Tetapi tangannja jang sebelah tak lepas dari balik sakunja.
Setelah itu saja kembalikan geretannja.
„Hah, bagaimana rasanja nanti saudara terus djaga disini. Panas dan mendjemukan sekali!“
Dia diam sadja.
Saja sambung kata-kata itu terus-menerus dengan mentjari bahan-bahan seadanja. Dia tetap membisu sadja. Lebih dekat saja kepadanja. Dia duduk diatas peti kosong itu. Tak dihiraukannja saja mendekati dia itu. Tetapi kira-kira pada djarak lima meter, dikeluarkan pistol dari dalam sakunja dan ditudjukan pada saja.
„Kalau madju, saja tembak! Sungguh mati !“
Saja tersenjum. Dan saja mulai lagi berkata-kata. Sigaret sudah tinggal setengah. Dia tetap seperti tak atjuh. Suatu
47