„Niko,” dia berhenti sedjenak. Pandangannja diarahkan pada pintu rumah, sambungnja: „orang itulah jang kita tunggu! Ja, Indo itu! Ingat, djangan sampai dia lolos sebagai perdjandjian kita, sebab, kalau lolos, dia akan berbahaja bagi aku dan Iskandar!”
Saja hanja diam, tetapi memutar badan bersama Renny dan mengarahkan langkah dansa pada orang itu. Dia seorang Indo jang bermuka tjakap sekali, berkumis tebal dipotong rapi, berdjas putih dengan dasi kupu² hitam, serta tjelana hitam mengkilat. Sungguh akan tertarik orang melihat ketjakapan bentuk dan potongannja, tetapi orang akan salah terka kalau melihat dalam² antara mata dan mukanja jang selalu nampak gembira itu. Orang akan ketjewa kalau mendengar bahwa dia bandit!
Ja, memang dia seorang bandit jang harus digulung pada malam ini. Kalau rentjana meleset, kamilah jang akan digulungnja dengan komplotannja.
Dipandangnja Renny dan saja.
Dia memegang bahu saja untuk meminta mengganti Renny, dan dengan tersenjum saja serahkan Renny padanja.
„Selamat datang, Walter !” kata Renny pada dia dengan tersenjum manis.
Walter, Indo itu, mengangguk pada saja, dan pergilah saja dari dekatnja. Terus menudju tempat Haris jang duduk dan sedang berbintjang dengan kommissaris Dahlan jang berpakaian preman.
Saja duduk dekat Haris dan menjintuh kakinja dengan kaki saja.
„Dia hadir!” kata saja setengah menggerutu.
„Dengan kawannja?” tanja Haris sambil tidak memperhatikan saja.
„Ja!” djawab saja: „Dua orang!”
Berhenti irama waltz, ganti dengan tango. Beberapa saat selesai pulalah irama dan langkah tango pada lantai itu. Piringan hitam tidak diputar lagi.
Haris memandang saja sedjenak sambil berkata:
57