Halaman:Tjempaka Merah.pdf/62

Halaman ini tervalidasi

„Aku tidak mau menjerah! Serang . . . . . . . . . . . . . . .

Belum habis kata²nja, Manuel jang sedjak tadi berdiri dibelakang mengajunkan korsi kekepala salah seorang anak buah Walter jang masih bingung memikirkan begitu tjepat perobahan terdjadi. Sekali pukul kelantai. Jang seorang melompat keluar halaman dan menembak. Untunglah hanja lampu depan jang padam, Mungkin dimaksud untuk memadaminja agar dia tak kelihatan.

Polisi² jang mendjaga dihalaman muntjul dari balik semak² dan mentjegat djalan keluar dengan antjaman tembak. Orang itu nekad. Dia mendjatuhkan diri dan berguling sampai pada dinding rumah sebelah. Melompat kedalam djendela jang dipetjahkan lebih dulu, dan memasuki rumah itu.

Dirumah itu hanja sebuah loteng sadja jang ada. Ialah dibagian belakang. Disana diperuntukkan mentjari angin sambil melihat pemandangan bagus. Kesanalah larinja orang jang diburu polisi. Walter sudah diborgol dan sedang dibebat tangannja dibawah pendjagaan Manuel. Orang jang dipukul Manuel djuga telah diborgol dan setengah sadar. Tinggal orang jang diatas loteng itu.

Zoeklicht mobil jang dimasukkan pekarangan rumah mulai menjoroti seluruh atap dan sampai pada loteng jang seluas kira² lima meter pesegi lebih itu.

Disanalah orangnja!

Dia menembak dan tepat kena zoeklicht! Penembak ulung kiranja!

„Menjerahlah! Kalau tidak akan kami tembak mati!” perintah kommissaris Dahlan dengan melalui tjorong.

Orang itu diam. Diteriakkan pula akan diberi batas waktu tiga menit, tetapi tiga menit dia masih tidak mendjawab. Tangga loteng sudah penuh dengan polisi bersendjata jang siap untuk menembak.

Zoeklicht lain disorotkan diiringi rentetan pistol-mitrallieur jang pelurunja membara menudju loteng itu. Empat laras senapan matjam itu menghudjankan pelurunja. Peluru melenda sandaran loteng dan katja loteng jang berserakan kebawah dengan suara mengerikan. Sinar jang disorotkan

62