nja tidak mungkin dapat mengusahakannja sendiri kiranja harus dimungkinkan untuk terus memiliki tanah tersebut. Selama itu tanahnja boleh diserahkan kepada orang lain untuk diusahakan dengan perdjandjian sewa, bagi-hasil dan lain sebagainja. Tetapi setelah ia tidak bekerdja lagi, mitsalnja setelah pensiun, tanah itu harus diusahakannja sendiri setjara aktip (ajat (3)).
(8). Achirnja untuk mentjapai apa jang mendjadi tjita-tjita bangsa dan Negara tersebut diatas dalam bidang agraria, perlu adanja suatu rentjana („planning”) mengenai peruntukan, penggunaan dan persediaan bumi, air dan ruang angkasa untuk pelbagai kepentingan hidup rakjat dan Negara: Rentjana Umum („National planning”) jang meliputi seluruh wilajah Indonesia, jang kemudian diperintji mendjadi rentjana-rentjana chusus („regional planning”) dari tiap-tiap daerah (pasal 14). Dengan adanja planning itu maka penggunaan tanah dapat dilakukan setjara terpimpin dan teratur hingga dapat membawa manfaat jang sebesar-besarnja bagi Negara dan rakjat.
III. Dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederharaan hukum.
Dasar-dasar untuk mentjapai tudjuan tersebut nampak djelas didalam ketentuan-ketentuan jang dimuat dalam Bab II.
(1) . Sebagaimana telah diterangkan diatas hukum agraria sekarang ini mempunjai sifat „dualisme” dan mengadakan perbedaan antara hak-hak tanah menurut hukum-adat dan hak-hak tanah menurut hukum-barat, jang berpokok pada ketentuan-ketentuan dalam Buku II Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia. Undang-undang Pokok Agraria bermaksud menghilangkan dualisme itu dan setjara sadar hendak mengadakan kesatuan hukum, sesuai dengan keinginan rakjat sebagai bangsa jang satu dan sesuai pula dengan kepentingan perekonomian.
Dengan sendirinja hukum agraria baru itu harus sesuai dengan kesadaran hukum dari pada rakjat banjak. Oleh karena rakjat Indonesia sebagian terbesar tunduk pada hukum adat, maka hukum agraria jang baru tersebut akan didasarkan pula pada ketentuan-ketentuan hukum-adat itu, sebagai hukum jang asli, jang disempurnakan dan disesuaikan dengan kepentingan masjarakat dalam Negara jang modern dan dalam hubungannja dengan dunia internasional, serta disesuaikan dengan sosialisme Indonesia. Sebagaimana dimaklumi maka hukum adat dalam pertumbuhannja tidak terlepas maka hukum adat dalam per tumbuhannja tidak terlepas pula dari pengaruh politik dan masjarakat kolonial jang kapitalistis dan masjarakat swapradja jang feodal.
(2). Didalam menjelenggarakan kesatuan hukum itu Undang-undang Pokok Agraria tidak menutup mata terhadap masih ada nja perbedaan dalam keadaan masjarakat dan keperluan hukum dari golongan-golongan rakjat . Berhubung dengan itu ditentukan
43