Halaman:Undang undang pokok agraria dan landreform.pdf/54

Halaman ini tervalidasi

Dalam ajat (3 ) hanja disebut 2 tjara memperoleh hak milik karena lain-lain tjara dilarang oleh pasal 26 ajat (2). Adapun tjara-tjara jang disebut dalam ajat ini adalah tjara-tjara memperoleh hak tanpa melakukan sesuatu tindakan positip jang sengadja ditudjukan pada terdjadinja peralihan hak itu.

Sudah selajaknja kiranja bahwa selama orang-orang warga negara membiarkan diri disamping kewarganegaraan Indonesianja mempunjai kewarganegaraan Negara lain, dalam hal pemilikan tanah ia dibedakan dari warganegara Indonesia lainnja.


Pasal 22.
Sebagai mitsal dari tjara terdjadinja hak milik menurut hukum adat ialah pembukaan tanah. Tjara-tjara itu akan diatur supaja tidak terdjadi hal-hal jang merugikan kepentingan umum dan Negara.

Pasal 23.
Sudah didjelaskan dalam Pendjelasan Umum (angka IV).

Pasal 24.
Sebagai pengetjualian dari azas jang dimuat dalam pasal 10. Bentuk-bentuk hubungan antara pemilik dan penggarap/pemakai itu ialah misalnja : sewa, bagi -hasil, pakai atau hak guna bangunan.

Pasal 25.
Tanah milik jang dibebani hak tanggungan ini tetap ditangan pemiliknja. Pemilik tanah jang memerlukan uang dapat pula (untuk sementara) menggadaikan tanahnja menurut ketentuan ketentuan dalam pasal 53. Didalam hal ini maka tanahnja beralih pada pemegang gadai.

Pasal 26.
Ketentuan dalam ajat (1) sudah didjelaskan dalam Pendjelasan Umum (II angka 6) dengan tudjuan untuk melindungi fihak jang ekonomis lemah. Dalam Undang-undang Pokok ini perbedaannja tidak lagi diadakan antara warganegara asli dan tidak asli, tetapi antara jang ekonomis kuat dan lemah. Fihak jang

kuat itu bisa warganegara jang asli maupun tidak asli. Sedangapa jang disebut dalam ajat (2) adalah akibat dari pada ketentuan dalam pasal 21 mengenai siapa jang tidak dapat memiliki tanah.


Pasal 27.
Tanah diterlantarkan kalau dengan sengadja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaannja atau sifat dan tudjuan dari pada haknja.