Halaman:Undang undang pokok agraria dan landreform.pdf/72

Halaman ini tervalidasi

nja didalam hal pemindahan hak jang berupa tanah-pertanian (pasal 9). Tanpa pembatasan pembatasan itu maka dichawatirkan bahwa bukan sadja usaha untuk mentjapaj batas minimum itu tidak akan tertjapai, tetapi bahkan kita akan tambahmendjauh dari tudjuan tersebut.

(9) a. Dalam Peraturan ini diatur pula soal gadai tanah-pertanian. Jang dimaksud dengan gadai jalah hubungan antara seseorang dengan tanah kepunjaan orang lain, jang mempunjai utang uang padanja. Selama utang tersebut belum dibajar lunas maka tanah itu tetap berada dalam penguasaan jang memindjamkan uang tadi ("pemegang-gadai"). Selama itu hasil tanah seluruhnja mendjadi hak pemegang gadai, jang dengan demikian merupakan bunga dari utang tersebut. Penebusan tanah itu tergantung pada kemauan dan kemampuan jang menggadajkan. Banjak gadai jang berlangsung bertahun-tahun, berpuluh-puluh tahun, bahkan ada pula jang djlandjutkan oleh para ahliwaris penggadai dan pemegang-gadai, karena penggadai tidak mampu untuk menebus tanahnja kembali . (Dalam pada itu dibeberapa daerah dikenal pula gada; dimana hasil tanahnja tidak hanja merupakan bunga, tetapi merupakan pula angsuran. Gadai demikian itu disebut "djual gangsur". Berlainan dengan gadai biasa maka dalam djual-gangsur setelah lampau beberapa waktu tanahnja kembali kepada penggadai tanpa membajar uang tebusan).

Besarnja uang gadai tidak sadja tergantung pada kesuburan tanahnja, tetapi terutama pada kebutuhan penggadai akan kredit. Oleh karena itu tidak djarang tanah jang subuh digadaikan dengan uang-gadaj jang rendah. Biasanja orang menggadaikan tanahnja hanja bila ia berada dalammkeadaan jang sangat mendesak. Djika tidak mendesak kebutuhannja maka biasanja orang lebih suka menjewakan tanahnja, Berhubung dengan hal-hal diatas itu maka kebanjakan gadai itu diadakan dengan imbangan jang sangat merugikan penggadai dan sangat menguntungkan pihak pelepas uang. Dengan demikian maka teranglah bahwa gadai itu menundjukkan praktek-praktek pemerasan, hal mana bertentangan dengan azas sosialisme Indonesia. Oleh karena itu maka didalam Undang-undang Pokok Agraria hak gadai dimasukkan dalam golongan hak-hak jang sifatnja "sementara", jang harus diusahakan supaja pada waktunja dihapuskan. Sementara belum dapat dihapuskan maka hak gadai harus diatur agar dihilangkan unsur-unsurnja jang bersifat pemerasan (pasal 53). Hak gadai itu baru dapat dihapuskan (artinja dilarang) djika sudah dapat disediakan kredit jang mentjukupi keperluan para petani.

b. Apa jang diharuskan oleh pasal 53 Undang-undang Pokok Agraria itu diatur sekaligus dalam Peraturan ini (pasal 7), karena ada hubungannja langsung dengan pelaksanaan ketentuan mengenai penetapan maksimum tersebut diatas. Tanah-tanah jang selebihnja dari maksimum diambil oleh

67