Halaman:Warisan Seorang Pangeran 01.pdf/13

Halaman ini telah diuji baca

itu pergi main tjatur dan tak dapat diganggu. Terpaksa dia. berdiri didepan pintu taman, untuk menantikan pulangnja Ban Tjiong.

Dengan sangat susah ia mesti tungkuli diri karena ia tak sabaran. Sementara itu, dirumahnja terdjadi perubahan ......

Pagi itu habis dahar, A Hong tukar air djambangannja ia pelihara ikannja, Tiba² ia didatangi dua orang polisi om mentjari Kwee Liok. Dua hamba negeri ini bitjara sambil mendeliki mata dan perongoskan wadjah. Katanja besok Ho Siang hendak dibawa kekota Kang-leng. Kalau Kwee Liok ingin menemui anaknja, dia mesti lekas pergi kekantor tjamat, dia mesti pergi hari itu djuga. Sambil bitjara, mereka ini terus tatap Wwadjah A Hong, lalu mereka mengotjeh tidak keruan, Disaat? mereka hendak berlalu, Mereka mirita apa jang mereka namakan ,,uang sepatu”, ialah ongkos djalan; waktu A Hong bilang tidak ada uang, mereka sambar dua ekor: ajam biang jang gemuk²!

A Hong mendjadi bingung sekali, walaupun ia tidak tahu pasti dua orang polisi itu omong dengan. sebenarnja atau tidak. Ta tidak dapat berpikir, sedang waktu itu mertuanja tidak ada dirumah. Ia lantas pergi pada Lie Djie-ma, tetangganja, untuk minta tetangga itu.

„Tidak ada djalan lain, baiklah kau pergi tjari Lioe Siangkong”, Djie-ma usulkan.

A Hong malu dan bersangsi, akan tetapi karena keadaan sangat mendesak, achirnja ia pergi djuga. Ketika ia sampai diluar pekarangan rumah Lioe Siangkong itu, ia merandek, ia berdiri diam dengan kesangsian.

„TJouw Po! Tjouw Po!” ia me-mangpil? achirnja, — Ia masih merasa malu. untuk lantjang memasuki pekarangan.

Sebentar sadja, Tjouw Po sikatjung itu muntjul.

„Kau tolongi aku bitjara dengan siangkongmu ......” ia berkata kepada katjung itu. Tetapi ia tetap bingung, iapun berkuatir, ia lantas sadja menangis. Maka itu, sambil menangis, ia tuturkan kesukarannja jang disebabkan oleh ditangkapnja Ho Siang, jang sekarang katanja hendak dibawa ke Kang_leng.

Belum habis A Hong menutur kepada Tjouw Po, Lie Djie-ma telah datang menjusul. Bersamanja ada seorang budjang perempuan dari Ong Kam-seng. Dibelakang mereka itu mengikuti_ sebuah djoli ketjil.

Berkatalah budjang Ong Kam-seng itu: „Njonja, mari turut

10

10