Halaman:Warisan Seorang Pangeran 01.pdf/36

Halaman ini telah diuji baca

sekali dengan piauw terang ! Aku bilang, soeya, tak dapat kau merasa puas sendiri! Kau harus ketahui djuga, ilmu silat itu tidak ada batasnja, Bukankah diluar langit ada langit lagi, diatas orang ada lagi jang terlebih atas ?

Baik aku djelaskan. Sedjak dulu kala sehingga sekarang ini, tidak ada satu piauwsoe jang hidup selamat melulu dengan andalkan sadja ilmu silatnja. Padanja itu mesti terangkap apa jang dinamakan kehormatan dan pergaulan. Persahabatan itu mesti dibeli. Seorang piauwsoe mesti bersahabat dengan golongan Rimba Hidjau, dengan begitu barulah kaum Rimba Hidjau dapat memberi mukanja, dengan begitu barulah kami peroleh keselamatan kami. Pada waktu mengiring angkutan, kami mesti menantjap bendera, orang² kami tiap kali mesti memperdengarkan suaranja disepandjang djalan. Apakah artinja itu ? Tidak lain untuk memberitahukan kepada sahabat? Rimba Hidjau perihal tiba atau kedatangan kami. Itulah untuk piauw terang.

Untuk piauw gelap, lain lagi. Untuk piauw gelap, kami mesti menjerbu dengan andalkan kepandaian, kami mesti melakukan perdjalanan dengan diam², kami tidak andalkan persahabatan. Dipihak sana, kaum Rimba Hidjau djuga tidak sungkan² lagi terhadap piauw gelap, tidak peduli siapa sipiauwsoe pelindungnja ! Lain halnja kalau orang tidak tahu lewatnja piauw gelap. Tapi asal orang dapat ketahui, mesti dia turun tangan ! Soeya, kau ada seorang tjerdas, maka tjobalah kau memikirkannja ! Bukankah benar dengan akalmu jang litjik ini bukan melulu kau tjelakai kita, hanja djuga kau tjelakai dirimu sendiri ? Kami guru dan murid adalah orang² tidak berarti. Walaupun kami punja rumah tangga, tak tjukup itu untuk mengganti kerugian madjikanmu. Itu emas lima ribu tail.....

In Soeya melengak, hingga lenjaplah senjumnja jang tawar, roman dari kepuasannja. Benar² ia tidak ketahui keadaan dalam dari kaum piauwsoe itu. Benar² ia telah bermain api. Bagaimana sekarang ?

„Habis bagaimana sekarang ?” achirnja ia tanja. Mau atau tidak ia mesti berlaku merendah terhadap piauwsoe muda ini, jang njata adalah terlebih berpengalaman daripada Tjian Tjeng Loen.

Pasti sekali Boe Djin Tjoen djuga telah insaf, bahwa sesudah piauw berada ditengah perdjalanan sematjam ini, itu artinja nasi sudah mendjadi bubur, tidak dapat piauw dibawa balik pulang de-

33