Halaman:Warisan Seorang Pangeran 01.pdf/38

Halaman ini telah diuji baca

Aku sangsi bahwa nona itu betul² puterinja sendiri. Bukankah dia lebih berarti daripada emasnja itu ? Benar² sulit keadaan kita sekarang. Kita sudah membuat perdjandjian, tidak dapat kita membatalkan sepihak. Kalau sahabat² Djalan Hitam ketahui keadaan kita ini, itu lebih sulit pula......"

Tjeng Loen tidak sabaran, ia memotong dengan berseru: „Sebenarnja, apakah jang kau pikir ? Kenapa kau ngotjeh sadja !"

Djin Tjoen menjeringai. Ia dapat memaklumi gurunja itu, maka ia berlaku sabar.

„Teetjoe tjuma lihat dua djalan", ia menjahut. „Ialah, kau buka djalan terus dengan tjara terang, tapi tentu tetap dengan menggelap. Bagian jang terang, biarlah teetjoe jang mendjadi pegawai, untuk membawa bendera, buat djalan dimuka. Teetjoe membawa bendera kita jang ketjil. Kalau kita tetap djalan seperti sekarang ini, itulah namanja piauw gelap......"

Walaupun ia aseran, Tjeng Loen dapat membedakan piauw terang dan piauw gelap. Dengan piauw gelap, apabila terdjadi sesuatu, keadaannja djadi semakin sulit. Itu artinja ia mesti benterok dengan kaum Rimba Hidjau.

„Ja, memang tidak ada djalan lain lagi, anak", katanja kemudian. „Baiklah kau bertjape-lelah kali ini. Mulai besok pagi², kau beber bendera kita. Untuk didepan buat singgah, buat menjerahkan kartjis nama, aku serahkan semua kepadamu. Urusan dibelakang, semua adalah bagianku. Entahlah bagaimana achirnja, terserah! Sekarang mengertilah aku, semua mereka jang mendjadi orang berpangkat tidak ada orang baik²!"

Guru dan murid ini mengambil putusan sendiri, malah mereka tidak memberitahukannja kepada sisoeya litjin, maka betapa terperandjatnja tuan sekertaris tiehoe itu sewaktu fadjar baru menjingsing esok harinja, Tjian Tjeng Loen sudah membuka pintu disertai suaranja jang njaring dan ber-ulang² membangunkan nona puteri tiehoe, budak² perempuan, sisoeya sendiri dan semua serdadu pengiring, untuk berangkat, katanja, sehingga ia menerbitkan suara sangat berisik.

In Soeya mendusin dengan kaget. Baru ia kutjak² matanja dan hendak menanja atau sipiauwsoe sudah berkata dengan keras: „Bukankah kau telah serahkan orang dan harta kepada kami? Nah, sekarang kami hendak berangkat! Soeya, mengertilah kau, mengiringi piauw bukannja pekerdjaan main² ! Kamu menjajangi harta,

35