Halaman:Warisan Seorang Pangeran 01.pdf/5

Halaman ini telah diuji baca

disebuah djalan Ketjil lain dibelakang sebuah hutan bambu. Segera djuga terlihat didepan mereka beberapa orang tengah mendatangi kearah mereka.

„Lihat!” kata siguru sekolah sambil berseru. „Lihat djie.tian-hee, saudara dan isteriku telah datang menjambut !”

Pemuda itu agaknja girang tetapi segera ia berkata : „Sha-tjek, kau lupa ! Kenapa kau memanggil tian-hee kepadaku ?”

Orang tua itu melengak sedjenak, tapi segera ia sadar. ;,Tian-hee” itu adalah panggilan untuk putera radja. Lantas ia menjahut : ,Baiklah, Tjeng Lip hiantit ! Mari kita pergi kepada mereka itu !” Sekarang ia merubah panggilan mendjadi ,,hian-tit” (keponakan).


Keduanja lantas mempertjepat tindakan mereka. Baru mereka melangkah empat tindak, mereka dibikin terperandjat oleh teriakan „Ajo!” jang datang dari atas sebuah ‘pohon disamping mereka ― teriakan seorang botjah, menjusul mana dari tjabang pohon itu terlihat djatuhnja satu tubuh jang ketjil !

Dalam keadaan seperti itu, sianak muda tidak mendjadi gugup. Segera ia lompat madju, untuk menadahi tubuh ketjil itu, akan tetapi, ia telah terlambat...... sedang siorang tua bukan main kagetnja, hingga wadjahnja mendjadi putjat.

Botjah itu djatuh tetapi tidak terbanting ditanah, walaupun djatuhnja dengan kepala dibawah ; tepat hampir ia tiba ditanah, ia berdjumpalitan, maka ia tiba dengan berdiri atas kedua kakinja. Hanja, begitu lekas kakinja itu mengindjak tanah, kembali. tubuhnja mentjelat berdjumpalitan lagi, meleset bagaikan busur kira² dua tumbak djauhnja !

Sipemuda berdiri melongo, Ia tidak menjangka, didesa seperti itu ada botjah demikian enteng dan gesit tubuhnja seperti anak itu.

Botjah itu nakal sekali. Ia ajun kedua tangannja seraja berseru: „Entjek Ouw, kau sambut ini!” Lalu dua butir batu jang: berbentuk persegi tiga, menjambar kearah muka sianak muda itu jang dipanggil entjek (paman).

Sedetik itu, sianak muda telah insaf bahwa botjah itu bukan sembarang botjah. Ia njata mengerti baik iimu menimpuk batu hoei-hong-tjio, walaupun benar, disebabkan usianja jang masih muda sekali, tenaganja masih kurang. Tepat intjarannja itu kepada kedua tempilingan, Iapun lantas ingin menundjukkan sesuatu. Ketika kedua batu tiba, ia tidak berkelit, tidak menangkis, ia hanja djusteru menjambut batu itu dengan tangan kanannja.

2