Halaman:Warisan Seorang Pangeran 01.pdf/59

Halaman ini telah diuji baca

Ruang didalamnja persegi pandjang, dikirinja ada dapur dengan dua buah liangnja. Dipodjokan ada tumpukan kaju bakar, Di tengah² ada sebuah medja dengan enam kursinja jang kate jang dipakaikan batu marmer. Memang medja dan kursi itu sudah tua tetapi sebab terbuat dari kaju garu merah, taklah tepat ditempatkan diruang seperti itu. Lantai tak berpermadani dan tidak rata tetapi djuga bersih. Dikiri, nempel pada tembok, ada dua buah almari, jang satunja terkuntji, entah apa isinja, Menjender dekat mulut pintu ada sebuah lagi, jang pintunja terpentang, hingga tampak empat tingkat susunannja, jang tiga penuh dengan pelbagai kitab, jang paling bawah terisi kusut dengan piring-mangkok, peles, botol minjak dan beras.........

Walaupun ia tampak semua itu, Tjeng Loen masih tidak dapat menerka, pengisi rumah itu ialah budjang atau madjikannja. Maka ia mendjadi men-duga² terus.

Siorang tua sudah meletakkan paso dan badjunja, Sambil menepuk² kursi ia berkata seperti djuga kepada dirinja sendiri: „Duduklah, habis beristirahat baru bitjara !" Dan ia terus djatuhkan diri disebuah kursi.

Tanpa bersangsi Tjeng Loen seret sebuah kursi untuk berduduk, tepat menghadapi siorang tua itu. Kebetulan mereka sama² angkat kepala dan saling memandang. Tiba piauwsoe itu bertjekat hatinja, hingga ia berpikir: „Tidak kusangka, orang tua selojo ini, matanja bersinar tadjam sekali......". Karena ini, ia segera berbangkit, untuk rangkap kedua tangannja, guna memberi hormat.

„Kouw Lootjianpwee, kau benar siorang budiman jang tak menondjolkan diri !" ia berkata. „Kau membuat aku malu, siorang kasar dan sembrono! Tadi aku telah berlaku kurang adjar, sekarang aku mohon sudilah kau memberi maaf padaku......"

Iapun beritahukan namanja.

Orang tua itu menggeleng kepala, sinar matanja jang tadjam lenjap. Ia menjangkal bahwa ia adalah Kouw In Hoei. Ia menjangkal terus walaupun Tjeng Loen menjebut² Tjoe Sioetjay dan Tin Wan Piauw Kiok dan hal persahabtan kaum kangouw.

Pertjaja bahwa ia tidak keliru, Tjeng Loen berkeras terus. Ia seperti djuga ngotjeh seorang diri ketika ia tuturkan hal-ichwalnja mengiring piauw, jang kena dirampas. Dengan sangat ia memohon siorang tua suka bantu padanja.

Agaknja orang tua itu tertarik untuk kedjudjuran piauwsoe ini

56