Halaman:Warisan Seorang Pangeran 02.pdf/8

Halaman ini telah diuji baca

tahu, karena mengandalkan pengaruhnja sebagai ketua, dalam beberapa tahun ini, sering sekali Hek Sat Sin mentjari gara², untuk menjusahkan aku. Ia djuga telah melakukan beberapa perkara darah karena kegalakkannja itu. Kakakku berniat memberi adjaran, tetapi tanpa alasan, niat itu mesti dibekap sadja. Sekarang tibalah waktunja".

Tjeng Loen heran, hingga ia menatap saudara angkat itu dengan matanja terbuka lebar. Orang menjebutnja kakak dalam artian kakak perempuan — entjie.

„Eh, lao-hiatee, bagaimana? Kau masih mempunjai kakak ?” ia menanja tegas². „Dan kakakmu itu pun mengarti silat ?”

Sim Teng Yang bersenjum, ia mengangguk pula.

„Benar”, sahutnja. „Kakakku itu sutjikan diri dengan tetap memelihara rambutnja. Ia berdiam digunung Boe Ie San dipropinsi Hokkian, mendjadi murid So In Taysoe. Duapuluh tahun lamanja ia tinggal digunung itu. Ketika dulu kita angkat saudara, kakakku belum pulang, dan aku pun tidak ingat menjebutnja, maka kau djadi tidak dapat tahu”.

Tjeng Loen mau pertjaja Teng Yang punja saudara perempuan, tetapi ia sangsikan kepandaian entjienja itu, tidak perduli So In Taysoe adalah ketua dari Boe Tong Pay dan sangat terkenal dan muridnja mestinja liehay. Ia bertjuriga sebab entjie itu hendak duduk djoli. Djarak dari rumah kekuil Tiauw Sin Bio itu dekat.

Hal jang aneh dimatanja piauwsoe dari Ban Seng Piauw Kiok itu masih ada lagi. Kalau djoli didatangkan pada djam sinsie, djam tiga atau empat lohor, maka pada djam yoe_sie, lima atau enam magrib, dua budak perempuan muntjul dari dalam rumah, menghampiri djoli hidjau itu. Keduanja lantas bekerdja. Djoli itu ditjutji, disikat dan digosok sehingga habislah debu dan kotorannja. Setelah itu, tiga batang hio dupa dinjalakan, dipasang didalam djoli itu. Harumnja dupa itu tersebar sampai djauhnja lebih dari duapuluh tindak !

Tjeng Loen mengawasi dengan melongo.

„Sungguh aneh !” katanja didalam hati-ketjilnja. „Seorang wanita kang_ouw begini resik? Kalau begitu, mana dapat dia berkelahi, beradu tangan dengan sembarang orang?”

Teng Yang tampak roman orang jang bersangsi itu, ia tertawa.

„Kau tidak tahu, saudaraku”, katanja mendjelaskan. „Kakakku itu telah sangat terpengaruh So In Taysoe, hingga iapun mentjontoh tabiat aneh dari gurunja itu. Biasanja mereka tidak suka”