Halaman:Wayang Cina - Jawa di Yogyakarta.pdf/38

Halaman ini tervalidasi

4. Paramakawi. Artinya, dalang harus menguasai kata, kalimat, istilah dalam bahasa kawi (kuna), yang kemudian kata-kata kawi tersebut diurailcan, diartikan dengan kata sinonim, pada kata (dasanama).

5. Paramasastra. Dalang harus mengerti beberapa buku (yang berisi tentang ceritera wayang), atau huruf, untuk mengetahui jalan ceritera.

6. Apabila dalang mewayang, jangan sampai merubah ceritera pokok. Selama pertunjukan berlangsung, jangan sampai kelebihan waktu karena kekurangan ceritera, dan jangan sampai kekurangan waktu hingga terlalu siang baru selesai.

7. Seorang dalang apabila mewayang jangan sampai ke luar dari ceritera pokok, ceritera utama di atas layar. Selain itu juga jangan membuat lawaka.n yang melebihi batas kesopanan, jangan menyinggung perasaan penonton sehingga menimbulkan kericuhan.

8. Renggep. Artinya, sempuma. Jangan sampai mengecewakan, jangan sampai dalang membenci atau menyayangi salah satu tokoh wayang.

9. Sabet. Artinya apabila dalang memegang wayang, jangan sampai nampak kaku. Jangan sampai memegang bagian kulit apabila sedang berperang.

C.Alat-alat perlengkapan pertunjukan.

Adapun alat-alat perlengkapan pertunjukan wayang Cina - Jawa, tak ada perbedaannya dengan yang dipergunakan untuk pertunjukan wayang kulit Jawa. Terdiri dari :
Kelir. Yaitu tirai atau layar kain putih. Di tepi kiri-kanan, atas bawah tirai diberi sisi-sisi warna merah atau wama lain. Fungsi kelir sebagai dekor yang jika diberi api atau lampu penerang, akan menghasilkan gambaran bayang-bayang (silhouette) di sebalik layar. Ukuran kelir, pada umumnya ialah 130 x 390 cm. Kelir yang dibliat oleh Gan Thwan Sing, khusus untuk pertunjukan wayang Cina - Jawa, diberi tulisan di tengah sisi bawah. Tulisan itu memakai aksara Latin. Berupa kalimat dalam bahasa Melayu, dengan titimangsa:

"Terbikin oleh Gan Thwan Sing - Djogja, 27 Nov. 1942".

31