Himpunan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia/Bab 9




PERATURAN TATA TERTIB

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

(Hasil Pemilihan Umum Tahun 1971)

KEPUTUSAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

No. 7/DPR-RI/III/71-72

tentang

PERATURAN TATA-TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Dalam rapat Pleno terbuka ke-10 pada tanggal 8 Januari 1972. Menimbang:

  1. Bahwa dengan terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat hasil Pemilihan Umum tahun 1971, maka Peraturan Tata-tertib DPR-GR. sudah tidak berlaku lagi.
  2. Bahwa perlu ditetapkan suatu Peraturan Tata-Tertib yang mengatur cara-cara menghayati kedudukan, fungsi, tugas, wewenang tanggung jawab beserta alat-alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan asas-asas Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

Mengingat:

  1. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menekankan bahwa kerakyatan harus dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
  2. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 2 ayat (3) yang menekankan bahwa segala putusan ditetapkan dengan suara terbanyak, Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1), yang menghendaki kerja sama antara Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat dalam membentuk sesuatu Undang-undang.
  3. Ketetapan MPRS No. XXXVII/MPRS/1968 tentang Pedoman Pelaksanaan Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
  4. Undang-undang No. 15/1969 tentang Pemilihan Umum dan Undang-undang No. 16/1969 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. 5. Keputusan Rapat Pleno Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 29 Oktober 1971, dan 22 Nopember 1971.

Mendengar :

Laporan Panitia Khusus Penyusun Peraturan Tata-tertib Dewan Perwakilan Rakyat tanggal 2 Nopember 1971 telah mendapat mandat penuh untuk menyusun Peraturan Tata-Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia hasil Pemilihan Umum tahun 1971.

MEMUTUSKAN

Menetapkan:

Peraturan Tata-Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia hasil Pemilihan Umum tahun 1971 seperti di bawah ini :

BAB I.

KETENTUAN UMUM

Pasal I.

(1) Perwakilan Rakyat yang dimaksud dalam Peraturan Tata-tertib ini ialah Dewan Perwakilan Rakyat hasil Pemilihan Umum yang mulai berfungsi pada tanggal 28 Oktober 1971.

(2) Dewan Perwakilan Rakyat dalam melakukan tugasnya berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

(3) Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat adalah wakil-wakil Rakyat dan dalam melaksanakan tugasnya sungguh-sungguh memperhatikan kepentingan Rakyat.

BAB II.

KEDUDUKAN TUGAS DAN WEWENANG

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Pasal 2.

( 1) Dewan Perwakilan Rakyat adalah Lembaga Negara yang bertanggung jawab dan berwenang untuk menjalankan tugas-tugas utama sebagai berikut: a. Bersama-sama dengan Pemerintah menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sesuai dengan pasal 23 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya. b. Bersama-sama dengan Pemerintah membentuk Undang-undang sesuai dengan pasal 5 ayat (1), pasal 20. pasal 21 ayat (l}, pasal 22 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya.

c. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan Undang-undang, pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan kebijaksanaan Pemerintah sesuai dengan jiwa Undang-undang Dasar 1945 dan penjelasannya.

(2) Pelaksanaan tersebut dalam pasal 2 ayat (1) diatur dalam Bab IV, VI, VII, VIII, IX, X, XI, dan XV Peraturan Tata-tertib ini.

BAB III.

KEANGGOTAAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Pasal 3.

(1) Untuk dapat menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Warganegara Republik Indonesia yang telah berusia 21 tahun serta bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. Dapat berbahasa Indonesia dan cakap menulis dan membaca huruf latin;

c. Setia kepada Pancasila sebagai Dasar dan Ideologi Negara, kepada Undang-undang Dasar 1945 dan kepada Revolusi Kemerdekaan bangsa Indonesia untuk mengemban Amanat Penderitaan Rakyat;

d. Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya atau bukan seseorang yang terlibat langsung ataupun tak langsung dalam "Gerakan Kontra Revolusi G.30-S/PKI" atau organisasi terlarang lainnya;

e. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan Pengadilan yang tidak dapat diubah lagi;

f. Tidak sedang menjalani pidana penjara atau kurungan berdasarkan keputusan Pengadilan yang tidak dapat diubah lagi karena tindak pidana yang dikenakan ancaman hukuman sekurang-kurangnya 5 tahun;

g. Nyata-nyata tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya.

(2) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat harus bertempat tinggal di dalam wilayah Republik Indonesia.

( 3) Keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat diresmikan dengan Keputusan Presiden.

Pasal 4.

Masa keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat adalah 5 (lima) tahun, mereka berhenti bersama-sama setelah masa keanggotaannya berakhir.

Pasal 5.

(1) Seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhenti antar-waktu sebagai anggota karcna sebab-sebab:

  1. meninggal dunia;
  2. atas permintaan sendiri secara tertulis kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat;
  3. bertempat tinggal di luar wilayah Negara Republik Indonesia;
  4. tidak memenuhi lagi syarat-syarat tersebut dalam pas al 3 ayat (1) berdasarkan keterangan yang berwajib ;
  5. dinyatakan melanggar sumpah/janji sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat;
  6. diganti oleh Organisasi/Golongannya, setelah terlebih dahulu bermusyawarah dengan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat;
  7. karena merangkap dengan jabatan: Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Jaksa Agung, Ketua clan Hakim-hakim Anggota Mahkamah Agung, Ketua dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Ketua dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung dan jabatan lain yang tidak mungkin dirangkap, yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

(2) Anggota yang berhenti antar-waktu seperti tersebut pada ayat (1) pasal ini, tempatnya diisi oleh:

  1. calon dari organisasi yang bersangkutan;
  2. calon dari Pejabat baik atas usul instansi/organisasi yang bersangkutan maupun atas prakarsa Pejabat itu

(3) Anggota yang menggantikan antar-waktu anggota lama, berhenti sebagai anggota pada saat anggota yang digantikannya itu seharusnya meletakkan jabatan.

(4) Pemberhentian anggota krena tidak memenuhi lagi syarat yang tersebut dalam pasal 3 ayat (1) huruf c, d, f, dan karena alasan tersebut pada ayat (1) huruf e pasal ini adalah pemberhentian tidak dengan hormat.

(5) Pemberhentian anggota Dewan Perwakilan Rakyat disesuaikan dengan Keputusan Presiden.

Pasal 6.

(1) Sebelum memangku jabatannya, anggota Dewan Perwakilan Rakyat bersama-sama diambil sumpah/janjinya menurut agamanya masing-masing oleh Ketua Mahk.amah Agung dalam rapat paripurna terbuka Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Ketua Dewan Perwakilan Rakyat atau anggota Pimpinan lainnya mengambil sumpah/janji anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang belum diambil sumpah/janjinya oleh Ketua Mahkamah Agung menurut ayat (1) pasal ini.

Pasal 7.

Bunyi sumpah/janji dimaksud dalam pasal 6 adalah sebagai berikut: "Saya bersumpah (menerangkan dengan sungguh-sungguh) bahwa saya untuk menjadi anggota (Ketua/Wakil Ketua) Dewan Perwakilan Rakyat langsung atau tidak langsung dengan nama atau dalih apapun tiada memberikan atau menjanjikan ataupun akan memberikan sesuatu kepada siapapun juga.

Saya bersumpah (berjanji), bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jahatan ini tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian.

Saya bersumpah {berjanji) bahwa saya senantiasa menjunjung tinggi Amanat Penderitaan Rakyat, bahwa saya akan taat dan akan mempertahankan Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara, Undang-Undang serta peraturan-peraturan lain yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia; bahwa saya akan berusaha sekuat tenaga memajukan kesejahteraan Rakyat Indonesia dan bahwa saya akan setia kepada Nusa, Bangsa dan Negara Republik Indonesia".

BAB IV.

HAK-HAK ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Ketentuan Umum.

Pasal 8.

(1) Untuk melaksanakan tugas dan wew~nang Dewan Perwakilan Rakyat tersebut dalam pasal 2, anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak-hak sebagai berikut:

a. mengajukan pertanyaan bagi masing-masing anggota; b. meminta keterangan (interpelasi),

c. mengadakan penyelidikan (angket),

d. mengadakan perobahan (amandemen),

e. mengajukan pernyataan pendapat,

f. mengajukan/menganjurkan seseorahg jika ditentukan oleh sesuatu perundang-undangan.

(2) Mengenai hak mengajukan Rancangan Undang-undang Usul Inisiatif diatur dalam BAB X tentang Pembentukan Undang-undang dan Penyelesaian Usul-usul.

Mengajukan pertanyaan bagi masing-masing anggota.

Pasal 9.

(1) Setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat secara perseorangan maupun bcrsama-sama dapat mengajukan pcrtanyaan-pertanyaan kepada Presiden.

(2) Pertanyaan itu harus disusun singkat serta jelas dan disampaikan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dengan tertulis.

(3) Apabila dipandang perlu Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dapat merundingkan dengan penanya tentang isi, bentuk dan sifat pertanyaan itu.

(4) Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat setelah meneruskan pertanyaan-pertanyaan itu kepada Presiden dengan disertai permintaan agar supaya mendapat jawaban dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, memperbanyak pertanyaan-pertanyaan tersebut untuk dibagikan kepada para Anggota.

(5) Sebelurn disampaikan kepada Presiden, pertanyaan-pertanyaan itu tidak dapat diumumkan.

Pasal 10.

(1) Apabila jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tersebut pada pasal 9 oleh Presiden disampaikan dengan tertulis, maka tidak diadakan pembicaraan dcngan lisan.

(2) Penanya dapat meminta supaya pertanyaan dijawab dengan lisan. Apabila Presiden memenuhi perrnintaan itu, maka penanya dalam rapat yang ditentukan untuk itu dapat mengemukakan lagi dengan singkat penjelasan tentang pertanyaannya, supaya Presiden dapat memberikan keterangan yang lebih luas tentang soal yang terkandung di dalam pertanyaan itu, ·

368
Meminta keterangan (interpelasi).

Pasal 11.

(1) Sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) orang anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang tidak hanya terdiri dari satu Fraksi dapat mengajukan usul kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk meminta keterangan kepada Presiden tentang sesuatu kebijaksanaan Pemerintah.

(2) Usul tersebut pada ayat (1) pasal ini harus disampaikan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat, disusun secara singkat, jelas dan ditanda-tangani oleh para pengusul.

(3) Oleh Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat usul itu kemudian diberi nomor pokok.

Pasal 12.

(l) Dalam rapat pleno berikutnya Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat memberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat tentang masuknya usul permintaan keterangan kepada Pemerintah, Usul tersebut kemudian diperbanyak dan disampaikan kepada para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Dalam rapat Badan Musyawarah kepada para pengusul diberi kesempatan untuk memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan dari pada usul permintaan keterangan tersebut, jika perlu dengan mengadakan tanya-jawab, Kemudian Badan Musyawarah menentukan hari dan waktu bilamana usul tersebut dibicarakan dalam rapat pleno.

(3) Dalam suatu rapat pleno para pengusul memberikan penjelasan. Keputusan apakah usul permintaan keterangan kepada Pemerintah tersebut disetujui atau ditolak untuk menjadi permintaan keterangan Dewan Perwakilan Rakyat ditetapkan dalam rapat pleno itu atau pada rapat pleno yang lain.

Pasal 13.

(1) Selama suatu usul permintaan keterangan belum diputuskan menjadi permintaan keterangan Dewan Perwakilan Rakyat, para pengusul berhak mengajukan perubahan atau menariknya kembali.

(2) Pemberitahuan tentang perubahan atau penarikan kembali disampaikan dengan tertulis kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat, dan harus ditanda-tangani oleh para pengusul, kemudian diperbanyak dan disampaikan kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Apabila jumlah penanda-tangan suatu usul permintaan keterangan yang belum memasuki pembicaraan tingkat I ternyata menjadi kurang dari 30 (tiga puluh) orang anggota maka harus diadakan penambah an penanda-tangan hingga jumlahnya menjadi sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) orang anggota dan yang tidak hanya terdiri dari satu Fraksi. Apabila sampai dua kali masa persidangan ketentuan ini tidak dapat dipenuhi, maka usul tersebut menjadi gugur.

Pasal 14.

(1) Apabila usul permintaan keterangan kepada Presiden, itu disetujui sebagai permintaan keterangan Dewan Perwakilan Rakyat, maka permintaan keterangan terscbut dikirim kepada Presiden dan Presiden diundang untuk memberikan keterangannya.

(2) Mengenai keterangan Presiden tersebut dalam ayat (1) pasal ini diadakan pembicaraan dengan memberikan kesempatan kepada pengusul maupun anggota-anggota lainnya untuk mcmberikan pendapatnya.

(3) Atas pendapat para pengusul dan para anggota lainnya, Presiden memberikan jawaban.

Pasal 15.

(1) Atas usul sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) orang anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang tidak hanya terdiri dari satu Fraksi, Dewan Perwakilan Rakyat dapat menyatakan pendapatnya terhadap jawaban Presiden tersebut.

(2) Untuk keperluan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal mi, dapat diajukan usul pernyataan pendapat yang diselesaikan menurut ketentuan-ketentuan dalam pasal 25 sampai dengan pasal 29 Peraturan Tata Tertib ini.

(3) Jika sesudah jawaban Presiden termaksud dalam pasal 14 ayat

(3) tidak diajukan sesuatu usul pernyataan pendapat, maka pembicaraan mengenai keterangan Presiden seperti tersebut pada pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) dinyatakan selesai oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

Mengadakan penyelidikan (Angket).

Pasal 16.

(1) Sesuai dengan ketentuan Undang-undang, sejumlah anggota yang tidak hanya terdiri dari satu Fraksi dapat mengusulkan untuk mengadakan penyelidikan mengenai sesuatu hal.

(2) Usul termaksud dalam ayat (1) harus dinyatakan dalam suatu perumusan, yang memuat isi yang jelas tentang hal yang harus diselidiki dengan disertai suatu penjelasan dan rancangan jumlah biaya.

(3) Usul itu disampaikan kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat secara tertulis dan harus ditanda-tangani oleh para pengusul.

Pasal 17.

Usul seperti termaksud dalam pasal 16 beserta penjelasan-penjelasan dan rancangan biaya, setelah diberi nomor pokok dan nomor surat oleh Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat, diperbanyak dan dibagikan kepada para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan dikirim kepada Presiden.

Pasal 18.

Sebelum dirundingkan dalam rapat Pleno, Badan Musyawarah menetapkan hari dan waktu pemeriksaan persiapan usul itu oleh Fraksi-fraksi.

Pasal 19.

(1) Selama suatu usul untuk mengadakan penyelidikan mengenai sesuatu hal belum disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, para pengusul berhak untuk mengadakan perobahan atau menariknya kembali.

(2) Pemberitahuan tentang perobahan atau penarikan kembali disampaikan dengan tertulis kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dan harus ditanda-tangani oleh para pengusul, yang kemudian setelah diperbanyak disampaikan kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Apabila jumlah penanda-tangan suatu usul untuk mengadakan penyelidikan mengenai sesuatu hal yang belum memasuki pembicaraan tingkat I, ternyata menjadi kurang dari jumlah yang dimaksud dalam pasal 16 ayat (1), maka harus diadakan penambahan penanda-tangan hingga jumlah mencukupi.

Apabila sampai dua kali masa persidangan jumlah penanda-tangan yang diperlukan tidak dapat dipenuhi, maka usul yang bersangkutan menjadi gugur.

Pasal 20.

(1) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat memutuskan menerima baik usul itu, maka Dewan Perwakil.an Rakyat membentuk Panitia Penyelidikan yang sekurang-kurangnya terdiri dari 10 (sepuluh) orang dan menentukan jumlah biayanya.

(2) Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengadakan penyelidikan mcnentukan juga masa-kerja Panitia Penyelidikan yang bersangkutan.

(3) Atas perrnintaan Panitia tersebut ayat (1) pas al ini, masa kerjanya dapat diperpanjang/diperpendek oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 21.

(1) Tiap-tiap bulan Panit ia Perryelidikan harus memberikan laporan tertulis kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Laporan itu setelah oleh Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat diber:i nomor pokok dan nomor surat, diperbanyak serta dibagikan kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Atas usul 10 (sepuluh) orang anggota Dewan Pcrwakilan Rakyat laporan berkala itu dapat dibicarakan dalam rapat Dewan Perwakilan Rakyat kecuali kalau Dewan Perwakilan Rakyat menentukan lain.

Pasal 22.

(1) Setelah selesai dengan pekerjaannya, Panitia Penyelidikan (Angket} memberikan 1aporan tertulis kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Laporan itu setelah oleh Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat diberi nomor pokok dan nornor surat, diperbanyak serta dibagikan kepada para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan kemudian dibicarakan dalam rapat Pleno, kecuali kalau Dewan Perwakilan Rakyat memutuskan lain.

(2) Dewan Perwakilan Rakyat mengambil keputusan atas laporan Panitia Penyelidikan tersebut dan menyampaikannya kepada Presiden.

Mengadakan Perobahan (Amandemen).

Pasal 23.

(1) Hak amandemen adalah hak Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengadakan perobahan-perobahan pada suatu Rancangan Undang-undang.

(2) Pokok-pokok usul amandemen dapat dikemukakan dalam pembicaraan tingkat II (Pemandangan Umum].

(3) Usul-usul amandemen secara nyata dan terperinci disampaikan dengan tertulis oleh Fraksi-fraksi dalam pembicaraan tingkat III, untuk dimusyawarahkan dan diambil keputusannya.

(4) Usul-usul amandemen pada ayat (3) pasal ini harus disertai penjelasan tertulis secara singkat dan disampaikan beberapa waktu sebelum rapat-rapat Komisi/Gabungan

Komisi/Panitia Khusus dimulai.

Pasal 24.

Pembicaraan amandemen dalam Komisi/Gabungan Komisi/Panitia Khusus dilakukan secara musyawarah untuk mufakat.

Jika terpaksa diambil keputusan berdasarkan suara terbanyak, maka yang dipungut suara adalah rumusan-rumusan baru hasil pendekatan dalam musyawarah.

Usul pernyataan pendapat

Pasal 25.

(1) Sekurang-kurangnya 30 (tigapuluh) orang anggota yang tidak hanya terdiri dari satu Fraksi dapat mengajukan sesuatu usul pernyataan pendapat dalam bentuk memorandum, resolusi atau mosi, baik yang berhubungan dengan soal yang sedang dibicarakan maupun yang mempunyai maksud tersendiri.

(2) Usul pernyataan pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disampaikan kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat disertai penjelasan tertulis,

(3) Dalam rapat yang berikut Ketua Dewan Perwakilan Rakyat/Ketua rapat memberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat tentang masuknya usu! tersebut.

Pasal 26.

Setelah oleh Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat diberi nomor pokok dan nomor surat, usul termaksud dalam pasal 25 diperbanyak serta dibagikan kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan dikirimkan kepada Presiden.

Pasal 27.

(1) Badan Musyawarah menetapkan hari dan waktu pembicaraan dalam rapat Pleno mengenai usul pernyataan pendapat itu.

(2) Dalam rapat Pleno yang telah ditetapkan di atas, para pengusul diberi kesempatan memberikan penjelasannya dengan lisan atas usul pernyataan pendapat itu.

(3) Pembicaraan mengenai sesuatu usul pernyataan pendapat dilakukan dalam dua babak pembicaraan, dengan memberikan kesempatan kepada:

  1. Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat lainnya untuk memberikan pemandangannya;
  2. Presiden untuk menyatakan penadpatnya.

Baik dalam rangka babak pembicaraan yang pertama maupun dalam babak yang terakhir, para pengusul memberikan jawaban atas pemandangan para anggota dan Presiden.

Pasal 28.

(1) Selama suatu usul pernyataan pendapat belum disetujui oleh Dewan Perwak ilan Rakyat, para pengusul berhak mengajukan perobahan atau menariknya kembali.

(2) Pemberitahuan tentang penarikan kembali atau perobahan disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dan ditanda-tangani olch para perigusul, kemudian diperbanyak serta disampaikan kepada para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.

(3) Apabila jumlah penanda-tanganan suatu usul pernyataan pendapat yang belum memasuki pembicaraan tingkat I tcmyata menjadi kurang dari 30 (tiga puluh), maka harus diadakan penambahan penanda-tangan sehingga jumlahnya sekurang-kurangnya menjadi 30 (tiga puluh} orang, yang tidak hanya terdiri dari satu Fraksi.

Apabila sampai 2 (dua) kali masa persidangan jumlah penandatangan yang dimaksud tidak dapat dipenuhi, maka usul yang bcrsangkutan menjadi gugur.

Pasal 29.

(1) Sebelum perundingan diadakan tentang rumusan usul, oleh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang anggota dapat diajukan usul amandemen.

(2) Usul amandemen tersebut pada ayat (1) pasal ini yang disertai penjelasan singkat, disampaikan secara tertulis kcpada Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Usul amandemen tersebut hanya dapat mengubah rumusan usul pernyataan pendapat kalau disetujui oleh pengusul pernyataan pendapat itu.

(4) Usul amandemen ini dimusyawarahkan diadakan sehelum rapat Pleno tingkat-IV.

Pasal 30·.

Pembicaraan ditutup dengan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat yang menerima baik atau menolak usul pernyataan pendapat tersebut.

Mengajukan/menganjurkan seseorang jika ditentukan

oleh suatu perundang-undangan.

Pasal 31.

(1) Apabila oleh sesuatu perundang-undangan ditentukan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat diwajibkan mengajukan/menganjurkan seseorang calon untuk mengisi sesuatu jabatan, maka pengajuan/penganjuran calon itu dibicarakan dalam Badan Musyawarah.

(2) Pengajuan/penganjuran seperti dimaksud ayat {1) pasal ini sekurang-kurangnya terdiri dari 2 ( dua) kali jumlah jabatan yang akan diisi.

(3) Rapat Pleno Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan calon-calon berdasarkan pertimbangan-pertimbangan Badan Musyawarah.

Pasal 22.

Calon yang telah ditetapkan oleh rapat pleno Dewan Perwakilan Rakyat disampaikan secara tertulis kepada Presiden.

BAB V.

FRAKSI-FRAKSI

Pasal 33.

(1) Yang dimaksud dengan Fraksi adalah pengelompokkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang merupakan pencerminan konstelasi pengelompokan politik dalam masyarakat yang terdiri dari unsur-unsur Golongan Politik dan unsur-unsur Golongan Karya.

(2) Fraksi-fraksi dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan effisiensi kerja para anggota dalam melaksanakan tugasnya sebagai wakil rakyat.

(3) Tiap-tiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat wajib menjadi anggota salah satu Fraksi.

(4) Atas dasar ayat (1) dan ayat (2) pasal ini di dalam Dewan Perwakilan Rakyat dibentuk:

a. Fraksi ABRI.,

b. Fraksi Demokrasi Pembangunan;

c. Fraksi Karya Pembangunan;

d. Fraksi Persatuan Pembangunan.

sebagaimana disebut di dalam lampiran I Peraturan Tata-tertib ini.

(5) Segala sesuatu tentang pengaturan Fraksi menjadi urusan sepenuhnya dari Fraksi masing-masing.

(5) Dewan Perwakilan Rakyat menyediakan sarana bagi kelancaran pekerjaan Fraksi-fraksi.

BAB VI.

PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Ketentuan Umum

Pasal 34.

(1) Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat merupakan satu kesatuan Pimpinan yang bersifat kolektif serta mencerminkan Fraksi-fraksi dalam Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat terdiri dari seorang Ketua dan 4 (empat) orang Wakil Ketua.

(3) Masa jabatan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat sama dengan masa kerja Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 35.

(1) Selama Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat belum ditetapkan maka musyawarah-musyawarahnya untuk sementara waktu dipimpin oleh anggota yang tertua usianya dan dibantu anggota yang termuda usianya, yang disebut Pimpinan Sementara musyawarah.

(2) Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dipilih dari dan oleh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Calon Ketua/Wakil Ketua diusulkan oleh para Anggota dalam satu paket.

(4) Setiap usul paket harus didukung sedikit-dikitnya oleh 30 (tiga puluh) orang anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

(5) Usul paket tersebut disampaikan kepada Pimpinan musyawarah secara tertulis dengan disertai daftar tanda-tangan para pengusul.

(6) Kepada para pengusul diberikan kesempatan untuk mengemukakan penjelasan atas usulnya melalui juru bicara masing-masing.

(7) Pemilihan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat diusahakan sejauh mungkin dengan musyawarah untuk mufakat sehingga merupakan keputusan secara bulat.

(8) Jika jumlah penanda-tangan terhadap satu usul paket atau terhadap paket-paket yang sama isinya telah melampaui jumlah suara terbanyak sebagaimana dimaksud oleh Undang-undang Dasar 1945, maka sebagai upaya untuk rnencapai musyawarah mufakat, Pimpinan musyawarah menanyakan pendapat para anggota yang tidak menandatangani paket-paket atau paket-paket yang sama isinya itu baik secara perseorangan maupun melalui kelompok.

Berdasarkan pendapat-pendapat itu, Pimpinan musyawarah menetapkan jenis paket dengan pendukung suara terbanyak tadi menjadi keputusan Dewan Perwakilan Rakyat.

(9) Apabila keputusan secara tersebut pada ayat (6) dan ayat (7) pasal ini tidak tercapai, maka pemilihan dilakukan dengan cara keputusan berdasarkan suara terbanyak sebagaimana diatur pada BAB XII Peraturan Tata-tertib ini.

(10) Apabila Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat sudah terpilih, maka Pimpinan Sementara menyerahkan Pimpinan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat yang terpilih.

Pasal 36.

Sebelum memangku jabatannya, Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat mengangkat sumpah/janji menurut ketentuan tersebut pada pasal 6 dan pasal 7 Peraturan Tata-tertib ini.

Pasal 37.

Apabila terjadi lowongan-lowongan jabatan Ketua/Wakil Ketua, maka Dewan Perwakilan Rakyat secepatnya mengadakan pemilihan dan pengisian lowongan/kekosongan tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang diberikan oleh Badan Musyawarah dengan mengingat pasal 34 ayat {1 ).

Pasal 38.

(1) Ketua dan Wakil-wakil Ketua bertugas penuh di Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Apabila Ketua berhalangan maka kewajibannya dilakukan oleh Wakil-wakil Ketua dan apabila Ketua dan Wakil-wakil Ketua berhalangan maka rapat dipimpin oleh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang tertua di antara yang hadir.

Tugas-tugas Pimpinan

Dewan Perwakilan Rakyat

Pasal 39.

Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat bertugas. 1. merencanakan dan mengadakan pembagian kerja antara Ketua dan Wakil-wakil Ketua Dewan Perwakilan umumkannya kepada rapat Dewan Perwakilan Rakyat;

  1. Memimpin rapat Dewan Perwakilan Rakyat sesuai dengan ketentuan-ketentuan Peraturan Tata-Tertib;
  2. menyimpulkan persoalan-persoalan yang dibicarakan dalam rapat Dewan Perwakilan Rakyat.
  3. Menjalankan keputusan-keputusan Dewan Perwakilan Rakyat;
  4. mengadakan konsultasi dengan Presiden setiap waktu diperlukan;
  5. menghadiri rapat-rapat Dewan Perwakilan Rakyat yang dianggap perlu;
  6. mencantumkan persoalan-persoalan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat dalam acara rapat Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat sedikit-dikitnya sekali dalam sebulan;
  7. bertanggung jawab ke dalam dan keluar.

Pasal 40.

(1) Ketua/Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat dalam mernimpin rapat-rapat hanya berbicara untuk menunjukkan duduk perkara yang sebenarnya atau mengembalikan permusyawaratan itu kepada pokok pembicaraan.

(2) Apabila Ketua/Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat hendak berbicara tentang hal yang hendak dimusyawarahkan, maka ia sementara meninggalkan tempat duduknya dan kembali sesudah habis berbicara. Dalam hal demikian jabatan Ketua rapat untuk sementara diatur sesuai dengan pasal 38 ayat (2).

BAB IV.

BADAN MUSYAWARAH

Kedudukan dan tugas-tugas Badan Musyawarah

Pasal 41.

(1) Badan Musyawarah Dewan Perwakilan Rakyat bersifat perrnanen dan bertugas:

a. menetapkan acara Dewan Perwakilan Rakyat untuk 1 (satu) tahun sidang atau 1 (satu) masa sidang atau sebagian dari suatu masa persidangan dan menetapkan ancar-ancar waktu penyelesaian suatu Rancangan Undang-undang, dengan tidak mengurangi hak rapat pleno Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengubahnya;
b. memberikan arah serta pertimbangan kebijaksanaan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dalam menentukan garis-garis kebijaksanaan yang menyangkut tugas pokok Dewan Perwakilan Rakyat, maupun mengenai tugas-tugas lainnya yang menyangkut kelancaran tugas pokok tersebut;
c. menentukan kebijaksanaan kerumahtanggaan Dewan Perwakilan Rakyat dan membentuk Panitia Rumah Tangga sebagai pelaksanaannya.

(2) Susunan keanggotaan Badan Musyawarah terdiri atas wakil-wakil Fraksi di mana seorang anggota Badan Musyawarah mewakili 10 (sepuluh) orang anggota Dewan Prewakilan Rakyat dengan perincian:

  1. Fraksi Karya Pembangunan diwakili: 26 orang anggota;
  2. Fraksi Persatuan Pembangunan diwakili: 9 orang anggota;
  3. Fraksi ABRI diwakili: 7 orang anggota;
  4. Fraksi Demokrasi Pembangunan diwakili: 4 orang anggota.

(3) Badan Musyawarah dipimpin oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat.

Rapat-rapat dan Pengambilan Keputusan Badan Musyawarah

Pasal 42.

(1) a. Rapat-rapat Badan Musyawarah untuk menentukan acara persidangan Dewan Perwakilan Rakyat dapat dihadiri oleh Ketua-ketua Komisi atau yang mewakilinya dan anggota Komisi atau Panitia Kerja antar Komisi yang dipandang perlu oleh Badan Musyawarah.

b. Ketua Komisi atau yang mewakilinya dan anggota yang diundang untuk hadir mempunyai hak untuk berbicara.

(2) Pengambilan keputusan dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam BAB XII Peraturan Tata-tertib ini, dan dalam hal penghitungan suara terjadi dua atau lebih pendapat yang mempunyai pendukung yang sama, maka Pimpinan Badan Musyawarah memberikan keputusan terakhir.

Panitia Rumah Tangga

Pasal 43.

(1) Badan Musyawarah membentuk Panitia Rumah Tangga sebagai pelaksana kebijaksanaan kerumahtanggaan Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Panitia Rumah Tangga beranggotakan 23 (dua puluh tiga) orang yang mewakili Fraksi-fraksi, dengan perincian:

  1. Fraksi Karya Pembangunan diwakili: 12 orang anggota;
  2. Fraksi Persatuan Pembangunan diwakili: 5 orang anggota;
  3. Fraksi ABRI diwakili: 4 orang anggota;
  4. Fraksi Demokrasi Pembangunan diwakili: 2 orang anggota;

(3) Keanggotaan Panitia Rumah Tangga tidak boleh dirangkap dengan keanggotaan Komisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Pimpinan Komisi-komisi lainnya.

(4) Pimpinan Panitia Rumah Tangga ditetapkan oleh Badan Musyawarah, terdiri dari seorang Ketua dan 3 (tiga) orang Wakil Ketua, yang mencerminkan Fraksi-fraksi.

(5) Tugas-tugas Panitia Rumah Tangga adalah:

a. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan kewajiban Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat.
b. memberikan pertimbangan kepada Badan Musyawarah untuk disampaikan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat mengenai:

  1. hasil pemeriksaan rancangan Anggaran Belanja Dewan Perwakilan Rakyat yang telah disiapkan oleh Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat.
  2. kebijaksanaan dan garis-garis umum organisasi tugas dan tatalaksana Sekretariat.
  3. pelancaran segala urusan kerumah-tanggaan Dewan Perwakilan Rakyat dan sarana untuk kelancaran tugas Anggota.
  4. pengangkatan, pemberhentian dan kesejahteraan pegawai Sekretariat.

(6) Dalam melakukan tugasnya Panitia Rumah Tangga bertanggung jawab kepada Badan Musyawarah. Laporan tertulis tentang pertanggungan jawab Panitia Rumah Tangga disampaikan kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat tiap masa persidangan.

BAB VIII.

KOMISI-KOMISI DAN PANITIA KHUSUS

Ketentuan Umum

Pasal 14.

(1) Komisi bersifat permanen dan bertugas dibidang perundang-undangan dan pengawasan.

(2) Setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat kecuali Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat hams menjadi Anggota dari salah satu Komisi.

(3) Dewan Perwakilan Rakyat pada tiap permulaan tahun sidang menentukan keanggotaan Komisi-komisi berdasarkan keseimbangan antara jumlah Komisi dan jumlah anggota Dewan Pewakilan Rakyat, kecuali Komisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang masa keanggotaannya sama dengan masa kerja Dewan Perwakilan Rakyat.

(4) Komposisi dan Anggota Komisi ditentukan pada tiap-tiap permulaan tahun sidang· sesuai dengan perimbangan jumlah keanggotaan dalam Fraksi.

(5) Fraksi dapat menugaskan seorang anggota Komisi lain untuk pengganti sementara anggota Komisi yang berhalangan.

(6) Untuk dapat melancarkan tugas Komisi, maka Komisi dapat membentuk satu atau lebih Panitia Kerja yang keanggotaannya berasal dari Komisi yang bersangkutan. Panitia Kerja ini bersifat temporer, dan dapat mengambil keputusan atas nama Komisi.

(7) Terhadap masalah-masalah yang ada hubungannya dengan beberapa Komisi dapat diadakan rapat Gabungan Komisi. Rapat Gabungan Komisi tersebut dapat membentuk Panitia Kerja antar Komisi yang keanggotaannya proporsionil. Panitia Kerja ini mempunyai hak seperti Komisi.

(8) Setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat menghadiri rapat-rapat Komisi yang bukan Komisinya dengan lebih dahulu memberitahukan kepada Pimpinan rapat.

(9) Komisi dibantu oleh sebuah Sekretariat.

Pimpinan

Pasal 45.

(1) Pimpinan Komisi terdiri dari atas seorang Ketua dan 4 (empat) orang Wakil Ketua, yang mencermninkan Fraksi-fraksi dan dipilih pada setiap permulaan tahun sidang kecuali Pimpinan Komisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

(2) Pimpinan Komisi dipilih dari dan oleh anggota Komisi, dalam rapat yang dipimpin oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Pimpinan Komisi merupakan satu kesatuan dan bersifat kolektif.

(4) Pembagian tugas di antara Pimpinan Komisi diatur sendiri berdasarkan tugas-tugas pokok Komisi.

Tugas-tugas pokok Komisi.

Pasal 46.

(1) Di bidang perundang-undangan:

  1. Mempersiapkan perumusan dan penyelesaian terhadap Rancangan Undang-undang sesuai dengan bunyi pasal 90 dan pasal 93 yang menjadi urusan Komisi masing-masing.
    1. Melakukan sesuatu tugas atas keputusan Dewan Perwakilan Rakyat;
    2. Mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat usul-usul Rancangan Undang-undang atas usul-usul dan laporan-laporan tentang soal-soal yang termasuk dalam urusan Komisi masing-masing;
    3. Mengusulkan kepada Badan Musyawarah hal-hal yang dianggap perlu untuk dimasukkan dalam acara Dewan Perwakilan.
    4. Mengadakan peninjauan-peninjauan yang dianggap perlu oleh Komisi yang anggarannya dibebankan kepada anggaran Dewan Perwakilan Rakyat, dengan ketentuan bahwa apabila ada perbedaan pendapat antara Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dan Komisi maka keputusan Badan Musyawarah yang menentukan.
    5. Mengadakan hearing dan public-hearing, tentang hal-hal yang termasuk dalam urusan Komisi masing-masing antara lain dengan jalan memperhatikan surat-surat yang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan menerima pihak-pihak yang berkepentingan.
  2. Memberikan bahan-bahan pemikiran kepada Komisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam kebijaksanaan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

(2) Di bidang pengawasan:

    1. Melakukan sesuatu tugas atas keputusan Dewan Perwakilan Rakyat;
    2. Membantu mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapai oleh Presiden dalam menjalankan Undang-undang dan kebijaksanaan yang termasuk dalam urusan Komisi masing-masing, dalam hal ini Komisi dapat mengambil kesimpulan;
3. Mengadakan hearing dan public-hearing tentang hal-hal yang termasuk dalam urusan Komisi masing-masing, antara lain dengan jalan memperhatikan surat-surat yang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan menerima pihak-pihak yang berkepentingan;

4. Mengadakan rapat kerja dengan Presiden untuk mendengarkan keterangannya atau mengadakan pertukaran pikiran tentang tindakan tindakan yang sudah atau akan dilakukan oleh Menteri-menteri yang bersangkutan, dalam hal ini Komisi dapat mengambil kesimpulan;

5. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan tertulis kepada Presiden dalam rangka rapat-kerja;

6. Mengusulkan kepada Badan Musyawarah hal-hal yang dianggap perlu untuk dimasukkan ke dalam acara Dewan Perwakilan Rakyat.

b. Mengadakan peninjauan-peninjauan yang dianggap perlu oleh Komisi yang anggarannya dibebankan kepada Anggaran Belanja Dewan Perwakilan Rakyat, dengan ketentuan bahwa apabila ada perbedaan pendapat antara Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dengan Komisi, maka Keputusan Badan Musyawarah yang menentukan.

c. Mengawasi pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang termasuk dalam urusan Komisi masing-masing.

Pasal 47.

Jumlah Komisi-komisi serta lapangan pekerjaan ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan menjadi lampiran II dari Peraturan Tata tertib ini.

Komisi Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara

Pasal 48.

(1) Tugas-tugas Komisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara adalah:

a. Dalam tahap persiapan penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara memberikan bahan-bahan pemikiran kepada Pemerintah, untuk dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan oleh Pemerintah dalam menentukan kebijaksanaannya.

Dalam hubungan dengan penyusunannya, akhirnya pemerintah sendiri yang melakukannya:

b. Memberikan pendapat kepada Dewan Perwakilan Rakyat mengenai Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanjar Negara yang diajukan oleh Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat;

c. Menampung dan membicarakan semua bahan-bahan mengenai Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yaitu bahan-bahan yang didapatkan dari:

1. Pemandangan umum para anggota Dewan Perwakilan Rakyat beserta jawaban Pemerintah;

2. pendapat-pendapat/saran-saran para anggota Badan Musyawarah;

3. Usul-usul dan keinginan dari masing-masing Komisi;

4. Usul-usul dan keinginan dari masing-masing Fraksi;

d. Meneliti perkembangan keuangan Negara dalam Keseluruhannya;

e. Mengawasi pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara setelah disusun oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan mengajukan pendapatnva atas Rancangan Tambahan dan Perobahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diajukan oleh Presiden;

f. Meneliti pertanggungan-jawab Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan memberikan pendapatnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat;

g. Memberikan pendapatnya mengenai hasil perneriksaan dari Badan Pemeriksa Keuangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Dalam rangka melaksanakan apa yang disebut ayat (1) pasal ini, Komisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dapat berhubungan semua Departemen dan Lembaga-lembaga Negara.

(3) Jumlah anggota Komisi Anggaran Pendapatan dan Belanja sebanyak 46 orang anggota terdiri dari:

Fraksi Karya Pembangunan: 26 orang anggota;

Fraksi Persatuan Pembangunan: 9 orang anggota;

Fraksi ABRI : 7 orang anggota dan Fraksi Demokrasi Pembangunan: 4 orang anggota;

(4) Pimpinan Komisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ditetapkan oleh sidang Pleno Dewan Perwakilan Rakyat, setelah Pimpinan terlebih dahulu memusyawarahkan dengan Pimpinan Fraksi.

Panitia Khusus

Pasal 49.

(1) Dewan Perwakilan Rakyat, jika menganggap perlu dapat membentuk suatu Panitia Khusus di antara anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk melakukan tugas-tugas tertentu antara lain dalam hal sesuatu Rancangan Undang-undang atau Rancangan Undang-undang Usul Inisiatif dari Dewan Perwakilan Rakyat yang harus diselesaikan dalam waktu singkat dan atau penyelesaiannya menyangkut beberapa Komisi.

(2) Panitia Khusus terdiri dari sekurang-kurangnya 5 (lima) orang anggota termasuk seorang Ketua, yang ditetapkan oleh Dewan Perwakian Rakyat atas usul Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat, setelah mendengar keinginan dari Fraksi-fraksi.

(3) Tiap-tiap pembentukan Panitia Khusus harus disertai ketentuan tentang tugas kewajibannya dan tentang lamanya waktu menyelesaikan tugas kewajiban itu.

(4) Ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi Komisi-komisi tentang rapat-rapat berlaku juga bagi Panitia Khusus.

(5) a. Hasil pekerjaan Panitia Khusus dilaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

b. Dewan Perwakilan Rakyat memutuskan cara mempergunakan hasil pekerjaan Panitia Khusus.

(6) Panitia Khusus dibubarkan setelah tugasnya dianggap selesai.

BAB IX.

PERSIDANGAN DAN RAPAT-RAPAT DEWAN PERWAKILAN

RAKYAT

Ketentuan Umum.

Pasal 50.

(1) Tahun Sidang Dewan Perwakilan Rakyat dimulai pada tanggal 16 Agustus dan diakhiri pada tanggal 15 Agustus tahun berikutnya. Apabila tanggal 16 Agustus jatuh pada hari libur, maka pembukaan Tahun Sidang dapat dilakukan pada hari kerja sebelumnya.

(2) Pada hari permulaan Tahun Sidang acara pokok adalah Pidato Kenegaraan Presiden di hadapan rapat Pleno Dewan Perwakilan Rakyat.

Persidangan/Rapat-rapat

Pasal 51.

(1) Tahun Sidang dibagi atas 4 (empat) masa-persidangan.

(2) Tiap-tiap masa persidangan meliputi masa-sidang dan masa-reses.

(3) Masa-masa persidangan ditetapkan oleh Badan Musyawarah dengan memperhatikan penyelesaian Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Tambahan/Perobahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tepat pada waktunya.

(4) Dalam hal Badan Musyawarah tidak dapat mengadakan rapat, Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat jika menganggap perlu, dalam masa reses dapat diadakan rapat-rapat/peninjauan.

Pasal 52.

(1) Ketua atau Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat membuka Sidang pada hari pertama suatu masa persidangan dengan pidato pembukaan Sidang dan menutup Sidang pada hari terakhir suatu masa sidang dengan pidato penutupan Sidang.

(2) Pidato pembukaan Sidang terutama menguraikan pekerjaan-pekerjaan yang dihadapi oleh Dewan Perwakilan Rakyat, sedang pidato penutupan Sidang terutama mengemukakan hasil-hasil pekerjaan Dewan Perwakilan Rakyat dalam masa-sidang yang bersangkutan.

Pasal 53.

(1) Rapat Pleno Luar Biasa dapat diadakan dalam masa reses, jika:

a. diminta oleh Presiden;

b. dikehendaki oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat, dengan persetujuan Badan Musyawarah.

c. diusulkan oleh sekurang-kurangnya 30 (tigapuluh) orang anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dengan persetujuan Badan Musyawarah.

(2) Dalam hal-hal yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini, Pimpinan

Dewan Perwakilan Rakyat mengundang anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk menghadiri Rapat Luar Biasa termaksud.

Pasal 54.

Waktu-waktu rapat Dewan Perwakilan Rakyat ialah:

a. pagi : Hari Senin sampai dengan Kamis jam 09.00 sampai jam 14.00;

Hari jum'at mulai jam 08.30 sampai jam 11.00;

Hari Sabtu mulai jam 09.00 sampai jam 12,30;

b. malam : mulai jam 19.30 sampai jam 23.00.

Pasal 55.

(1) Sebelum menghadiri rapat, setiap anggota menanda-tangani daftar hadir.

(2) Apabila daftar hadir telah ditanda-tangani oleh lebih dari separoh jumlah anggota sidang, maka Pimpinan membuka rapat.

(3) Jika pada waktu yang telah ditetapkan untuk pembukaan rapat jumlah anggota yang diperlukan belum juga tercapai maka Pimpinan menunda rapat selama-lamanya 1 (satu) jam.

(4), Jika pada akhir waktu pengunduran belum juga tercapai jumlah yang ditentukan pada ayat (2) pasal ini, maka Pimpinan membuka rapat.

(5) Untuk dapat mengambil keputusan diperlukan quorum sebagaimana diatur dalam BAB XII tentang Tata-cara Pengambilan Keputusan.

Pasal 56.

(1) Sesudah rapat dibuka, Sekretaris memberitahukan surat-surat masuk dan surat-surat keluar sejak rapat yang terakhir.

(2) Surat-surat masuk dan keluar, dibicarakan dalam rapat apabila dianggap perlu oleh rapat.

Permusyawaratan

Pasal 57.

(1) Anggota berbicara setelah mendapat ijin dari Ketua rapat, di tempat yang telah disediakan.

(2) Ketua rapat hanya dapat berbicara untuk menunjukkan duduk perkara yang sebenarnya atau untuk mengembalikan kepada pokok pembicaraan,

(3) Apabila Ketua rapat hendak berbicara tentang hal yang dirundingkan, maka ia menyerahkan pimpinan rapat kepada Anggota Pimpinan yang lain dan untuk sementara meninggalkan tempat duduknya.

(4) Pembicara tidak boleh diganggu selama berbicara,

Pasal 58.

(1) Pimpinan rapat mengadakan ketentuan mengenai lamanya para anggota berbicara.

(2) Bilamana pembicara melampaui batas waktu yang telah ditetapkan, pimpinan rapat memperingatkan pembicara supaya mengakhiri pembicaraannya, dan pembicara harus mentaati peringatan itu.

Pasal 59.

(1) Sebelum berbicara, para pembicara mendafrarkan nama terlebih dahulu ; pendaftaran tersebut dapat juga dilakukan oleh Fraksinya.

(2) Anggota yang belum mendaftarkan namanya sebagai termaksud dalam ayat (1) pasal ini, tidak berhak ikut berbicara, kecuali bila menurut pendapat pimpinan rapat ada alasan-alasan yang dapat diterima.

Pasal 60.

(1) Giliran berbicara diberikan menurut urutan permintaan.

(2) Untuk kepentingan permusyawaratan, Pimpinan rapat dapat mengadakan penyimpangan dari urutan berbicara yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini.

(2) Seseorang anggota yang berhalangan pada waktu mendapat giliran berbicara, dapat diganti oleh seorang anggota se-Fraksinya sebagai pembicara.

Pasal 61.

Setiap waktu dapat diberikan kesempatan interupsi kepada anggota untuk:

a. minta penjelasan tentang duduk perkara sebenarnya mengenai soal yang dibicarakan;

b. menjelaskan soal-soal yang menyangkut dirinya;

c. mengajukan usul prosedure mengenai soal yang sedang dibicarakan;

d. mengajukan usul untuk menunda sementara permusyawaratan.

Pasal 62.

Agar supaya dapat menjadi pokok permusyawaratan, maka suatu usul prosedure mengenai soal yang scdang dibicarakan dan usul menunda permusyawaratan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 61 huruf e dan d harus disokong oleh sekurang-kurangnya seorang anggota lain yang hadir, kecuali apabila usul itu diajukan oleh Pimpinan rapat.

Pasal 63.

(1) Seorang anggota yang diberi kesempatan mengadakan interupsi mengenai salah satu hal tersebut dalam pasal 61 tidak boleh melebihi waktu 10 (sepuluh) menit.

(2) Terhadap pembicaraan megenai hal-hal tersebut dalam pasal 61 huruf a dan b tidak diadakan perdebatan.

(3) Sebelum rapat melanjutkan permusyawaratan mengenai soalsoal yang menjadi acara rapat hari itu, jika dianggap perlu Pimpinan rapat dapat mengambil keputusan terhadap pembicaraan mengenai hal-hal tersebut dalam pasal 61 huruf c dan d.

Pasal 64.

(1) Penyimpangan dari pokok pernbicaraan, kecuali dalam hal-hal tersebut dalam pasal 61 tidak diperkenankan.

(2) Apabila seorang pembicara menyimpang dari pokok pembicara, maka Pimpinan rapat dapat memperingatkan dan meminta supaya kembali kepada pokok pembicaraan.

Pasal 65.

( 1) Apabila seorang pembicara dalam rapat mempergunakan katakata yang tidak layak, mengganggu ketertiban atau menganjurkan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan hukum. Pimpinan rapat dapat memberi nasehat dan memperingatkan supaya pembicara tertib kembali.

(2) Dalam hal demikian, Pimpinan rapat memberi kesempatan kepada pembicara yang bersangkutan untuk menarik kembali kata-kata yang menyebabkan ia diberi peringatan. Jika ia memenuhi permintaan Pimpinan rapat tersebut, maka kata-kata tidak dimuat dalam risalah, laporan atau catatan tentang perundingan itu dan dianggap sebagai tidak diucapkan.

Pasal 66.

( 1) Apabila seorang pembicara tidak memenuhi peringatan Pimpinan rapat sebagai tersebut dalam pasal-pasal 64 dan 65 ayat (1) atau mengulangi pelanggaran tersebut di atas, Pimpinan rapat dapat melarangnya meneruskan pembicaraan.

(2) Jika dianggap perlu, Pimpinan rapat dapat melarang pembicara yang dimaksud dalam pasal 65 ayat (1) untuk terus menghadiri rapat merundingkan soal yang bersangkutan.

(3) Jika anggota yang bersangkutan tidak dapat menerima keputusan Pimpinan rapat yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, maka kepada anggota itu diberi kesempatan berbicara selama-lamanya 10 (sepu luh) menit untuk memberikan penjelasan scperlunya dengan ketentuan,bahwa rapat tidak mengadakan perdebatan mcngenai penjelasan itu dan Pimpinan rapat langsung mengambil kcputusan tentang boleh atau tidaknya Anggota yang bersangkutan untuk terus menghadiri rapat.

Pasal 67.

(1) Apabila seorang anggota melakukan perbuatan yang mengganggu ketertiban rapat, Pimpinan rapat memperingatkan agar Anggota tersebut menghentikan perbuatan itu.

(2) Jika peringatan tersebut pada ayat (1) pasal ini tidak diindahkan, Pimpinan rapat dapat menyuruh Anggota ini untuk meninggalkan rapat.

{3) Apabila Anggota tersebut tidak mengindahkan perintah pada ayat (2) pasal ini, atas perintah Pimpinan rapat, ia dapat dikeluarkan dengan paksa dari ruangan rapat.

( 4) Yang dimaksud dengan ruangan rapat ialah ruangan yang dipergunakan untuk rapat termasuk ruangan untuk umum, undangan dan para tamu lainnya.

Pasal 68.

( 1) Apabila Pimpinan rapat menganggap perlu, maka ia boleh menunda rapat.

(2) Lamanya penundaan rapat tidak boleh melebihi waktu 24 (dua puluh empat) jam.

Sifat-sifat rapat.

Pasal 69.

( 1) Rapat-rapat Dewan Perwakilan Rakyat pada dasarya bersifat terbuka, kecuali rapat-rapat Badan Musyawarah.

(2) Dalam hal-hal tertentu dapat diadakan rapat tertutup.

Pasal 70.

(1) Rapat Pleno tertutup Dewan Perwakilan Rakyat dapat diadakan atas keputusan Rapat Pleno Dewan Perwakilan Rakyat atau Badan Musyawarah.

(2) Rapat-rapat Komisi/Gabungan Komisi/Panitia Khusus dapat diadakan tertutup atas keputusan Komisi/Gabungan Komisi/Panitia Khusus yang bersangkutan.

(3) Rapat-rapat tertutup hanya dihadiri oleh para anggota dan mereka yang diundang.

Pasal 71.

(1) Pada waktu rapat terbuka, jika Pimpinan rapat memandang perlu atau salah satu Fraksi atau Pemerintah meminta untuk dijadikan rapat tertutup maka Pimpinan rapat mempersilahkan para undangan dan peninjau meninggalkan rapat.

(2) Kemudian rapat memutuskan apakah permusyawaratan selanjutnya dilakukan dalam rapat tertutup.

Pasal 72.

(1) Pembicaraan-pernbicaraan dalam rapat tertutup adalah untuk tidak diumumkan, kecuali jika rapat memutuskan untuk mengumumkan seluruhnya atau sebagiannya.

(2) Atas usul Pimpinan atau salah satu Fraksi atau Pemerintah, rapat dapat pula memutuskan bahwa pembicaraan-pembicaraan dalam rapat tertutup bersifat rahasia.

(3) Penghapusan sifat rahasia itu dapat dilakukan terhadap seluruh atau sebahagian pembicaraan-pembicaraan.

(4) Rahasia itu harus dipegang oleh mereka yang berhubung dengan pekerjaannya kemudian mengetahui apa yang dibicarakan itu.

Risalah, Catatan dan Laporan

Pasal 73.

Untuk setiap rapat Pleno Dewan Perwakilan Rakyat serta pembicaraan dalam rapat gabungan segenap Komisi dibuat risalah resmi, yakni laporan tulisan cepat yang selain dari pada memuat semua pengumuman dan pembicaraan yang dilakukan dalam rapat memuat juga:

a. tempat dan acara rapat ;

b. hari/tanggal rapat dan jam permulaan serta penutupan rapat;

c. Ketua dan Sekretaris rapat;

d. nama-nama Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir;

e. nama-nama Menteri/Wakil Pemerintah yang hadir;

f. nama-nama pembicara dan pendapat masing-masing;

g. keterangan tentang keputusan/kesimpulan.

Pasal 74.

(1) Sesudah rapat selesai, maka selekas-lekasnya kepada Pimpinan rapat dan para pembicara yang bersangkutan, disampaikan risalah sementara rangkap dua untuk dikoreksi.

(2) Dalam tempo 4 (empat} hari sejak disampaikannya risalah sementara untuk setiap mengadakan pembicara yang bersangkutan mendapat kesempatan perobahan dalam bagian risalah yang memuat pidatonya, dan mengembalikan kepada Bagian Risalah.

( 3) Sesudah tempo yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini lewat, maka risalah resmi dibuat, dan setelah ditanda-tangani oleh Ketua rapat selekas-Iekasnya disampaikan kepada para anggota dan Pernerintah.

( 4) Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat mengambil keputusan, apabila timbul perselisihan tentang isi Risalah-risalah resmi.

Pasal 75.

(1) Pada permulaan pembicaraan tingkat III, Komisi/Gabungan Komisi/Panitia Khusus yang bersangkutan mcnunjuk seorang atau lebih di antara anggota-anggotanya sebagai Pelapor.

(2) Untuk setiap pembicaraan dalam Komisi/Gabungan Komisi/Panitia Khusus dibuat laporan singkat dan Catatan Scmentara oleh Sekretaris rapat.

(3) Laporan Singkat yang memuat kcsimpulan-kesimpulan/keputusan-keputusan rapat, dibuat segera setelah rapat selesai dan disampaikan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dan Pimpinan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat.

(4) Setelah Catatan Sementara dikoreksi oleh para pembicara, maka dibuat Catatan Tctap yang memuat :

a. tempat dan acara rapat;

b. hari/tanggal rapat dan jam permulaan serta penutupan rapat;

c. Ketua dan Sekretaris rapat :

d, nama-nama Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir ;

c. nama-nama Menteri/Wakil Pemerintah yang hadir ;

f. nama dan jabatan yang diundang dalam hearing/public-hearing;

g. nama-nama pernbicara dan pendapat masing-masing;

h. keterangan tentang keputusan-kesimpulan.

(5) Catatan Tetap yang dimaksud dalam ayat (4) pasal ini setelah ditanda-tangani oleh Ketua rapat dan Pelapor/Pelapor-pelapor diperbanyak dan disampaikan kepada para anggota Komisi/Gabungan Komisi/Panitia Khusus serta Menteri-menteri yang bcrsangkutan.

Pasal 76.

(1) Setelah pembicaraan tingkat III selesai, oleh Pelapor/para Pelapor bersama-sama Pimpinan Komisi/Gabungan Komisi/Panitia Khusus. dengan bantuan pegawai Sekretariat, segera dibuat. Laporan Komisi/ Gabungan Komisi/Panitia Khusus, yang memuat pokok-pokok dan kesimpulan pembicaraan-pembicaraan dalam Komisi/Gabungan Komisi Panitia Khusus.

(2) Di dalam laporan itu tidak dimuat nama-nama pembicara.

( 3) Laporan ini ditanda-tangani oleh Ketua rapat dan Pelapor/ Pelapor-pelapor yang bersangkutan.

Pasal 77.

( 1) Laporan Komisi/Gabungan Komisi/Panitia Khusus disampaikan kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam rapat Pleno.

(2) Setelah Laporan Komisi/Gabungan Komisi/Panitia Khusus disampaikan kepada rapat Pleno Dewan Perwakilan Rakyat, maka tugas Komisi dianggap selesai.

Pasal 78.

(1) Mengenai rapat-tertutup dibuat risalah atau atas instruksi Pimpinan rapat hanya dibuat catatan rapat tentang perundingan yang dilakukan.

(2) Pada risalah atau catatan rapat itu harus dicantumkan dengan jelas pernyataan mengenai sifat rapat:

a. "HANYA UNTUK YANG DIUNDANG", untuk rapat tertutup pada umumnya.

b. "RAHASIA", untuk rapat tertutup yang dimaksudkan dalam pasal 72 ayat (2).

(3) Rapat dapat mernutuskan, bahwa sesuatu hal yang dibicarakan dalam rapat tertutup tidak dimasukkan dalam laporan.

Kehadiran Presiden dan Menteri-menteri

Pasal 79.

(1) Dewan Perwakilan Rakyat dapat mengundang Presiden atau para Menteri untuk menghadiri rapat-rapat Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Apabila Presiden berhalangan hadir, maka ia diwakili oleh Menteri yang bersangkutan.

Pasal 80.

(1) Atas undangan Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden atau Menteri yang dikuasakan olehnya rnenghadiri rapat Dewan Perwakilan Rakyat.

(2} Undangan tersebut dalam ayat (1) pasal ini disampaikan kepada Presiden atau Menteri yang dikuasakan olehnya dengan mengemukakan persoalan yang akan dimusyawarahkan serta dengan memberikan waktu secukupnya untuk mempelajari persoalan tersebut.

(3) Tanpa mendapat undangan, para Menteri dapat pula mengunjungi rapat-rapat Pleno Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 81.

(1) Presiden dan para menteri mempunyai tempat duduk yang tertentu dalam ruangan rapat Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Pimpinan rapat mempersilahkan Presiden atau Menteri berbicara apabila setiap kali ia menghendakinya.

Cara mengubah Acara Rapat-rapat yang

sudah ditetapkan

Pasal 82.

Acara rapat yang sudah ditetapkan oleh Badan Musyawarah segera diperbanyak dan dibagikan kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelum acara tersebut berlaku.

Pasal 83.

Usul-usul perubahan mengenai acara yang sudah ditetapkan oleh Badan Musyawarah, baik berupa perobahan-perobahan waktu dan atau pokok-pokok pembicaraan baru yang hendak dimasukkan ke dalam acara, disampaikan secara tertulis kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk segera dibicarakan dalam rapat Badan Musyawarah, Dalam hal yang belakangan ini harus disebutkan pokok pembicaraan yang diusulkan dan waktu yang diminta untuk dimasukkan dalam acara.

Pasal 84.

( 1) Usul perobahan itu harus diajukan oleh salah satu Fraksi atau oleh Pimpinan Komisi/Gabungan Komisi/Panitia Khusus.

(2) Usul perobahan itu harus diajukan selambat-lambatnya 2 (dua) hari sebelum acara rapat yang bersangkutan mulai berlaku.

Pasal 85.

( l) Pada hari mulai berlakunya acara rapat , Badan Musyawarah membicarakan usul-usul perobahan acara yang masuk dalam waktu yang telah ditetapkan sebagai yang dimaksud dalam pasal 84, ayat (2).

(2) Apabila temyata tidak ada usul-usul masuk dalam waktu yang ditentukan itu, maka acara rapat-rapat yang telah ditetapkan oleh Badan Musyawarah berlaku terus.

Pasal 86.

Dalam keadaan yang memaksa, maka dalam rapat Pleno yang sedang berlangsung dapat diajukan usul perobahan acara oleh:

1. Presiden;

2. Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat;

3. Badan Musyawarah;

4. Salah satu Fraksi.

Undangan dan Peninjau rapat.

Pasal 87.

(1) Undangan ialah seseorang yang bukan anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam rapat atas undangan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Undangan dapat berbicara atas permintaan Pimpinan rapat.

(3) Undangan tidak mempunyai hak suara.

(4) Undangan wajib mentaati Tata-tertib Dewan Perwakilan Rakyat.

(5) Undangan duduk di tempat yang telah disediakan.

Pasal 88.

(1) Peninjau rapat ialah seseorang bukan anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang mengikuti rapat-rapat Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Para Peninjau harus mentaati segala ketentuan mengenai ketertiban yang diatur oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Para Peninjau dilarang menyatakan setuju atau tidak setuju, baik dengan perkataan maupun dengan cara lain.

(4) Para Peninjau duduk di tempat yang telah disediakan.

Pasal 89.

(1) Pimpinan rapat menjaga agar ketentuan dalam pasal 87 dan 88 diperhatikan dan memelihara suasana tertib.

(2) Apabila ketentuan-ketentuan ini dilanggar, maka Pimpinan rapat dapat meminta para Peninaju yang mengganggu ketertiban untuk meninggalkan ruangan rapat.

(3) Pimpinan rapat herhak mengeluarkan dari ruangan rapat dengan paksa Peninjau-peninjau yang tidak mengindahkan permintaan itu, kalau perlu dengan bantuan Alat Negara.

(4) Dalam hal terjadi apa yang dimaksud ayat (2) pasal ini, Pimpinan rapat dapat juga menutup rapat.

BAB X

PEMBENTUKAN UNDANG- UNDANG DAN

PENYELESAIAN USUL-USUL

Ketentuan Umum

Pasal 90.

(1) Semua Rancangan Undang-undang baik yang diajukan oleh Pemerintah maupun Rancangan Undang-undang Usul Inisiatif dan usul-usul lain sesudah diterima oleh Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat diberi nomor pokok, diperbanyak dan disampaikan kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Terhadap pembentukan Undang-undang dan penyelesaian usul-usul lain yang dimaksud ayat (1) pasal ini dilakukan pernbicaraan berturut-turut :

tingkat I - rapat Pleno terbuka;

tingkat II - rapat Pleno terbuka;

tingkat III - rapat Komisi ;

tingkat IV - rapat Pleno terbuka,

kecuali kalau Badan Musyawarah menentukan lain.

(3) Sebelum dilakukan pembicaraan tingkat II, III dan IV diadakan rapat-rapat Fraksi.

( 4) Apabila dianggap perlu oleh Badan Musyawarah maka pembicaraan tingkat III dimaksud dalam ayat (2) pasal ini dapat dilakukan dalam suatu Panitia Khusus seperti dimaksud dalam pasal 49 Peraturan Tata-tertib ini.

Pasal 91.

Pembicaraan tingkat I ialah:

Penjelasan dalam rapat Pleno terbuka atas Rancangan Undang-undang/Usul Inisiatif dan usul-usul lain oleh Pernerintah/para Pengusul seperti dimaksud pasal 90 ayat (1).