Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983/Penjelasan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
IvanLanin (bicara | kontrib)
IvanLanin (bicara | kontrib)
Baris 142:
 
=== Pasal 4 ===
 
Dalam undang-undang ini dianut pengertian penghasilan yang luas, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh seseorang atau badan merupakan ukuran yang terbaik mengenai kemampuan seseorang atau badan untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan Pemerintah guna membiayai kegiatan-kegiatannya baik yang rutin, maupun untuk pembangunan.
 
Ini merupakan salah satu sifat dari sistem Pajak Penghasilan ini yang bertujuan untuk memeratakan beban pembangunan. Setiap tambahan kemampuan ekonomis, dari mana pun datangnya, merupakan tambahan kemampuan untuk ikut memikul biaya kegiatan Pemerintah.
 
Pengertian penghasilan dalam undang-undang ini tidak terikat lagi pada ada tidaknya sumber-sumber penghasilan tertentu seperti yang dianut oleh undang-undang lama. Penghasilan itu dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, dapat dikelompokkan menjadi :
 
- penghasilan dari pekerjaan, yaitu pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti penghasilan dari praktek dokter, notaris, akuntan publik, aktuaris (ahli matematika asuransi jiwa) pengacara dan sebagainya;
 
- penghasilan dari kegiatan usaha, yaitu kegiatan melalui sarana perusahaan;
 
- penghasilan dari modal, baik penghasilan dari modal berupa harta gerak, seperti bunga, dividen, royalti, maupun penghasilan dari modal berupa harta tak gerak, sewa rumah, dan sebagainya; juga termasuk dalam kelompok penghasilan dari modal ini adalah penghasilan dari harta yang dikerjakan sendiri, misalnya penghasilan yang diperoleh dari pengerjaan sebidang tanah, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipakai dalam melakukan kegiatan usaha;
 
- penghasilan lain-lain, seperti menang lotere, pembebasan hutang dan lain-lain penghasilan yang tidak termasuk dalam kelompok lain.
 
Dilihat dari penggunaannya, penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi dan dapat pula ditabung, yang selanjutnya dipakai untuk memperoleh harta yang tidak terpakai habis sebagai konsumsi dalam satu tahun. Walaupun penghasilan itu dapat dikelompokkan, namun pengertian penghasilan tidak terbatas pada yang diperoleh dari sumber-sumber penghasilan tertentu.
 
Contoh-contoh yang disebut dalam undang-undang ini sekedar untuk memperjelas tentang pengertian penghasilan yang luas, dan tidak terbatas pada apa yang disebutkan oleh undang-undang ini.
 
==== Ayat (1) ====
 
'''Huruf a'''
 
Semua imbalan atau pembayaran dari pekerjaan dalam hubungan kerja yang dapat berupa upah, gaji, dan sebagainya, termasuk premi asuransi jiwa dan asuransi kesehatan yang dibayar oleh pemberi kerja. Pemberian gaji dalam bentuk natura tidak dimasukkan dalam pengertian penghasilan bagi penerima, seperti misalnya perumahan (kecuali di daerah terpencil, yang tidak tersedia rumah yang disewakan), kendaraan bermotor, dan sebagainya. Bagi pihak pemberi kerja, pengeluaran tersebut tidak boleh dikurangkan sebagai biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf d.
 
'''Huruf b'''
 
Honorarium yang dibayarkan kepada artis, olahragawan, pemberi ceramah seperti pada seminar-seminar internasional. Hadiah undian mencakup juga pengertian hadiah yang diberikan tanpa diundi.
 
'''Huruf c'''
 
Yang dimaksud dengan laba bruto usaha adalah penghasilan bruto yang diperoleh dari usaha. Laba bruto usaha ditambah penghasilan bruto lainnya sama dengan jumlah penghasilan bruto seluruhnya.
 
Dalam Surat Pemberitahuan Tahunan perlu dilaporkan laba bruto usaha dan pengurangan yang diperbolehkan oleh undang-undang ini.
 
Jadi tidak dimaksudkan, bahwa dalam Surat Pemberitahuan Tahunan hanya dilaporkan penghasilan kena pajak. Penambahan penghasilan lain-lain dan pengurangan biaya lain-lain terhadap laba netto dari usaha mencerminkan adanya apa yang disebut dalam dunia perpajakan sebagai kompensasi horisontal. Baik laba netto usaha maupun penghasilan lain-lain setelah dikurangi biaya yang bersangkutan dapat menjadi negatif.
 
Kompensasi horisontal semacam itu diperbolehkan dalam menghitung penghasilan kena pajak.
 
'''Huruf d'''
 
Apabila seorang Wajib Pajak menjual harta lebih dari harga sisa buku atau harga/ nilai perolehan pada saat penjualan, maka selisih harga tersebut merupakan penghasilan. Jika harta yang dijual itu bukan merupakan harta perusahaan dan telah dimiliki sebelum berlakunya undang-undang ini, penghasilan yang diperoleh adalah selisih antara harga penjualan dengan nilai jual pada saat undang-undang ini berlaku.
 
Demikian pula apabila sebuah badan usaha menjual kekayaan kepada pemegang saham misalnya berupa mobil dengan harga sebesar harga sisa buku Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) sedangkan di pasar harganya Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah), maka selisih sebesar Rp.4.000.000,- (empat juta rupiah) merupakan penghasilan bagi badan usaha tersebut dan bagi pemegang saham yang membeli itu, Rp. 4.000.000,- (empat juta rupiah) merupakan penghasilan.
 
'''Huruf e'''
 
Pengembalian pajak yang telah diperhitungkan sebagai biaya pada saat menghitung penghasilan kena pajak, misalnya Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang setelah ditetapkan kembali ternyata kelebihan bayar, maka kelebihan bayar tersebut adalah penghasilan.
 
'''Huruf f'''
 
Dalam pengertian bunga termasuk pula imbalan lain sehubungan dengan jaminan pengembalian hutang, baik yang dijanjikan maupun tidak.
 
'''Huruf g'''
 
Ketentuan ini mengatur tentang pengertian penghasilan berupa dividen, yaitu bagian keuntungan yang diterima oleh para pemegang saham atau pemegang polis asuransi.
 
Nama apapun yang diberikan atau dalam bentuk apa bagian keuntungan itu diterima tidak menjadi pertimbangan.
 
Termasuk dalam pengertian dividen adalah :
 
1) pembagian laba baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun;
 
2) pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetorkan;
 
3) pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran yang tidak berasal dari penilaian kembali harta perusahaan;
 
4) pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran yang tidak berasal dari penilaian kembali harta perusahaan;
 
5) apa yang diterima atau diperoleh karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan, yang melebihi jumlah setoran sahamnya;
 
6) pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang telah disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;
 
7) pembayaran atas tanda-tanda laba, termasuk apa yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda tersebut;
 
8) laba dari obligasi yang ikut serta dalam pembagian laba;
 
9) pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan.
 
Perlu ditegaskan di sini, bahwa dari apa yang disebut pada angka 1 sampai dengan angka 9 di atas dapat disimpulkan, bahwa pengertian dividen atau pembagian keuntungan perusahaan mencakup pengertian yang luas, yaitu setiap pembagian keuntungan perusahaan dengan nama dan dalam bentuk apapun.
 
Dalam praktek sering dijumpai pembagian/pembayaran dividen secara terselubung, misalnya dengan pengalihan harta perusahaan kepada pemegang saham atau peserta dengan penggantian harga di bawah harga pasar.
 
Selisih antara harga pasar dengan harga yang dibayar oleh pemegang saham adalah merupakan pembayaran dividen secara terselubung (lihat penjelasan ayat (1) huruf d).
 
Contoh : Suatu harta PT. A berupa mobil yang mempunyai harga sisa buku sebesar Rp.1.000.000,- sedangkan harga pasar sebesar Rp.5.000.000,-. Mobil tersebut dialihkan kepada pemegang saham B dengan penggantian sebesar harga sisa buku, yaitu Rp.1.000.000,-.
 
Disini terdapat pembayaran dividen secara terselubung sebesar Rp.4.000.000,-. Berdasarkan ketentuan ini PT. A harus memotong Pajak Penghasilan sebesar 15% x Rp.4.000.000,- = Rp.600.000,-.
 
Dalam pengertian dividen ini termasuk pula bagian keuntungan yang diterima oleh pengurus dan anggota koperasi. Pada tingkat koperasi, Sisa Hasil Usaha koperasi yang semata-mata berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh dan untuk kepentingan anggota tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan.
 
Oleh karena itu, bagi pengurus dan anggota koperasi, pembagian dan pengembalian Sisa Hasil Usaha koperasi yang diterimanya merupakan penghasilan yang dikenakan pajak. Apabila pembagian dan pengembalian Sisa Hasil Usaha yang diterima oleh masing-masing pengurus dan anggota koperasi tidak melebihi penghasilan tidak kena pajak, maka pembagian dan pengembalian Sisa Hasil Usaha koperasi tersebut tidak terkena pajak.
 
'''Huruf h'''
 
Yang dimaksud di sini adalah pembayaran royalti atau apapun namanya sehubungan dengan penggunaan hak seperti : hak paten/oktroi, lisensi, merek dagang, pola atau model, rencana, rahasia perusahaan, cara pengerjaan, hak pengarang dan hak cipta mengenai sesuatu karya di bidang kesenian atau ilmiah, termasuk karya film sinematografi.
 
Pada dasarnya pembayaran royalti terdiri dari tiga kelompok, yaitu pembayaran atas penggunaan :
 
1) hak atas harta tak berwujud : hak pengarang, paten, merek dagang, formula atau rahasia perusahaan;
 
2) hak atas harta berwujud : hak atas alat-alat industri, komersial dan ilmu pengetahuan;
 
3) jasa : pemberian informasi yang diperlukan mengenai usaha dan investasi pada umumnya, pengalaman di bidang industri, perniagaan dan ilmu pengetahuan pada khususnya; yang dimaksudkan dengan informasi di sini adalah informasi yang belum diungkapkan secara terbuka.
 
'''Huruf i'''
 
Ketentuan ini mengatur penghasilan uang sewa yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan penggunaan harta, baik harta gerak misalnya sewa pemakaian mobil dan sebagainya maupun penggunaan harta tak gerak, misalnya sewa rumah.
 
'''Huruf j'''
 
Contoh : tunjangan seumur hidup yang dibayar secara berkala.
 
'''Huruf k'''
 
Pembebasan hutang oleh pihak yang berpiutang merupakan penghasilan bagi pihak yang semula berhutang.
 
==== Ayat (2) ====
 
Sesuai dengan ketentuan dalam ayat (1) huruf f pasal ini bunga merupakan Obyek Pajak.
 
Tabungan masyarakat merupakan pula sumber dana bagi pelaksanaan pembangunan.
 
Dengan Peraturan Pemerintah, terhadap bunga deposito berjangka dan tabungan lainnya dapat dibebaskan dari pengenaan pajak dengan memperhatikan perkembangan moneter serta pelaksanaan pembangunan.
 
==== Ayat (3) ====
 
'''Huruf a'''
 
Harta hibahan atau bantuan yang diterima yang tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan dari pihak-pihak yang bersangkutan, tidak termasuk penghasilan.
 
Ini sebagai imbangan dari Pasal 9 ayat (1) huruf f yang mengatur, bahwa harta hibahan atau bantuan tidak boleh dikurangkan dari penghasilan pihak pemberi.
 
'''Huruf b'''
 
Warisan sebagai tambahan kemampuan ekonomis yang di terima ahli waris tidak merupakan Obyek Pajak, walaupun warisan itu jumlahnya besar.
 
Warisan sebagai Subyek Pajak, baru dikenakan pajak apabila warisan tersebut memberikan penghasilan, misalnya sewa yang diterima dari rumah warisan.
 
'''Huruf c'''
 
Pembayaran oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, misalnya karena kecelakaan, kerugian atau karena meninggalnya tertanggung, demikian juga penerimaan pembayaran bea siswa dari perusahaan asuransi tidak merupakan penghasilan. Dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c ditentukan, bahwa premi asuransi jiwa, kesehatan, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan, kecuali premi tersebut ditanggung oleh pemberi kerja.
 
'''Huruf d'''
 
Bila seorang pemberi kerja yang merupakan Wajib Pajak menurut pengertian undang- undang ini memberi kenikmatan berupa natura kepada karyawan atau orang lain yang ada hubungan pekerjaan, maka kenikmatan tersebut tidak dianggap sebagai penghasilan bagi pihak penerima. Yang dimaksud dengan kenikmatan dalam bentuk natura ialah suatu tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh tidak dalam bentuk uang, seperti kenikmatan mempergunakan mobil perusahaan dengan cuma-cuma, kenikmatan mendiami rumah yang disewa oleh perusahaan atau rumah milik perusahaan, pemberian beras dengan cuma-cuma, dan sebagainya.
 
Bagi pihak pemberi kerja jumlah tersebut tidak boleh dikurangkan sebagai biaya. Kenikmatan pemakaian rumah yang diberikan oleh Pemerintah kepada pegawai Pemerintah, Pejabat Negara dan Pejabat Lembaga Pemerintah non Departemen lainnya, tidak merupakan penghasilan bagi pihak yang bersangkutan.
 
Dalam pengertian Pemerintah termasuk Perusahaan Jawatan. Apabila yang memberi kenikmatan tersebut bukan Wajib Pajak menurut pengertian undang-undang ini, maka kenikmatan tersebut merupakan penghasilan bagi pihak yang menerima.
 
Contoh : Seorang pegawai bangsa Indonesia yang bekerja di salah satu perwakilan diplomatik, memperoleh kenikmatan menempati rumah yang disewa oleh perwakilan diplomatik tersebut atau kenikmatan-kenikmatan lainnya, maka kenikmatan-kenikmatan tersebut harus dimasukkan sebagai penghasilan bagi pegawai tersebut, sebab perwakilan diplomatik yang bersangkutan tidak merupakan Subyek Pajak. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendorong pembayaran oleh pemberi kerja kepada pegawai atau karyawannya dilakukan dalam bentuk uang, sehingga dengan demikian mempermudah pengenaan pajaknya.
 
'''Huruf e'''
 
Seseorang yang mengalihkan harta atau anggota persekutuan firma, perseroan komanditer, kongsi yang mengalihkan harta persekutuan untuk mendirikan Perseroan Terbatas dengan pembayaran berupa saham (inbreng), maka keuntungan berupa selisih antara harga sisa buku dengan nilai jual harta tersebut, tidak merupakan penghasilan, apabila setelah terjadinya pengalihan, pihak yang mengalihkan harta atau pihak-pihak yang mengalihkan harta secara bersama-sama, memiliki paling sedikit 90% (sembilan puluh persen) dari seluruh nilai saham disetor dari Perseroan Terbatas yang menerima pengalihan. Syarat 90% (sembilan puluh persen) tersebut harus dipenuhi pada saat terjadinya pengalihan yang bersangkutan.
 
'''Huruf f'''
 
Harta yang dialihkan kepada perseroan, persekutuan atau badan-badan lainnya sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal tidak dikenakan pajak pada saat pengalihan kepada perseroan itu, melainkan dikemudian hari, apabila harta itu dijual atau dialihkan lagi; oleh karena itu penilaian harta tersebut ketika perseroan menerima pengalihan harus sama dengan harga sisa buku pada saat pengalihan.
 
'''Huruf g'''
 
Dividen yang diperoleh atau diterima oleh perseroan dalam negeri dari perseroan lain, tidak dianggap sebagai penghasilan, apabila perseroan yang menerima tersebut tidak sekedar membungakan uang yang sedang tidak dipakai, melainkan pada dasarnya bersifat kekal dan kedua perseroan tersebut sebenarnya merupakan satu kesatuan jalur usaha. Dividen sebagai hasil pembungaan uang, sementara uang itu tidak terpakai, dikenakan pajak.
 
Contoh : PT. A pabrik tekstil, PT. B pabrik benang tenun. Antara PT. A dan PT. B ada hubungan ekonomis dalam jalur usahanya. PT. A memiliki 25% (dua puluh lima persen) dari saham yang disetor PT. B, maka dividen yang diterima atau diperoleh PT. A dari PT. B tidak termasuk dalam pengertian penghasilan.
 
Apabila badan yang menerima atau memperoleh dividen memiliki saham 25% (dua puluh lima persen) atau lebih dari nilai saham yang disetor, sedangkan kedua badan tersebut tidak mempunyai hubungan ekonomis dalam jalur usahanya, maka dividen yang diterima atau diperoleh tidak termasuk dalam pengecualian sebagai Obyek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini.
 
Contoh : PT. X pabrik tekstil. PT. Y pabrik minuman. PT. X memiliki 25% (dua puluh lima persen) dari saham yang disetor dari PT. Y. Antara PT. X dan PT. Y tidak terdapat hubungan ekonomis dalam jalur usahanya.
 
Oleh karena itu, dividen yang diterima atau diperoleh PT. X dari PT. Y tidak dikecualikan sebagai Obyek Pajak. Dengan perkataan lain, dividen yang diterima atau diperoleh PT. X dari PT. Y merupakan Obyek Pajak.
 
'''Huruf h'''
 
Iuran yang diterima oleh dana pensiun yang pembentukannya telah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan, baik yang dibayar secara berkala dan yang dibayar sekaligus oleh pemberi kerja maupun oleh Wajib Pajak sendiri tidak termasuk penghasilan yang dikenakan pajak.
 
'''Huruf i'''
 
Pengertian usaha yang semata-mata ditujukan untuk kepentingan umum adalah kegiatan usaha yang harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
 
1) kegiatan usaha harus semata-mata bersifat sosial dalam bidang keagamaan, pendidikan, kesehatan, dan kebudayaan;
 
2) kegiatan usaha harus semata-mata bertujuan membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat umum;
 
3) kegiatan usaha ini tidak mempunyai tujuan mencari laba.
 
Laba yayasan yang tidak termasuk pengertian penghasilan adalah tidak lain daripada kelebihan hasil usaha yang terjadi karena realisasi penerimaan melebihi realisasi biaya yang dikeluarkan dalam tahun pajak yang bersangkutan.
 
Laba ini tidak termasuk dalam pengertian Obyek Pajak menurut undang-undang ini, sepanjang laba tersebut semata-mata merupakan kelebihan hasil usaha sebagai diuraikan di atas, yang telah diperhitungkan untuk melakukan kegiatan sosial yayasan atau perkumpulan tersebut. Apabila pembayaran balas jasa yang diterima cukup tinggi sehingga kelebihan itu dibagikan kepada pengurus yayasan maka kegiatan yayasan itu tidak lagi semata-mata untuk kepentingan umum dan kelebihan tersebut merupakan bagian penghasilan yang dikenakan pajak.
 
'''Huruf j'''
 
Penghasilan yayasan dari modal yang ditanam di luar kegiatan yang semata-mata untuk kepentingan umum yang digunakan untuk membiayai kegiatan sosial yayasan, tidak merupakan Obyek Pajak. Misalnya suatu yayasan atau wakaf dalam membiayai kegiatan sosialnya menerima sumbangan. Kelebihan sumbangan yang diterima dari keperluan biaya kegiatan tersebut ditanam di luar kegiatan sosialnya. Hasil yang diperoleh dari penanaman modal ini sepanjang dipergunakan untuk membiayai kegiatan sosialnya, tidak merupakan Obyek Pajak.
 
'''Huruf k'''
 
Pembagian keuntungan yang diterima atau diperoleh anggota perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, firma, kongsi, dan persekutuan, tidak merupakan Obyek Pajak. Namun, undang-undang memberikan wewenang kepada Menteri Keuangan untuk mengenakan Pajak Penghasilan atas pembagian keuntungan tersebut di atas jika ketentuan ini disalahgunakan, sehingga dapat merugikan Keuangan Negara.
 
=== Pasal 5 ===