Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983/Penjelasan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
IvanLanin (bicara | kontrib)
IvanLanin (bicara | kontrib)
Baris 1.160:
 
=== Pasal 24 ===
 
==== Ayat (1) ====
 
Pajak Penghasilan luar negeri adalah pajak yang dipungut di luar negeri atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di sana, yang merupakan bagian dari seluruh penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan di Indonesia.
 
Pajak Penghasilan luar negeri yang dapat dikreditkan adalah Pajak Penghasilan yang dikenakan atas penghasilan luar negeri dari Wajib Pajak dalam negeri.
 
Dengan demikian, maka Pajak Penghasilan luar negeri yang dikenakan atas badan luar negeri yang membayarkan dividen tidak dapat dikreditkan atas pajak dari Wajib Pajak Indonesia yang menerima dividen itu. Dengan perkataan lain Pajak Penghasilan yang dikreditkan dari pajak yang terhutang di Indonesia hanya Pajak Penghasilan yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak dalam negeri yang bersangkutan.
 
Wajib Pajak dalam negeri dikenakan pajak atas semua penghasilan dari manapun diperoleh, termasuk penghasilan yang diperoleh dari sumber penghasilan di luar negeri.
 
Atas penghasilan yang diperoleh dari luar negeri tersebut, dengan sendirinya telah dikenakan pajak oleh negara asal penghasilan tersebut. Pajak Penghasilan yang telah dibayar di negara asing tersebut dapat dikreditkan terhadap seluruh Pajak Penghasilan yang terhutang, sepanjang mengenai tahun pajak yang sama.
 
Dengan perkataan lain, Pajak Penghasilan yang dibayar di luar negeri atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di sana dapat dikurangkan dari Pajak Penghasilan yang terhutang, untuk tahun pajak yang sama.
 
Contoh :
 
a. Seorang konsultan Indonesia A bekerja selama setahun di Philipina dan memperoleh imbalan (fee) dari jasa yang dilakukan di sana sebesar x.
 
Pajak yang dikenakan di Philipina atas fee tersebut misalnya 50% x X. Maka jumlah sebesar 50% x X tersebut dapat dikreditkan terhadap seluruh Pajak Penghasilan yang terhutang atas A.
 
b. Seorang pribadi B mendepositokan uangnya di salah satu bank di Inggris. Bunga deposito yang diterima sebesar Y. Tarif pajak atas bunga deposito di sana, misalnya sebesar 30%. Maka jumlah sebesar 30% x Y tersebut dapat dikreditkan terhadap seluruh Pajak Penghasilan yang terhutang atas B.
 
c. PT AB di Indonesia merupakan pemegang saham tunggal dari Z, Incorporated di Amerika. Misalnya Z, Incorporated memperoleh keuntungan sebesar ...US$ 100.000 Pajak Penghasilan atas Z, Incorporated (Corporate income tax) : 48% (US$. 48.000,-) ---------------------- US$. 52.000,- Pajak atas dividen misalnya 38% (US$. 19.760,-) ---------------------- Dividen yang dikirimkan ke Indonesia US$. 32.240,-
 
Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan terhadap seluruh Pajak Penghasilan yang terhutang atas PT AB adalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri, dalam contoh di atas yaitu jumlah sebesar US$. 19.760,-
 
Pajak Penghasilan (Corporate income tax) atas Z, Incorporated sebesar US$.48.000,- tidak dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terhutang atas PT AB, karena pajak sebesar US$. 48.000,- tersebut tidak dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh PT. AB dari luar negeri, melainkan pajak yang dikenakan atas keuntungan Z, Incorporated di Amerika.
 
==== Ayat (2) ====
 
Pajak Penghasilan luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terhutang adalah sebesar Pajak Penghasilan yang sebenarnya terhutang (untuk Wajib Pajak yang memakai Stelsel Akrual) dan telah dibayar (untuk Wajib Pajak yang memakai Stelsel Kas) di luar negeri, akan tetapi paling banyak sebesar hasil penerapan tarif pajak Indonesia, terhadap penghasilan luar negeri tersebut yang dihitung menurut undang-undang ini.
 
==== Ayat (3) ====
 
Ini merupakan penegasan bahwa penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, berasal dari sumber penghasilan di Indonesia (ketentuan tentang sumber penghasilan). Ketentuan tentang sumber penghasilan ini berlaku juga bagi beberapa jenis penghasilan lainnya yang ada kaitannya dengan penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, misalnya dalam hal penghasilan yang berkenaan dengan harta (berupa sewa), menurut ketentuan tentang sumber yang dianut oleh Pasal 26, penghasilan diperoleh di negara tempat harta itu dipergunakan. Jenis penghasilan lainnya berkenaan dengan harta tersebut misalnya dalam hal harta tersebut dijual, keuntungan dari penjualan harta tersebut merupakan penghasilan yang diperoleh di negara tempat harta itu berada atau dipergunakan, sebab di negara tersebut sewa itu dikenakan Pajak Penghasilan, jadi sumbernya berada di negara tempat menghasilkan sewa yang bersangkutan.
 
==== Ayat (4) ====
 
Misalnya apabila ternyata dalam tahun 1985 terdapat pengurangan atau pengembalian Pajak Penghasilan luar negeri mengenai Pajak Penghasilan luar negeri tahun 1984 sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah), maka pengurangan atau pengembalian pajak sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) tersebut ditambahkan pada Pajak Penghasilan yang terhutang tahun pajak 1985.
 
=== Pasal 25 ===
 
Ketentuan dalam pasal ini mengatur tentang pembayaran angsuran pajak oleh Wajib Pajak sendiri dalam tahun berjalan, yang mengandung pengertian-pengertian :
 
a. berapa besarnya angsuran; b. dasar penghitungan besarnya angsuran.
 
==== Ayat (1) ====
 
Untuk mempermudah pengertian, diberikan contoh penghitungan angsuran pembayaran pajak untuk tahun 1985 sebagai berikut :
 
Pajak Penghasilan yang terhutang tahun pajak 1984 Rp.10.000.000,- Dikurangi : a. Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pemberi kerja Rp. 3.000.000,- b. Pajak Penghasilan yang dipungut oleh pihak lain dari kegiatan usaha Rp. 2.000.000,- c. Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak lain atas penghasilan dari modal (sewa,bunga dsb). Rp. 500.000,- d. Kredit Pajak Penghasilan luar negeri Rp. 1.500.000,- --------------------- Rp. 7.000.000,- ---------------------- Selisih Rp. 3.000.000,- ===========
 
Selisih sebesar Rp. 3.000.000,- ini dibagi dengan banyaknya masa pajak dalam tahun 1985. Apabila masa pajak yang dipakai untuk melunasi pajak dalam tahun berjalan adalah satu bulan, maka dalam satu tahun pajak ada dua belas masa pajak, maka jumlah angsuran setiap masa pajak Rp.3.000.000,- =Rp.250.000,- ---------------------- 12 Ayat (2) Dengan dilakukannya pembaharuan undang-undang perpajakan ini, maka apabila Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib Pajak telah diisi sebagaimana mestinya, dan penghitungan pajak yang terhutang telah dilakukan dengan benar serta jumlah pajak yang terhutang itu telah dibayar lunas, maka tidak akan ada lagi ketetapan pajak yang akan dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
 
Apabila ada ketetapan pajak yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak, maka itu berarti, bahwa pajak yang terhutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan dan yang telah dibayar atau dilunasi oleh Wajib Pajak, ternyata kurang daripada yang seharusnya menurut undang-undang.
 
Oleh karena itu, apabila ada ketetapan pajak, maka pengertian Pajak Penghasilan yang terhutang pada dasarnya adalah berdasarkan ketetapan pajak itu. Kecuali apabila dalam tahun berikutnya penghasilan Wajib Pajak bertambah besar dan penghitungan pajak dilakukan dengan benar, maka Pajak Penghasilan yang terhutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan tahun yang berikutnya akan lebih besar.
 
Jumlah angsuran pajak dalam tahun berjalan sesudah itu yang dilunasi oleh Wajib Pajak sendiri adalah pajak menurut Surat Pemberitahuan Tahunan tahun berikutnya itu dibagi dua belas. Pada prinsipnya, dengan demikian, Pajak Penghasilan yang terhutang adalah jumlah Pajak Penghasilan yang diketahui dari tahun pajak yang terakhir.
 
Jika Pajak Penghasilan yang terhutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan yang disampaikan lebih kecil daripada pajak yang telah disetor selama tahun pajak yang bersangkutan dan oleh karena itu Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau permohonan untuk memperhitungkan dengan hutang pajak lain, sebelum diputus oleh Direktur Jenderal Pajak mengenai pengembalian atau perhitungan kelebihan tersebut, besarnya angsuran bulanan sama besar dengan bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan itu disampaikan. Setelah adanya keputusan Direktur Jenderal Pajak, maka angsuran dari bulan yang berikutnya, setelah tanggal keputusan itu, didasarkan atas jumlah pajak yang terhutang menurut keputusan tersebut. Apabila pajak yang terhutang menurut ketetapan atau Surat Pemberitahuan Tahunan terakhir mengandung kompensasi kerugian dari tahun-tahun sebelumnya, maka pajak yang menjadi dasar untuk menentukan besarnya angsuran dalam tahun berjalan, dihitung kembali berdasarkan pajak yang terhutang sebelum dilakukan kompensasi kerugian. Dalam hal ketetapan atau Surat Pemberitahuan Tahunan tidak ada, karena Wajib Pajak merupakan Wajib Pajak baru, maka pengaturan tentang besarnya angsuran sebagai perkiraan jumlah pajak yang akan terhutang, diatur dalam Peraturan Pemerintah berdasarkan ketentuan Pasal 27.
 
==== Ayat (3) ====
 
Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap masa pajak sedapat mungkin diusahakan sesuai dengan besarnya pajak yang terhutang untuk masa pajak yang bersangkutan. Untuk Wajib Pajak lembaga keuangan misalnya, besarnya angsuran ini adalah lebih sesuai jika didasarkan pada Laporan Keuangan terakhir, sedang Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha milik Daerah didasarkan pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja perusahaan tahun pajak yang bersangkutan.
 
Jenis usaha apa saja yang dapat menghitung besarnya angsuran pajak untuk setiap masa pajak dengan menggunakan dasar lain daripada Surat Pemberitahuan Tahunan atau Surat Ketetapan pajak terakhir akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
 
=== Pasal 26 ===
 
Pasal ini mengatur tentang pemotongan pajak bagi Wajib Pajak luar negeri, yang memuat hal-hal sebagai berikut:
 
a. dasar pemotongan pajak, adalah jumlah bruto dari pembayaran-pembayaran tersebut kepada Wajib Pajak luar negeri; b. tarif pajak, adalah 20% (dua puluh persen); c. sifat pemotongan, yaitu bahwa Pajak Penghasilan yang dipotong tersebut bersifat final.
 
Yang diwajibkan oleh undang-undang ini untuk memotong pajak adalah juga Wajib Pajak orang pribadi yang membayar atau terhutang bunga, dividen, dan sebagainya. Final berarti Wajib Pajak tidak lagi diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan hal mana berbeda dengan istilah rampung dalam sistem baru, yang berarti bahwa Wajib Pajak masih wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.
 
=== Pasal 27 ===
 
Dengan Peraturan Pemerintah diatur lebih lanjut pemenuhan kewajiban pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 23, dan Pasal 25, termasuk penerapan tarif rata-rata atas penghasilan berupa uang pesangon dan uang tebusan pensiun yang diterima atau diperoleh sekaligus.
 
=== Pasal 28 ===
 
Pajak Penghasilan yang telah dilunaskan dalam tahun berjalan baik yang dibayar oleh Wajib Pajak sendiri maupun yang dipungut atau dipotong oleh pihak lain, jumlah keseluruhannya dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terhutang.
 
Contoh : Pajak Penghasilan yang terhutang........................... Rp.10.000.000,- Kredit-kredit pajak : - pemotongan pajak dari pekerjaan berdasarkan Pasal 21 Rp. 1.000.000,- - pungutan pajak oleh pihak lain atas penghasilan dari usaha berdasarkan Pasal 22 Rp. 2.000.000,- - pemotongan pajak oleh pihak lain atas penghasilan dari modal berdasarkan Pasal 23 Rp. 1.000.000,- - Kredit pajak penghasilan luar negeri berdasarkan Pasal 24. Rp. 3.000.000,- - Pembayaran sendiri oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan berdasarkan Pasal 25 Rp. 2.000.000,- ---------------------- Jumlah Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan Rp. 9.000.000,- ----------------------- Pajak Penghasilan yang masih harus dibayar Rp. 1.000.000,- ============
 
=== Pasal 29 ===
 
Dalam contoh seperti dikemukakan pada penjelasan Pasal 28, maka kekurangan Pajak Penghasilan yang terhutang sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) harus dilunasi terlebih dahulu sebelum disampaikannya Surat Pemberitahuan Tahunan, selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga sesudah tahun pajak yang bersangkutan berakhir.
 
=== Pasal 30 ===
 
==== Ayat (1) ====
 
Setiap Surat Pemberitahuan Tahunan yang disampaikan oleh Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran atau penerimaan bruto Rp.60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) atau lebih, harus dilampiri dengan Laporan Keuangan.
 
==== Ayat (2) ====
 
Kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan, merupakan kewajiban untuk mewujudkan ketentuan-ketentuan tentang materi pengenaan pajak menjadi pembayaran uang pajak ke Kas Negara. Oleh sebab itu undang-undang ini menetapkan bahwa Surat Pemberitahuan Tahunan harus memuat data-data yang dapat dipakai sebagai dasar untuk menentukan besarnya Pajak Penghasilan yang terhutang, serta kekurangan atau kelebihan pembayaran pajak.
 
==== Ayat (3) ====
 
Pada prinsipnya setiap Wajib Pajak diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan. Kewajiban ini tidak berlaku bagi Wajib Pajak orang pribadi :
 
a. yang tidak mempunyai penghasilan lain dari pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, kecuali Wajib Pajak orang pribadi yang memperoleh penghasilan dari pekerjaan lebih dari satu pemberi kerja.
 
b. yang menerima atau memperoleh penghasilan netto yang tidak melebihi jumlah penghasilan tidak kena pajak, misalnya :
 
seorang Wajib Pajak kawin dengan tanggungan keluarga 3 (tiga) orang sedang isterinya tidak memperoleh penghasilan dari pekerjaan atau dari usaha, maka penghasilan tidak kena pajak adalah sebesar Rp. 2.880.000,- (dua juta delapan ratus delapan puluh ribu rupiah).
 
Apabila penghasilan netto sebesar Rp. 2.880.000,- (dua juta delapan ratus delapan puluh delapan ribu rupiah) atau kurang, maka ia tidak diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.
 
==== Ayat (4) ====
 
Dengan ketentuan ini dimaksudkan, bahwa Wajib Pajak yang telah menghitung dan membayar besarnya pajak yang terhutang secara benar berdasarkan ketentuan undang-undang ini, serta melaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan, kepadanya tidak perlu lagi diberikan Surat Ketetapan Pajak ataupun surat keputusan dari administrasi perpajakan.
 
==== Ayat (5) ====
 
Apabila diketahui kemudian, berdasarkan hasil pemeriksaan atau berdasarkan keterangan yang diperoleh lain daripada pemeriksaan, bahwa pajak yang dihitung dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan yang bersangkutan tidak benar, misalnya pembebanan biaya ternyata melebihi yang sebenarnya, maka Direktur Jenderal Pajak menetapkan besarnya pajak yang terhutang sebagaimana mestinya menurut Undang-undang.
 
=== Pasal 31 ===