Apa Sebab Turki Memisah Agama dari Negara?: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
turki memisah agama dari negara |
Hidayatsrf (bicara | kontrib) |
||
Baris 1:
<strong>APA SEBAB TURKI MEMISAH AGAMA DARI NEGARA ?</strong>
Zia Keuk Alp
Artikel saya yang sekarang ini haruslah dianggap oleh pembaca sebagai bahan-pertimbangan sahaja ditentang soal baik-buruknya, benar-salahnya, agama dipisahkan dari negara. Dalam
Hanya dengan baca banyak-banyak kitab yang tersebut di atas inilah kita, yang tidak ada kesempatan datang sendiri di negeri Turki buat mengadakan penyelidikan yang dalam, dapat menyusun satu "gambar" yang adil tentang hal-hal yang mengenai agama dan negara di sana itu. Sayang saya sendiri tiada cukup syarat-syarat untuk membeli semua kitab-kitab yang terpenting, dan perpustakaanpun di Bengkulu tidak ada. Siapakah di antara
Sebab, sebenarnya, orang yang tidak datang menyelidiki sendiri keadaan di Turki itu, atau tidak membuat studi sendiri yang luas dan dalam dari kitab-kitab yang mengenai Turki itu, tidak mempunyailah hak untuk membicarakan soal Turki itu di muka umum. Dan lebih dari itu: ia tidak mempunyai hak untuk menjatuhkan vonnis atas negeri Turki itu di muka umum. Saya sendiripun, yang di dalam prive-bibliotheek saya, kalau saya jumlah-jumlahkan, tidak ada lebih dari duapuluh kitab yang dapat membeli bahan kepada saya atas Turki-modern itu,
Sebab, – o, begitu mudah orang jatuh kepada fitnah terhadap kepada Turki-muda itu. Orang maki-makikan dia, orang kutuk-kutukkan dia, orang tuduh-tuduhkan dia barang yang bukan-bukan, zonder melihat keadaan dengan mata sendiri, zonder mempelajari lebih dulu kitab-kitab yang beraneka warna, zonder pengetahuan dari segala keadaan-keadaan di Turki-muda itu. Orang mengatakan ia menghapuskan agama, padahal ia tidak menghapuskan agama. Orang mengatakan pemimpin-pemimpin Turki-muda semuanya benci, mereka tak sedia mengorbankan jiwanya buat membela kepentingan agama.
Baris 18 ⟶ 17:
Orang mengatakan Islam di Turki sekarang semakin mati, padahal beberapa penyelidik yang obyektif, seperti Captain Armstrong, mengatakan, bahwa Islam di Turki sekarang menunjukkan beberapa "sifat-sifat yang segar".
Orang mengatakan bahwa Turki sekarang anti Islam, padahal seorang seperti Frances Woodsman, yang telah menyelidiki Turki sekarang itu, berkata: "Turki modern adalah anti-kolot, anti soal-soal lahir dalam hal ibadat,
Orang mengatakan bahwa Turki ini tidak mau menyokong agama, karena memisahkan agama itu dari sokongannya negara, padahal Halide Edib Hanoum, sebagai dulu sudah pernah saya sitir, adalah berkata bahwa agama itu perlu dimerdekakan dari asuhannya negara,
Begitu pula saya sudah mensitir perkataan menteri kehakiman Mahmud Essad Bey, yang mengatakan agama itu perlu dimerdekakan dari belenggunya pemerintah,
Ya, memang barangkali sudah bolehkah dikatakan secara adil,
bahwa
Pada saat yang mati-hidupnya bangsa Turki tergantung kepada kekuatan negara, maka Kamal Ataturk tidak mau sesuatu tindakan negara yang amat perlu, tidak dapat dijalankan oleh karena ulama-ulama atau Sheik-ul-Islam mengatakan makruh, atau haram, atau bagaimanapun juga. Pada saat yang bangsa Turki itu hendak dihantam hancur-lebur) oleh musuh-musuhnya, manakala ia tidak mempunyai alat kenegaraan yang maha-kuat dan senjata yang maha-modern, maka ia tidak mau ia punya usaha "mengharimaukan" negara itu dihalang-halangi oleh faham-faham Islam, pada hal sebenarnya bukan faham-Islam. Pada saat yang mati-hidupnya bangsa Turki itu tergantung kepada satu benang sutera, tergantung kepada cepatnya usaha memperkokohkan dan mempersenjatakan negara, maka ia tidak mau mendapat pengalaman seperti pengalaman Ibnu Saud, yang tidak dapat mendirikan tiang radio atau mengadakan elektrifikasi, karena rintangan-rintangan kaum jumud, yang selalu mencap makruh kepada , semua barang-barang-dunia yang baru, mencap haram kepada semua barang-barang yang belum tentu haram.
Baris 36 ⟶ 35:
Stalin-kah, yang beranggapan bahwa buat keperluan komunisme-sedunia perlu diperkokoh lebih dulu satu-satunya benteng komunisme yang telah ada, yakni Sovyet Rusia? Ataukah Trotsky, yang mengatakan, bahwa buat keperluan komunisme-sedunia itu, perlu dari sekarang dikerjakan dan diikhtiarkan revolusi dunia. Di dalam hal Stalin-Trotsky inipun kaum komunis boleh berdebat-debatan satu sama lain sampai pecah mereka punya urat-urat-muka, tetapi hanya sejarahlah nanti yang dengan fakta-fakta dapat menunjukkan, siapa yang benar, siapa yang salah, siapa yang durhaka, siapa yang setia kepada warisan Leninisme.
Tuan-tuan barangkali menanya: tidakkah syari'atul Islam telah mengatakan dengan nyata-nyata, bahwa agama itu mengatur negara pula, jadi bahwa agama menurut syari'at itu menjadi satu dengan negara? Akh, – di dalam hal inipun sebenarnya tidak ada ijmak yang bulat di kalangan kaum ulama. Di dalam hal inipun ada satu aliran, yang mengatakan, bahwa agama – agama, urusan negara – urusan negara. Misalnya di dalam tahun 1925 terbitlah di Kairo sebuah kitab tulisannya Sheik Abdarazik
Maka oleh karena itu, manakala di Turki kini bukan sahaja kepala-kepala pemerintahan, tetapi juga banyak ulama-ulama fiqh mengatakan, bahwa agama dan negara tidak wajiblah di tangan satu, manakala misalnya Stephan Ronart mendengar dari seorang ulama besar di Istambul bahwa faham negara itu baru kemudianlah "menjelinap" ke dalam Islam, – maka hal itu tidak lain daripada gambar ketidakadaan ijmak itu. Dan pada umumnya, – memang kita terlalu "meributkan" hal ini! Sebagian yang sudah saya tuliskan pula di P.I. nomor 13, maka terpisahnya agama dan urusan negara bukanlah di negeri Turki sahaja! Di negeri Belanda, di Perancis, di Jerman, di Belgia, di negeri-negeri Inggeris, di Amerika di semua negeri-negeri di Amerika, di semua negeri-negeri ini agama dan negara tidak di satu tangan, dan,- di negeri-negeri koloni yang penduduknya beragama Islam, urusan agama Islam di situ juga tidak di tangan negara. Islam di India tidak menjadi satu dengan negara di India. Islam di Indonesia tidak menjadi urusan negara di Indonesia.
Lagi pula, di sesuatu negeri yang ada
Nah, inilah yang menurut keterangan pemimpin-pemimpinnya dituju oleh Turki-muda itu! Tersilah sekarang kepada rakyat sendiri, zonder tangannya negara, memeliharakan sendiri, menghidupkan sendiri, mengkobar-kobarkan sendiri ia punya "kemauan agama", mengkobar-kobarkan sendiri ia punya "religieuse wil", menyala-nyalakan sendiri ia punya jiwa keagamaan; ia punya rakyat berkobar-kobar ia punya ruh, ia punya jiwa Islam. Jika rakyat berkobar-kobar ke-Islam-annya, tentu parlemen dibanjiri oleh ruh Islam; dan semua putusan parlemen adalah bersifat Islam; rakyat padam ke-Islam-annya, tentu parlemen sunyi dari ruh Islam dan semua putusan parlemen tidak bersifat Islam! Kalau berkobar-kobar ke-Islam-an itu, maka itulah benar-benar ruh Islam yang sejati, yang hidup sendiri, yang "laki-laki", oleh karena berkobar-kobarnya itu karena tenaga
Begitulah maksud-maksud dan kehendak-kehendak pemimpin-pemimpin Turki-muda itu.
Baris 50 ⟶ 49:
Inilah justru yang mau saja sajikan kepada sidang pembaca di dalam seri artikel-artikel yang sekarang ini.
Satu hal sudah saya beritahukan kepada pembaca, yakni posisinya negeri Turki di dalam pergolakan internasional di dalam tahun-tahun sesudah perang-dunia 1914-1918. Pada waktu itu soal-hidup sudahlah menjadi satu soal
Dari kanan, dari kiri, dari muka, dari belakang, dari atas, dan dari bawah musuh sedia menggempur hancur ia punya kehidupan sebagai natie, – tidak ada satupun hal di dunia ini dari mana ia boleh mengharap bantuan, melainkan dari tenaga sendiri, keuletan sendiri, kekuatan sendiri, senjata sendiri, bedil dan meriam dan organisasi kenegaraan sendiri.
Tetapi kecuali daripada desakan-desakan internasional ini, adalah pula keadaan-keadaan buruk di dalam negeri yang bukan sahaja melemahkan negara, tetapi juga melemahkan kehidupan rakyat jasmani dan rokhani yang sebagian besar adalah akibat-akibat dari tradisi-kuno dan anggapan-anggapan-kuno tentang agama Islam. Anggapan-anggapan-kuno inilah, – jadi bukan Islam sebagai Islam-, anggapan-anggapan-kuno inilah yang melemahkan rumah-tangga rakyat Turki itu di dalam urusan ekonominya dan sosialnya, di dalam "outlooknya" dan di dalam kepercayaannya. Akibat-akibat anggapan-anggapan-kuno inilah yang riil bagi pemimpin-pemimpin Turki-muda itu. Sebab, sebagai Dr. Noordman katakan di dalam ia punya buku tentang negeri Turki, bukan apa yang diajarkan oleh Islam itu yang menentukan sifat dan wujud perikehidupan rakyat, tetapi apa yang diadakan benar oleh anggapan-anggapan Islam, sebagai yang terjadi sepanjang jalannya zaman, itulah yang menentukan segala sifat dan wujud perikehidupan rakyat.
Dan apa sebab begitu? Oleh karena menurut keterangannya Kamal Ataturk sendiri
Jadi oleh karena negara, negara yang lemah ini, negara yang tua-bangka ini, negara yang "historisch overleefd" ini, membawa Islam ke dalam kesakitannya, ke dalam kebobrokannya, ke dalam kejatuhannya, maka untuk menyembuhkan kedua-duanya, untuk menyembuhkan negara dan untuk menyembuhkan Islam, menurut pemimpin-pemimpin Turki hanyalah satu jalan yang rasionil: perpisahannya negara, negara yang lemah ini, negara Islam itu.
Baris 70 ⟶ 69:
Turki muda itu buat memisahkan agama dan negara. Lebih dulu
saya peringatkan kepada tuan-tuan, bahwa maksud saya menulis seri artikel sekarang ini hanyalah sekadar
Di dalam bagian I dari seri ini saya sudah katakan kepada tuan-tuan, bahwa saya merasa belum mempunyai hak menjatuhkan satu pendapat atas Turki sekarang itu, oleh karena saya punya studi tenting Turki-muda memang belum boleh dikatakan cukup. Saya belum mau berkata: "inilah satu sikap terhadap kepada Islam yang harus kita tiru", tetapi sebaliknya saya tidak mau berdiri di barisannya orang-orang, yang zonder studi dalam-dalam, sudah memaki-maki dan mengkafir-kafirkan Turki itu. Baik di dalam bagian I itu, maupun di dalam satu bagian dari seri "Memudakan
Apakah "alasan-alasan ekonomi" dan pemimpin-pemimpin Turki itu? Dengan satu dua patah kata sahaja, inilah mereka punya alasan ekonomi itu: prakteknya umat Islam di Turki tak mampu menyehatkan perekono<sup>–</sup>mian Turki, tak mampu menyuburkan perekonomian Turki itu, bahkan malahan melemahkan, mengendorkan, mengocar-kacirkan perekonomian itu. Dan manakala mereka berkata demikian, maka bukan ajarannya Islam yang mereka maksudkan, bukan pengajarannya Islam, bukan Islam qua Islam, tetapi ialah praktek umatnya sebagaimana ia telah terjadi sepanjang perjalanan zaman, praktek umatnya yang menjadi satu dengan
Bagaimana praktek ini? Lebih dulu pembaca harus mengetahui, bahwa persatuan agama dan negara itu di Turki di atas lapangan burgerlijk recht sudahlah mengadakan satu keadaan
Halide Edib Hanoum mengambil ini sebagai satu bukti, bahwa perbuatan kaum pemimpin Turki sekarang itu sebenarnya bukanlah satu perbuatan yang mengejutkan, bukanlah satu perbuatan yang betul-betul revolusioner, tetapi adalah satu perbuatan yang sebenarnya telah dimulai berangsur-angsur oleh angkatan-angkatan yang terdahulu: perpindahan sifat negara Turki dari satu negara teokrates (negara agama) menjadi satu negara dunia, bukanlah satu perpindahan sebagai kilatannya kilat, tetapi ialah satu perpindahan yang berangsur, yang bertingkat-tingkat, yang evolusioner. Sebagaimana Marx berkata, bahwa revolusi-revolusi besar bukanlah buatannya pemimpin "in een slapeloze nacht", maka Halide Edib Hanoum-pun berkata bahwa revolusinya Turki sekarang itu bukanlah satu
Baris 100 ⟶ 99:
Ya, – kismet! Kismet, kalau engkau masuk bui karena engkau punya bantahan yang dinamakan "merusak agama" itu. Kismet, kalau aturan-aturan yang mengenai kesehatanpun tidak dapat dijalankan karena ulama-ulama yang mengikat negara itu memfatwakan, "bahwa aturan-aturan itu haram".
Noordman menceritakan pengalamannya
Di pertengahan abad yang lalu, perusahaan sutera Turki mendapat pukulan keras dari satu penyakit yang membinasakan banyak ulat-ulat sutera. Di dalam tahun 1880 pemerintah mau memberantas penyakit ini secara modern dengan methode Pasteur, tetapi rakyat melawan kepada tindakan pemerintah ini, karena dianggap – mendurhakai kismet.
Dengan begitu maka tiap-tiap inisiatif dirintangi, tiap-tiap kemauan ke arah kemajuan ditindas, dipadamkan dengan alasan kismet. Tiap-tiap aturan baru, tiap-tiap tindakan, meskipun yang paling maha-perlu sekalipun, tak dapat lekas-lekas dijalankan oleh pemerintah, sebab pemerintah adalah terikat kaki-tangannya kepada Sheik-ul-Islam dan mufti-mufti, terikat kaki-tangannya kepada fatwa yang sering sekali mengeluarkan perkataan
Dan sebaliknya, maka Sheik-ul-Islam dan mufti-mufti itu "membeku"- lah
Dan bukan penyerahan kepada Kismet ini sahaja menurut fahamnya pemimpin-pemimpin Turki-muda itu satu "roman-muka" agama Islam di negeri Turki, tetapi masih adalah
Kita punya
Dulu beberapa abad yang lalu, dulu tatkala bangsa Turki merebut kota Istambul dari tangannya orang Nasrani, tokh juga semua kitab-kitab dari bibliotik-bibliotik-besar dibakar habis, kecuali kitab-kitab yang di dalamnya ada tertulis nama Allah? Ya, bagi bangsa
Maka kegemaran kepada tarikah itulah satu "roman-muka" lagi dari agama Islam, di negeri Turki dulu, satu roman-muka lagi yang menurut kesaksiannya Becker, seorang Orientalis yang terkenal, sangatlah membuat rakyat Turki itu menjadi
"Dari vilayet-kevilayet, dari desa-kedesa, mereka menyebarkan kepercayaan kepada takhayul, kepercayaan kepada ilmu sihir, yang memang sangat dalam sekali berakar kepada keyakinan rakyat", begitulah Halide Edib menulis di dalam majalah
Dan akibat dari takhayul ini pula? Lagi-lagi pemerintah mendapat rintangan haibat kalau pemerintah mau memerangi sesuatu penyakit atau wabah dengan tindakan-tindakan kedokteran yang rationeel, oleh karena rakyat lebih pertcaya kepada azimat-azimat, tangkal-tangkal, sihir-sihir dan kemak-kemikannya mulut seseorang darwisj. Menurut keterangannya Naumann, maka kaum tani percaya benar bahwa hama-ulat dan hama yang lain-lain yang merusakkan tanaman itu dapatlah dengan segera dibasmi atau ditolak dengan tengkorak-tengkorak binatang yang ditaruh di atas tiang-tiang di ladang-ladang! Pekerjaan-pekerjaan tidak ada yang dimulai pada hari Selasa, hari Arbaa dan hari Jum'at, oleh karena hari-hari ini adalah hari-hari sial, hari-hari yang membawa celaka! Hanya hari Seninlah yang sebenarnya hari yang baik, hanya pada hari Senin itulah segala pekerjaan penting boleh dimulai. Dan kalau tuan membuat sebuah rumah, dan tuan mati sebelum rumah itu selesai, maka ahli-waris tuan buat beberapa tahun lamanya tak berani meneruskan pekerjaan tuan itu. Darwisj-darwisj satu kampung haruslah lebih dulu mengusir atau mendamaikan syaitan-syaitan dan jin-jin itu, dengan macam-macam bacaan-bacaan, macam-macam tumbal-tumbal, macam-macam sihir-sihir, macam-macam upacara-upacara, sebelum tuan punya ahli-waris boleh meneruskan pekerjaan tuan itu!
Jadi: bermacam-macam churafat dan kekotoran Islam sudahlah membuat status-ekonominya rakyat Turki itu menjadi status-ekonomi yang rendah tingkat dan kebelakangan-langkah. Tetapi di dalam mengerjakan syari'atpun perekonomian itu sering mendapat gangguan. Bukan oleh karena syari'at tidak baik, bukan oleh karena syari'at tidak dapat memajukan ekonomi sesuatu rakyat, – sebab telah terbukti gilang-gemilangnya di zaman Kalifah-kalifah besar, baik di Timur maupun di Sepanyol, tetapi oleh karena syari'at di Turki itu dikerjakan oleh satu syari'at yang
▲Jadi: bermacam-macam churafat dan kekotoran Islam sudahlah membuat status-ekonominya rakyat Turki itu menjadi status-ekonomi yang rendah tingkat dan kebelakangan-langkah. Tetapi di dalam mengerjakan syari'atpun perekonomian itu sering mendapat gangguan. Bukan oleh karena syari'at tidak baik, bukan oleh karena syari'at tidak dapat memajukan ekonomi sesuatu rakyat, – sebab telah terbukti gilang-gemilangnya di zaman Kalifah-kalifah besar, baik di Timur maupun di Sepanyol, tetapi oleh karena syari'at di Turki itu dikerjakan oleh satu syari'at yang <i>malas </i>(lihatlah keterangan di muka), dan oleh karena syari'at disitu itu karena <i>terikatn</i><i>y</i><i>a, </i>tak ada kekuatan untuk membangunkan kegiatan dan ketangkasan rakyat, mengobar-kobarkan kemauan-bekerja dan kemauan-berjoang kepada rakyat.
Ambillah misalnya hukum kewajiban sembahyang lima waktu sehari. Siapa berani mengatakan, bahwa sembahyang itu memadamkan kegiatan sesuatu rakyat? Saya berani mengatakan, bahwa sembahyang itu malahan satu "sumber-tenaga", satu "sumber-kekuatan", bagi orang yang tahu mengerjakannya. Tapi bagaimana di Turki dulu? "Sembahyang ini yang harus dikerjakan lima kali sehari pada waktu-waktu yang telah ditentukan, dipakailah menjadi alasan, disalah-gunakan, buat menarik diri dari macam-macam pekerjaan", begitulah keterangan Noordman. Dan dokter-dokter-karantina Saad mengatakan, bahwa amtenar-amtenar sering sekali meninggalkan mereka punya tempat pekerjaan, dan kalau ditegor, sembahyang itulah dibuat alasan.
Baris 138 ⟶ 135:
lekas pulang karena "pusing-kepala", semua itu dialaskanlah kepada "Ramadan". Perdagangan dan transport seperti mendapat penyakit lumpuh, kaum-kaum-dagang "duduk seperti tidak bernyawa menjaga mereka punya toko, tak perduli barang-barangnya laku atau tidak laku", begitulah kesaksian Boker tahadi. Dan siapa tidak di bawah perintah orang lain, siapa "tuan sendiri", ia tidur sahaja sampai sore, menunggu datangnya saat mencari lagi "pahala" di waktu malam …
Ambillah, begitulah kata pemimpin-pemimpin Turki-muda itu, ambillah misalnya perintah agama untuk bersedekah. Perintah ini adalah yang maha baik, maha luhur, meluhurkan jiwanya si pemberi, meringankan mudratnya sipenerima. Tetapi bagaimana di Turki? Karena anggapan
Islam tidak melarang orang minum kopi, Islam hanya melarang orang minum alkohol. Tetapi bangsa Turki hantam-kromo sahaja minum barang yang halal ini zonder batas, kopi hitam yang kental sekali, berulang-ulang kali sehari, sehingga umumnya menurut keterangan
Pembaca barangkali pernah mendengar, bahwa sebelum berdirinya republik, amtenar Turki itu terkenal di seluruh dunia sebagai kaum penipu, kaum penggelap, kaum perampok harta-kekayaannya negara? Korupsinya kaum amtenar Turki dulu adalah salah satu "roman-muka" dari alat perlengkapannya mereka punya negara. Sebagian yang terbesar dari semua uang-uang cukai dan uang-uang bea macam-macam, tidaklah masuk kedalam kas negara, tetapi "sudahlah dimakan onta", sebagai seorang penulis yang bernama Endres mengatakannya. Sehingga orang-orang yang tulus dan jujur di dalam urusan partikulirpun, yang terkenal tidak pernah menipu atau mendurhakai orang lain, yang bukan pemeras dan bukan penindas, tidak akan segan menggelapkan uang-uang kepunyaan negeri.
Baris 152 ⟶ 149:
Begitulah saya baca keterangan Saad di dalam kitabnya Noordman. Kesontoloyoan yang saya kupas di dalam artikel saya yang dulu itu masihlah satu "amal baik", kalau dibandingkan dengan kesontoloyoan ini! Subahanallah!
Ada lagi satu akibat yang tidak baik di atas perekonomian rakyat, orang Turki suka sekali mewakafkan ia punya tanah. Bukan karena satu maksud suci mempersembahkan mink kepada perhambaan kepada Allah, bukan untuk mencari pahala di akhirat, bukan dus sebagai satu "religieuze daad", tetapi hanyalah untuk menjaga yang tanahnya itu kena beslag, dengan tetap bisa mendapat hasil dari tanah-tanah itu. Maka dengan taktik yang demikian ini, ratusan, ribuan, ya, puluhan ribu bau tanah terlepaslah dari pergolakannya dagang umum. Meskipun taksiran Endres, yang mengatakan bahwa luasnya tanah-tanah-wakaf itu jumlahnya-total sudah
Satu aturan agama yang baik, di sini sudahlah menjadi satu rem bagi berkembangnya perekonomian bangsa! Dan kalau negara mau mempengaruhi hal ini, maka bertabrakanlah ia dengan kekuasaannya kaum agama!
Baris 160 ⟶ 157:
Memang bagi kaum agama coal ini adalah sukar di dalam masyarakat yang sekarang ini! Tetapi justru di sinilah tampak dengan seterang-terangnya itu konflik haibat antara tuntutan-tuntutannya masyarakat modern dengan fiqh, antara pemerintah dunia dengan pemerintah agama, antara negara dengan "gereja".
Justru di sinilah guratan retak di atas tubuhnya masyarakat itu. Makin bertambah menjadi
Persis seperti di dalam halnya dua individu! Dua individu-pun tidak bisa saling mencinta, tidak bisa saling menolong, saling menjaga, bersatu hati betul-betul, kalau tubuhnya diikat erat-erat satu sama lain sehingga masing-masing payah menarik nafas. Dua individu hanyalah dapat bercintaan, bersaudaraan, bersatu satu sama lain, kalau
Benarkah pemimpin-pemimpin ini? Atau salahkah mereka itu? Wallahu'alam! Sekali lagi Wallahu'alam!
Baris 178 ⟶ 175:
Marilah kita "ambil" sejarah Turki itu lebih dulu secara kilat.
Duapuluh abad sebelum Nabi Isa: Asia Depan sudah masuk benar-benar ke dalam lapangan histori. Di sana sudah berdirilah tegak-tegak kerajaan
Lihatlah kerajaan Heitiet di Asia Depan itu! Baru beberapa abad sahaja ia berdiri sudahlah ia digempur lebur oleh bangsa Thuracia dan Hellenia (Yunani), dan Baru sahaja kekuasaan Hellenia ini subur di situ, sudahlah ia pula digempur lebur oleh raja Cyrus dari Iran.
Baris 186 ⟶ 183:
Tetapi – juga di dalam kerajaan Hellenia-Rumawi ini, yang sebagian rakyatnya ielah memeluk agama Nasrani, datang lagi perpecahan! Negeri Hellenia-Rumawi ini, yang satu memisahkanlah diri dari yang lain, bagiannya yang sebelah Timur dengan ibu-kotanya Byzantium (Istambul yang sekarang) menjadilah satu kerajaan Nasrani sendiri, memisahkan diri sama sekali dari bagian sebelah barat dengan ibu-kotanya Roma.
Bagian yang Timur inilah,
Perhatikan! Ini caesaro-papisme di Asia Depan terjadi
Tetapi marilah lebih dulu meneruskan kita punya "perjalanan kita"! Kerajaan Byzantium ini di dalam abad ketujuh berdiri masih tegak, tetapi dari Tenggara datanglah satu musuh yang maha-haibat, yang di kemudian hari akan berangsur-angsur menggoncangkan dan membelah-leburkan ia punya alas-alas dan pandemen-pandemen:
Musuh baru ini ternyatalah satu musuh yang maha ulet. Dipukul dengan pedang ia dua kali mundur, tetapi dengan jalan lain ia telah masuk ke dalam selimut pula: orang-orang Islam banyak yang masuk ke Asia Depan sebagai budak belian. Dengan jalan begitu berangsur-angsur ke dalam Byzantijnse verdedigingslinie masuklah pula pengaruh Islam, masuklah Islam itu ke dalam pusat-jantungnya masyarakat Byzantium, sebagaimana di zaman sekarang negeri-negeri kemasukan pengaruhnya "vijfde colonne".
Dengan begitu, – dan ada juga sebab yang lain-lain yang tidak saya bicarakan di sini, dengan begitu makin lama makin lapuklah kekuasaan kerajaan Byzantium itu! Dan tatkala pada pertengahan abad kesebelas bangsa Islam Seldsyuk dari sebelah Kirgis-Irania menyerbu ke negeri itu, gugurlah sama sekali ia punya kekuasaan di bagian Ikonia, dan di sinilah buat pertama kali bisa berdiri kerajaan Islam di daerah Byzantium yang tahadinya maha-haibat itu: Ikonia, atau di tarich Islam sering dinamakan Rum, satu nama yang kita semua sudah kenal. Ikonia., atau Rum, yang memasukkan ke dalam peradaban Grieks-Byzantijn itu satu elemen baru, satu "dzat" baru, satu Nap" baru, yang juga akan tetap bersulur-akar di dalam peradaban Asia Depan yang kemudian: capnya peradaban
Jadi, apakah cang kita lihat kini di Asia Depan itu? Kini kita melihat
Dan perhatikan: saya menulis di sini dengan terang "orang-orang Islam", dan bukan orang Islam di Ikonia sahaja! Sebab sudah pada permulaan abad ketigabelas ibu-kota negeri Rum itu menjadi satu pusat perdagangan dan ilmu, yang didatangi oleh orang dari mana-mana, sebagai juga Constantinopel di zaman yang terdahulu. Itulah sebabnya nama Rum begitu termasyhur di dalam tarich-tarich Islam! Semua ahli-ahli pengetahuan dan peradaban di dunia Timur waktu itu berkumpullah di ibu-kota Ikonia, semua ahli-ahli fikir dari sebelah Timur lari ke ibu-kota itu.
Baris 204 ⟶ 201:
Sebab kerajaan kecil Usmaniah itu makin lama makin kuat, makin lama makin tambah pengaruh dan kekuasaan, makin lama makin tambah luasnya daerah. Dengan kerajaan Usmaniah itu Asia Depan membuat satu sejarah baru.
Kerajaan Byzantium mendapat saingan baru yang maha-haibat. Ikonia silam, tetapi Usmaniah mengganti ia punya tempat! Kalifah Abbasiyah-pun telah runtuh sama sekali di tahun 1258, dan Usmaniah-lah yang sekarang memegang monopoli "peradaban Islam". Peradaban Byzantium dan peradaban Usmaniah berjoanglah diam-diam atau terang-terangan terus-menerus, Asia Depan menjadilah gelanggangnya perjoangan dua peradaban ini. Tetapi,- sebagai kita lihat pada tiap-tiap perjoangan kultur satu fihak "ketularan" dzat-dzatnya cultuur yang lain, satu fihak
Sudah di bawah pemerintahan bapaknya Sultan Murad I itupun hampir semua cara organisasi negara Byzantium ditiru dan diambil sebagai tauladan oleh kerajaan Usmaniah. Susunan tentara berkuda yang dinamakan "Spahi", susunan tentara kaki yang bernama kaum "Janitsar" (diambil dari kalangan orang Nasrani), susunan kehakiman, susunan pemerintahan dalam negeri, – semua itu banyaklah menaulad kepada susunan Byzantium. Apa lagi menurut perintah Islam memang kaum Nasrani dibolehkan ikut hidup di daerah dan mengabdi kepada negara Muslimin, maka elemen-elemen Grik semakin besarlah pengaruhnya ke dalam segala urusan-urusan-dunia dan segala ideologi Usmaniah itu. "Islam" di negeri Usmaniah ini bukan sahaja Islam yang banyak mistik dan kedarwisyan dan kesyi'ahan (operan dari Iran), ia adalah Islam pula yang banyak mengambil open cara-hidup sehari-hari (antara lain-lain urusan perempuan) dan cara-pemerintahan Griek-Byzantia, dan – ia adalah Islam pula yang paling "berani" dan paling radikal" mengoper dzat-dzat dari kanan dan dari kiri. Sebagai negeri cepitan yang terletak di tengah-tengahnya pertemuan pengaruh-pengaruh dari Barat dan dari Timur, sebagai satu negeri yang terletak di tempat "ciumannya" ideologi-ideologi Grik dan Iran, maka Islamnya menjadilah satu Islam yang "bermuka tiga"; bermuka-muka sendiri, bermuka Grik, dan bermuka Iran.
Sudah menyimpang lagi saya dari kita punya "penerbangan kilat" melalui sejarah Turki! Marilah kita sambung lagi: Byzantium runtuh, Usmaniah berdiri terus, malahan melebar, meluas, menjalar, Salim I dan anaknya Sulaiman I menaklukkanlah daerah-daerah baru. Orang haibat Salim I ini! Ia tidak puas menjadi Sultan sahaja, ia angkat juga ia punya diri sendiri menjadi Kalifah seluruh dunia Islam! Ia adalah satu Sultan Turki yang pertama-tama mengambil oper sama sekali 100% segala sifat-sifat caesaro-papisme dan cara-pemerintahan Byzantium itu, ia punya kerajaan meluas sampai ke Mesir dan ke Yaman; daerah kerajaan ia punya anak Sulaiman I tambah lagi luasnya, yaitu dengan menaklukkan negeri-negeri Nasrani di Balkan, di Hongaria, di Krim, dan negeri-negeri sebelah utaranya Laut Hitam. Kerajaan Usmaniah yang memang dad tahadinya telah berisi rakyat-rakyat Nasrani, kini menjadi sama sekali satu kerajaan yang dua elemen di dalamnya hampir sama kuatnya: elemen Islam dan Griek-Byzantia. Ya, di dalam
Sesudah periode peluasan-daerah di bawah Salim I dan Sulaiman I itu, datanglah satu periode yang agak tenteram. Kini satu setengah abad lamanya pedang tidak begitu sering dicabut dari sarungnya, kini bukan lagi taktik dan strategi yang menggetarkan jiwa Usmaniah, tetapi pemerintahan. Kini pengaruh sultan-kalifah menjadi surutlah, tetapi makin naiklah pengaruhnya kaum amtenar dan kaum ulama-ulama di bawah pimpinannya
Halide Edib Hanoum mengatakan bahwa sejak itu hilanglah kerajaan Usmaniah ia punya sifat kelaki-lakian. Ia bukan lagi satu negara yang dinamis dan rikat seperti singa betina, ia menjadilah satu negara yang "pelan" dan "malas".
Usmaniah dengan lambat-laun mulai menjadi "de zieke man van Europa", Usmaniah mulai menderita. Ia mencoba menyusun kekuatannya kembali dengan satu-satunya jalan yang dapat memberi kekuatan kepadanya. Yakni dengan mengadakan perobahan-perobahan militer kearah kemoderenan di bawah petunjuk adviser-adviser dari negeri asing, tetapi kaum Yanitsyar dan kaum ulama menentang perobahan-perobahan ini mati-matian, sehingga gagallah tindakan-tindakan itu sama sekali. De zieke man menjadilah makin sakit, obat yang mau ia minuet ditampar jatuh dari tangannya ,oleh kaum Yanitsyar dan kaum ulama itu.
Baris 224 ⟶ 221:
Maka Mahmud II kerjakanlah apa yang Salim III tidak berani kerjakan: Ia bubarkan tentara Yanitsyar itu, matikan tentara Yanitsyar itu sama sekali zonder banyak omong-omong lagi! Kaum ulama yang kini kehilangan tulang-belakang itu, tak beranilah lagi melawan terang-terangan, tetapi masih teruslah mereka beraksi sembunyi-sembunyian. Di atas tanah jalan tertutup, di bawah tanah masih adalah lapang!
Ya, kaum Yanitsyar, Mahmud II bisa binasakan dengan semau-maunya sahaja, kaum Yanitsyar yang jumlahnya hanya ribuan atau puluhan ribu itu ia bisa hapuskan dengan satu usapan tangan. Tetapi kaum ulama yang begitu besar pengaruhnya di atas rakyat jelata! Dan kaum amtenar, yang juga buat sebagian besar hanya ingat kepada kepentingan sendiri sahaja di bawah sistim pemerintahan Usmaniah yang kuno! Kaum ulama dan kaum amtenar itu toch tidak dapat ia putar lehernya dengan satu putaran sahaja? Maka oleh karena itu, – oleh karena ia tidak bertindak seperti Kemal Pasya di kemudian hari, yang tindakan perobahannya ialah terutama sekali satu perobahan dari dalam, satu perobahan di dalam
Mahmud II meninggal dunia di dalam tahun 1839. Ia punya pembaharuan telah gagal. Ia punya politik membela Turki dari "titilan" musuh-musuh tidak berhasil sama sekali. Ia punya kerajaan makinlah menjadi kecil, ia kehilangan Rumania, kehilangan Serbia, kehilangan sebagian dari Mesir, kehilangan daerah yang lain-lain. Ia makin dicemooh dan dicerca oleh kaum kolot, yang mengatakan, bahwa ia kehilangan negeri-negeri itu "djustru karena ia mendurhakai tradisi-tradisi kuno". Tetapi ia punya haluan tidak putus di tengah jalan. Makin lama makin banyaklah kaum intelektuil Turki, yang sejak modernisasi Salim III dan Mahmud II pergi menghisap pengetahuan di luar negeri,- terutama di Paris -, dan sekembalinya di tanah-air mempropagandakan keras pembaharuan itu. Makin banyaklah pula kaum amtenar dan kaum opsir yang terkena oleh angin baru itu. Karena itu, maka sejak meninggalnya Mahmud II itu, sampai naiknya absolutisme Abdul Hamid II di atas singgasana kerajaan ditahun 1876, kurang lebih 10 tahun lamanya, cara pemerintahan ke arah pembaharuan itu makin nyatalah menjadi idealnya kaum ahli kenegaraan dan kaum politik. Karena itulah pula maka periode empat puluh tahun itu lazim sekali dinamakan
Tetapi, – pun periode tanzimat tidak berhasil yang memuaskan. Bagaimana dapat mengadakan perobahan-perobahan besar, kalau kas negeri kocar-kacir karena peperangan buat menolak tegenoffensief-nya negeri-negeri musuh itu tak berhenti-hentinya memakan uang, kalau Sheik-ul-Islam dengan ulama-ulama yang amat kuasa itu selalu menolak tiap-tiap modernisasi, kalau rakyat seumumnya tidak ikut dirobah outlook-nya sebagai Kemal Pasya di kemudian hari? Bukan menjadi makin kuat, bukan bisa memberhentikan tegenoffensief-nya musuh itu, tetapi negara Turki makin lama malahan makin lapuk sahaja, makin gugur bagiannya, makin kehilangan daerah-daerahnya, makin jatuh di dalam tangannya bank-bank yang meminjamkan uang kepadanya. Abdul Majid yang menggantikan Mahmud II (1839-1861) adalah sultan pertama yang meminjam puluhan-puluhan milyun rupiah kepada rentenier‑rentenier di Eropah, dan ia punya pengganti Abdul Aziz-pun (1861-1876) buat ratusan milyun menjadi korbannya bank-bank kapital. Peperangan dengan Rusia terus-menerus memakan harta kekayaan, … hutang makin bertimbun-timbun, daerah-daerah makin hilang hingga tak mendatangkan hasil dan uang pajak lagi, harem dan istana sultan, (yang karena kemegahan sebagai cakrawarti kini sudah padam, lalu mencari kemegahan dengan mengejar kemewahan secara melewati batas dalam ia punya peri-kehidupan sehari-hari), harem dan istana sultan itu menelan milyun-milyunan pula,- bagaimana kas negara tidak bobol, sedang bunga hutang itu multi dibayar tiap-tiap tahun terus-menerus? Apa daya? Hantamkromo, bikin hutang lagi, untuk membayar bunganya hutang itu! Bikin hutang untuk membayar bunganya hutang!
Tetapi dengan sistim demikian tentu sahaja akhirnya patahlah keuangan itu sama sekali. Di dalam tahun 1875 datanglah
Di dalam keadaan yang demikian- itulah Abdul Barthel II menaiki singgasana Usmaniah. Ia mengerti, bahwa hanya tangan-besinya dapat menolong jiwanya negara. Tetapi ia punya ketangan-besian adalah ketangan-besian yang salah. Ia hanya percaya kepada absolutisme dan kezaliman sahaja! Sebagai kaum kolot dan kaum ulama, maka iapun mengatakan bahwa keguguran Turki itu ialah karena Turki mendurhakai tradisi-tradisi kuno. Iapun anti segala kemajuan, anti segala kemudaan. Berpuluh-puluh, beratus-ratus kaum Turki-Muda ia suruh gantung di tepinya selat Bosporus.
Baris 240 ⟶ 237:
Turki makin megap-megap. "De zieke man" sakitnya sudah mengkhawatirkan sekali. Di dalam gambar-gambar karikatur ia digambarkan oleh Johan Braakensiek sebagai seekor ayam jantan yang habis sama sekali ia punya bulu-bulu. Tetapi Abdul Hamid tidak mau putar haluan. Ia tetap percaya kepada absolutisme dengan sokongan Sheik-ul-Islam dan kaum ulama.
Ia suruh buang dari semua kitab-logat perkataan-perkataan sebagai "kemerdekaan", "konstitusi", atau "tanah-air". Begitulah diceritakan oleh Halide Edib Hanoum di dalam ia punya kitab
Ia diganti dengan Muhammad V. Tetapi pemerintahan sesungguh-nya adalah di dalam tangan kaum Turki-Muda itu, – di dalam tangan kaum Turki-Muda itu sahaja, zonder banyak pengaruhnya rakyat. Coup-nya Turki-Muda di dalam tahun 1908 itu sebenarnya adalah coup d'etat kaum militer, yang penglihatannya, anggapannya, politik sistimnya, outlook-nya masih berbeda jauh sekali dengan kaum Kemalis di tahun 1923. Absolutisme sebenarnya tidak lenyap di tahun 1908 itu, ia hanya pindah dari tangan sultan ketangan opsir-opsirnya partai Turki-Muda, dari tangannya monarchi ketangannya golongan opsir. Halide Edib menamakan perobahan-perobahan di tahun 1908 itu tidak lebih daripada satu "staff officer reform"!
Lagi pula adakah waktu buat memikirkan reform lagi, kalau dari tahun 1910 negeri tak berhenti-henti perang? Kalau pedang dan bedil dan meriam sampai ditahun 1912 dan 1913 berkilat dan menderu terus-menerus guna mempertahankan sisa-sisa kerajaan di Balkan dan Tripolis yang digempur oleh musuh-musuh yang berserikat? Kalau juga di dalam peperangan Tripolis dan Balkan ini runtuh dan gugur semua milikmiliknya, kecuali Thracia Selatan, sehingga boleh dikatakan habislah sama sekali ia punya daerah di benua Eropah? Kalau kemudian daripada itu, di dalam tahun 1914 ia membuat kesalahan besar ikut-ikut perang dunia di samping fihak Sentral, sehingga runtuh dan gugurlah pula ia punya milik-milik di Mesir, di Arabia, di Irak, di Sirya, dan di daerah Asia yang lain-lain, sehingga
Yo, kaum Turki-Muda yang mengambil oper pemerintahan Abdul Hamid di tahun 1908 itu, zonder membuat banyak perobahan di dalamnya, memang adalah kaum yang amat celaka. Dan luar mereka digempur terus oleh musuh, dan dari dalam mereka tak berdaya apa-apa. Dari luar mereka malahan mau disapu habis sama sekali, – juga sesudah perang 1914-1918 selesai, masih terus sisa negerinya di Asia Depan itu mau diambil dibasmi – ; dari dalam mereka sesungguhnya tak mampu mengadakan satu perobahan apa-apa di atas sisa-sisanya sistim caesaro papisme yang di zaman akhir-akhir membuat negara menjadi begitu "malas" dan "berat" itu.
Baris 250 ⟶ 247:
Maka di dalam keadaan yang demikian itulah datang tokoh raksasa Mustafa Kemal Pasya. Ia bersihkan restan kerajaan Usmaniah itu dari musuh, – amboi, betapa kecilnya restan negeri ini kalau dibandingkan dengan luasnya negeri-besar di zamannya Salim I dan Sulaiman I yang melebar dari Magribi sampai ke Yaman dan Balkan itu, – dan ia adakan reorganisasi dan perobahan-perobahan di dalam negeri, yang menggemparkan seluruh dunia: ia pisahkan agama dari negara.
Tetapi manakala sistim pemerintahan adalah satu sistim pemerintahan yang bukan sistim pemerintahan kepribadian, manakala ia
BEGITULAH PENDAPAT KAUM KEMALIS ITU,
Baris 262 ⟶ 259:
"gila ke-Barat-an", ada alasan "netral kepada agama", ada alasan "diktatur". Tetapi boleh dikatakan bahwa alasan ekonomi dan politik itulah yang terpenting dan fundamentil. Boleh jadi ada alasan-alasan penting yang lain, tetapi apa yang saya ketahui, – saya lebih dulu memang sudah mengatakan bahwa saya punya studi tentang Turki-Muda belum begitu lengkap maka alasan ekonomi dan politik itulah yang paling berat.
Pada umumnya, saya tidak dapat mengatakan, bahwa Kama Ataturk c.s. itu benci kepada agama, memusuhi agama atau mau membasmi agama. Mereka hanyalah berkeyakinan, bahwa agama
Maka oleh karena itulah Kamal Ataturk c.s. lantas rampas kembali agama itu dari tangan mereka, dan diserahkannya kembali ke dalam tangannya
maka begitu pula ia rebutlah agama itu dari tangannya Sheik-ul-Islam serta ulama-ulama itu kepada rakyat Turki sendiri.
Sebagai pembaca barangkali telah tahu, maka tindakan Kamal c.s. itu dikerjakan di dalam tiga tingkat: pertama, mematikan caesaro papisnie, sultan diberhentikan tetapi kalifah masih tetap diadakan;
1922. Tentara Turki telah dapat menaklukkan segala serangan musuh. Konferensi Lausanne akan diadakan. Tapi undangan kepada konferensi ini telah membangunkan satu hal yang amat penting: pada waktu itu ada dua pemerintahan di Turki: pemerintahan Kamal di Ankara, dan pemerintahan sultan di Istambul. Dua-duanya mendapat undangan kekonferensi itu. Kamal sebagai kilat mengerti, bahwa ini adalah satu hal yang mengenai jiwanya ia punya pemerintahan di Ankara. Ia sebagai kilat mengerti, bahwa ini adalah mengenai soal syah atau tidak syahnya ia punya pemerintahan di Ankara itu.
Baris 274 ⟶ 271:
Satu antara dua: Ankara zonder Istambul, atau Istambul zonder Ankara! Bagi dia,- yang memang telah nyata menang, dia yang memang lebih berkuasa riil bagi dia memberhentikan sultan itu bukanlah satu "krachttoer" sama sekali. Dialah yang lebih kuasa, dialah yang memegang kekuasaan, dialah bisa memberi surat-kaleng kepada sultan itu tiap hari, tiap jam, tiap menit. Tetapi soal ini tidaklah begitu bersahaja!
Adalah soal lain yang bergandeng dengan soal ini, dan – bergandeng pula dengan segenap ideologinya rakyat: sultan Turki bukan sahaja sultan Turki, ia adalah pula
Kamal mendengarkan pembicaraan secara ini dengan rasa tang makin tidak sabar. Darah di dalam ia punta tubuh makin mendidih! Haruskah ia sepanjang hari duduk memeluk tangan di situ, sedang ini gaek-gaek berjam-jam main dengan kata-kata, mengeluarkan tiap-tiap bulu dan tiap-tiap urat-kecil dari anggapan-anggapan kuno guna dipakai sebagai alasan di dalam masalah yang dzatnya sesungguhnya mereka tidak mengerti? Haruskah ia sebagai togog duduk di situ sepanjang hari, sedang inilah saat-saat yang minta putusan-kilat yang bisa juga menentukan nasibnya negeri Turki buat berabad-abad?
Baris 282 ⟶ 279:
Sekunyung-kunyung ia tidak dapat menahan ia punya kesabaran lagi. Dengan badan yang gemetar karena jengkel, maka naiklah ia di atas sebuah bangku, dan ia pecahkan perjalanannya rapat itu.
Tanggal 1 November 1922 diturunkanlah sultan Usmaniah dari singgasananya. Turki di Lausanne hanyalah diwakili oleh satu pemerintahan sahaja, satu delegasi, satu suara. Turki menjadi "dzumhurijet". Turki menjadi republik. Nyatalah di dalam rapat yang tahadi itu, bahwa Kamal bertindak sebagai diktator. Ia punya kehendak sebagai ia punya ancaman, ia punya tangan-besilah yang membuat kaum yuris dan kaum ulama itu kemudian buat sebagian besar menyetem "pro" kepada pemberhentian sultan. Tetapi sejarah telah memberi kesaksian di kemudian hari, bahwa ketangan-besiannya itu disetujui benar-benar oleh angkatan baru. Sejarah, sebagai biasa, sejarah memberi kesaksian, bahwa angkatan lama selalu ditinggalkan oleh kecepatan zaman. Mereka, kaum "gaek" itu tahadi, mereka tak mampu membicarakan dan memfikirkan soal itu tahadi dengan alat-alat fikiran lain daripada alat-alat-fikiran lama. Mereka tak mampu meraba-raba kehendaknya zaman baru itu dengan alat-alat-perabaan baru.
Baris 296 ⟶ 293:
di benua mana sahaja, di abad mana sahaja. Kini Turki dikatakan memperkosa "wet", memperkosa "hukum", memperkosa syari'atul-Islam.
Tetapi, adakah benar Turki yang memperkosa hukum itu pertama kali? Kamal c.s. mengatakan tidak! Memang sebenarnyapun tidak. Hanyalah seluruh dunia Islam lupa kepada sejarah sendiri, lupa betapa di zaman dulupun pernah terjadi kejadian-kejadian semacam itu. Dan dunia Islam-pun, begitulah kata Kamal c.s., lupa akan syarat-syarat syahnya kalifah itu, lupa akan janji-janji yang harus dipenuhi oleh kalifah itu, kalau ia mau bernama syah menurut kehendak agama
Ya, lagi-lagi perbedaan antara agama sekarang dengan agama-sejati! Lagi-lagi inilah, begitulah kata mereka, yang menyebabkan dunia Islam tak mampu mengerti keadaan-keadaan yang riil, dan tak mampu berfikir dan berargumen secara riil. Sebab bagaimanakah kehendak Islam sejati mengenai kalifah itu?
Islam sejati adalah satu
Tetapi bagaimana keadaan? Duapuluh tahun umat Islam memenuhi syarat yang pertama, duapuluh tahun orang pilih kalifah itu secara kerakyatan. Duapuluh tahun Kalifah Islam adalah kalifah yang terpilih.
Tetapi kemudian, kemudian daripada itu dijadikanlah hal ini satu hal turunan, satu hal yang
Dan kemudian, lihatlah apa yang terjadi di dalam abad ketigapuluh.
Baris 312 ⟶ 309:
Tidak memenuhi syarat kedua, dan tidak pula memenuhi syarat yang pertama! Tidak dipilih, dan tidakpun berwewenang! Syarat-syarat yang dimintakan oleh Islam-sejati, sudahlah disapu habis sama sekali di sini, – perkataan Halide Edib,- kekalifahan di sini menjadilah sama sekali satu pemuaskan nafsu kedinastian orang-orang bangsawan sahaja yang mau tetap menjadi raja turun-temurun.
Kalau dibandingkan dengan kalifah-kalifah Mesir yang sama sekali tiada kekuasaan riil itu, maka masih sepuluh kali lebih "syah" kekalifahannya Salim I jang pada permulaan abad keenambelas telah menaklukkan Mesir itu! Bukan? Than masih ingat dari bagian terdahulu dari karangan ini, betapa Salim I itu telah menundukkan kerajaan-kerajaan Islam di Irak, di Sirya, di Mesir, di Madinah, di Mekkah, di Yaman, dan di daerah lain-lain, jadi betapa ia telah mengadakan
Juga di dalam tangannya sultan-sultan Usmaniah kalifah itu menjadilah satu pangkat warisan anak dari bapak, satu pangkat erfelijk, satu pangkat turunan, yang tidak pernah dibenarkan oleh Islam sejati, yang menghendaki religieuse democratie itu! Apa lagi ditangannya sultan-sultan Usmaniah-lah yang kemudian, sultan-sultan hanya "ayam jantan zonder bulu" sahaja, zonder kekuasaan, zonder tenaga-dunia yang rill; maka nyatalah kekalifahan itu bertentangan dengan kehendak-kehendaknya Islam. Syarat kesatu tidak, syarat kedua malahan bayanganpun tidak sama sekali.
Maka datanglah perang-dunia 1914-1918. Di sini nyata dengan senyata-nyatanya, betapa kalifah itu hanya satu
Halide Edib Hanoum mengatakan, bahwa di dalam perang-besar 1914 – 1918 itu nyatalah dengan terang, bahwa kini bukan lagi zamannya melamun adanya satu kalif Islam, tetapi sudah nyata menjadi zamannya
Lagi pula: terpisah dari soal mungkin atau tidak mungkin berhubung dengan nasionalisme itu, terpisah pula dari soal mungkin atau tidak mungkin dan berhubung dengan syarat kekuasaan riil, maka Turki sendiri kata Halide sudah kenyanglah mengalami kepahitan-kepahitan yang datang dari fihak negeri-negeri Eropah;
Nah, begitulah alasan-alasan Kamal c.s. buat memberhentikan sama sekali kekalifahan itu. Ia punya "tingkat yang kedua" diterimalah oleh rakyat dengan tidak banyak perlawanan. Ya, sebenarnya justru rakyat jelata Turki itulah mengetahui benar betapa kosongnya kalifah itu, zonder banyak mempelajari ilmu sejarah, zonder banyak teori-teori, zonder mengetahui seribu satu alasan sebagai yang berputar di dalam otaknya pemimpin-pemimpin negara. Sebab merekalah, mereka, orang-orang tani bodoh dari Anatolia, tukang-tukang-air dari Istambul, kuli-kuli di pelabuhan-pelabuhan, yang di dalam perang-besar itu ikut memanggul bedil, mereka mengetahui apa artinya "kalifah" itu tatkala mereka menembaki atau ditembaki "saudara-saudara-Islam" di padang-padang peperangan di Arabia, di Sirya, di Irak, atau ditempat lain-lain. Kamal pada mulanya takut, kalau-kalau rakyat jelata ini terkejut dan tidak mau menerima penghapusannya kalifah, tetapi ia lupa satu hal: justru rakyat jelatalah yang merasakan kekosongannya kalifah itu.
Baris 328 ⟶ 325:
Ya, ia tidak mau ditertawakan orang, kalau ia misalnya menjadi kalif, dan tidak bisa membela orang-orang Islam di negeri-negeri lain.
Ia tidak mau ditertawakan orang karena menjadi kalif zonder dapat memenuhi syarat yang kedua! Apakah bedanya jawab Kamal Ataturk ini dari jawabnya sultan Ibnu Saud, yang juga pernah orang tanyakan padanya apakah beliau tak pantas menjadi kalifah, dan lantas menanya kembali kepada sipenanya: "Siapakah pada waktu ini mampu menjadi kalifah itu?" (Diceritakan oleh
Pendek kata, Kamal pandang soal kalifah itu dari pendirian yang
Ia betul-betul riil, riil, sekali lagi riil. Kepada beberapa wakil
Baris 336 ⟶ 333:
Dewan Nasional yang masih membela kalifah itu ia berkata:
Dan kepada wakil-wakil yang berpendapat, bahwa kalifah itu
"Manakala bangsa-bangsa Islam lainnya dulu membantu kita, atau mau membantu lagi kepada kita, maka itu bukanlah karena kita memegang Kalifah, – satu barang-tua-bangka, matt zonder tenaga sama sekali -, tetapi justru karena KITA, bangsa Turki, KUAT."
Dan kalau sesuatu bangsa Islam lain mau mendirikan kembali kalifah itu? Tersilah, sekali lagi tersilah! Tetapi Turki tidak akan ikut-ikut avontuur yang demikian itu, Turki tidak akan mau mengakui kalifah itu! Begitulah tertulis di dalam kitabnya Halide Edib Hanoum. Rupanya ia yakin, bahwa kalifah itu toch "kalifah omong-kosong" sahaja, toch kalifah "nama" sahaja, karena sekarang adalah zaman nasionalisme, zaman bangsa-bangsa menyusun negaranya masing-masing. Lagi pula, – manakah syarat yang kedua, manakah kekuasaan Biar kalifah itu dipilih oleh semua negeri Islam atau semua rakyat Islam, biar ia dus memenuhi syarat yang kesatu, – Turki menurut Halide Edib tetap tidak mau mengakuinya. Turki menurut Halide itu memang menganggap dirinya sebagai "kaum protestan
Tinggal sekarang langkah yang ketiga! Sultan sudah diberhentikan, kalifah sudah diberhentikan, tinggal sekarang
agama dipisahkan sama sekali dari urusan negara. Langkah yang ketiga ini terjadilah di dalam tahun 1928,-10 April 1928. Antara pemberhentian kalifah pada 3 Maret 1924 dan
Islam
Seluruh dunia Islam gempar. Seluruh dunia Islam berkertak gigi, marah, mengepalkan tinju; Islam dihina, Islam mau dibasmi di negeri Turki. Benarkah begitu? Dengan rajin saya selidiki hal ini, saya buka kitab-kitab yang ada pada saya, saya perhatikan pidato-pidato dan tulisan-tulisan pemimpin-pemimpin Turki sekarang, saya cari keterangan-keterangan penyelidik-penyelidik yang obyektif, – dan saya punya kesimpulan ialah bahwa Turki tidak bermaksud membasmi agama. Saya kira, begitu jugalah konklusi tiap-tiap orang lain yang mau menyelidiki keadaan di Turki itu dengan saksama dan obyektif. Yang menjadi soal sekarang ini, bukanlah Turki mau membasmi agama atau tidak, tetapi ialah soal:
Soal yang pertama itulah yang menjadi themanya seri artikel saya sekarang ini. Di dalam seri saya "Memudakan Pengertian Islam" soal ini sudah saya singgung sedikit-sedikit. Di dalam seri itu saya sitir beberapa ucapan-ucapan yang mengenai soal itu, antara lain-lain dari Halide Edib Hanoum yang berbunyi: "Kalau Islam terancam bahaya kehilangan pengaruhnya di atas rakyat Turki, maka itu bukanlah karena tidak diurus oleh pemerintah, tetapi ialah
Dan bukan sahaja di Turki, tetapi di mana‑mana sahaja, di mana pemerintah campur tangan di dalam urusan agama, di situ ia merupakan satu halangan besar yang tak dapat dienyahkan …"
Baris 358 ⟶ 355:
Jadi: bukan anti-agama, tapi juga justru menolong agama.
Bukan mau membasmi agama, tetapi justru buat menyuburkan agama. Bukan seperti Rusia, tetapi hanyalah menyimpang dari kebiasaan umat Islam yang telah berabad-abad. Turki meninjau ke dalam sejarah dunia, dan melihat betapa agama-sejati selalu didurhakai, justru oleh pemerintah‑pemerintah dan orang-orang-kuasa yang juga menjadi "penjaga-penjaga" agama itu. Sudah saya sitir tempo hari pidato Mahmud Essad Bey, menteri kehakiman dulu, pada waktu membicarakan pengoperan Civiele Code Zwitserland di Nationale Vergadering: "Manakala agama dipakai buat
Dr. Noordman, yang semua keterangan-keterangannya bersifat hasil studi yang amat dalam: "Islam tidak berkedudukan lagi seperti dulu, negara telah diseculariseer sama sekali, tetapi orang tidak dihalangi mengerjakan agamanya, pemuda-pemuda tidak dididik memusuhi Islam." Saya kira, kalau Turki bermaksud memerangi agama, maka dalam bidang pendidikan pemuda inilah agama punya lapang yang paling subur. Di sini, di kalangan pemuda dan anak-anak inilah, di bilik-bilik sekolahan, ia niscaya paling aktif, paling rajin, paling giat, menyebar-nyebarkan benih kebencian kepada agama. Tetapi tidak satupun kesaksian yang menunjuk ke situ.
Baris 364 ⟶ 361:
Benar sekolah-sekolah gupernemen sekarang hanya memberikan pengetahuan umum sahaja, benar pengajaran di sekolah-sekolah gupernemen itu kini adalah pengajaran yang "merdeka", tetapi tidak pernah diberikan di situ sedikitpun juga didikan anti-agama, dan tidak pula gupernemen menghalangi orang-orang mendirikan sekolah-sekolahan agama secara inisiatif partikelir.
Islam tidak dipadamkan, Islam hanyalah dilepaskan dari urusan negara. Pada permulaan seri ini saya sudah menerangkan, bahwa perpisahan antara agama dan negara itu bukanlah Kamal c.s. yang memulainya. Tidak, perpisahan ini adalah ujungnya satu proses yang telah puluhan tahun dan ratusan tahun berjalan, ujungnya satu paksaan masyarakat, yang sudah di zamannya Sulaiman I empat ratus tahun yang lalu, — Sulaiman "Canuni", Sulaiman "de wetgever", Sulaiman "pembuat undang-undang"! – memaksa negara mengadakan perundang-undangan di luar perundang-undangannya syari'atul Islam. Dan kemudian perpisahan ini di dalam tendensnyapun sangat sekali mendapat dorongan keras dari kaum "Turki-Muda" yang mengambil oper pemerintahan dari tangannya Sultan Abdul-Hamid di dalam tahun 1908. Maka di zaman "Turki-Muda" ini terutama sekali Zia
Dan nyatalah secularisatienya negara dan agama Turki itu sudah lama "diangsur" oleh sejarah sendiri. Pada tahun 1920 Sheik-ul-Islam itu masih menjadi anggauta Kabinet, meskipun sudah dengan nama lain yang tidak begitu "muluk": Ia diganti nama "Komisaris buat syari'at", sebagaimana tiap-tiap menteripun diganti nama "Komisaris" seperti adat kebiasaan di Rusia zaman sekarang. Maka baru pada 3 Maart 1924-lah "Komisariat buat syari'at" itu dihapuskan sama sekali, – baru dari saat itulah Turki bukan sahaja tidak mempunyai "Kalifatul Islam" lagi, tetapi tidak mempunyai "Sheikul-Islam" pula. Tetapi perhatikan: pada waktu itu agama belum dicoret sama sekali dari buku-urusannya negara, belum dikeluarkan sama sekali dari tanggungannya negara. Pada waktu itu urusan agama masih diperhatikan oleh negara: benar Komisaris buat syari'at diberhentikan, tetapi di bawah ia punya kantor masih diteruskanlah di bawah penilikannya perdana-menteri dengan nama "kantor urusan agama".
Kemudian datang lagi "angsuran-angsuran" lainnya sebagai sudah saya ceritakan tahadi: di tahun 1924 itu juga semua sekolah-sekolah agama yang dibelanjai oleh negara ditutup, di tahun 1925 orang dilarang memakai fez, rumah-rumah darwisj, kuburan-kuburan keramat ditutup, di tahun 1926 familierecht diganti dengan Civiele Code Swis. Dan akhirnya baru pada 10 April 1928 jatuhlah putusan yang penghabisan; kalimat di dalam undang-undang dasar, bahwa agama Islam ialah agama negara dicoret dari undang-undang dasar itu sama sekali. Negara Turki bukan lagi negaranya agama, Islam di Turki bukanlah lagi agamanya negara. Di dalam bukunya
Dan kemerdekaan agama ini disambutlah pula dengan gembira oleh golongan kaum muda Asia. Atas nama kaum muda itu seorang studen berkatalah dengan gembira: "Kini kita merdeka dan bertanggung-jawab sendiri buat menentukan apakah kehendak-kehendak agama kita yang sebenarnya. Hiduplah agama Islam!"
Akh, saya punya kalam mau terus menulis sahaja, tetapi saya musti ingat bahwa
Akh, saudara-saudara pembaca, barangkali memang benar kalau saya itu hanya mengeluarkan obrolan sahaja, kalimat-kalimat yang menjemukan, perkataan-perkataan yang membikin kepala pusing. Tetapi saya peringatkan kepada Tuan-tuan dengan segenap saya punya keyakinan, dengan segenap saya punya ketandesan, dengan segenap saya punya jiwa yang selalu hendak menyala-nyala: soal yang maha-maha-penting, soal yang saya bicarakan, ini adalah soal yang
Saya menanya kepada Tuan: adakah getaran jiwa Than berkata juga, bahwa soal ini adalah soal yang menentukan hari-kemudiannya agama Islam? Adakah getaran jiwa Than berkata juga, bahwa sekali soal ini di kelak kemudian hari akan dihadapi juga oleh tiap-tiap rakyat Islam di muka bumi ini? Dan saya berkata kepada Tuan: siapa yang tidak insyaf akan maha-pentingnya soal ini, dia tidak ada
Sungguh, pembaca tanamkan, camkan kepentingannya soal ini di dalam tuan punya ingatan buat selama-lamanya! Saya ulangi lagi dengan tandes saya punya harapan tempo hari: manakah studen Indonesia yang menghadiahkan kepada masyarakat Indonesia satu studi tentang hal ini yang obyektif dan saksama? Dia, niscaya akan mendapat terimakasihnya bagian umat Islam Indonesia yang berfikir. Dia menyelesaikan satu kewajiban, satu plicht. Sebab, – akh, belum pernah soal ini diakui maha-pentingnya oleh umat Islam Indonesia, belum pernah pula ia dibicarakan zonder dendam dan zonder fitnah.
Sekali lagi saya berkata, Kamal Ataturk telah memindahkan satu fi'il
Kamal Ataturk, – kita mufakat kepadanya atau kita tidak mufakat kepadanya, – telah memberi bukti kepada sejarah buat selama-lamanya, bahwa ia cakap menangkap dan mengerti
Benar atau salahnya ia punya perbuatan-haibat itu bagi
&
|