Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007/Penjelasan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
←Membuat halaman berisi '{{header |title = {{PAGENAME}} |section = |previous = Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 |next = |shortcut = |notes = }} PENJELASAN A...'
 
Hidayatsrf (bicara | kontrib)
k →‎top: clean up, replaced: akte → akta (2) using AWB
 
Baris 8:
}}
 
PENJELASAN
 
ATAS
 
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
 
NOMOR 28 TAHUN 2007
 
TENTANG
 
PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983
 
TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
 
 
I.
Baris 74 ⟶ 73:
Dengan dilaksanakannya kebijakan pokok tersebut diharapkan dapat meningkatkan
penerimaan negara dalam jangka menengah dan panjang seiring dengan
meningkatnya kepatuhan sukarela dan membaiknya iklim usaha.
 
II. PASAL DEMI PASAL
Baris 84 ⟶ 83:
1
Cukup jelas.
 
 
Angka
2
Pasal
2
 
 
Ayat (1)
Baris 125 ⟶ 122:
Wajib Pajak yang dimilikinya. Terhadap Wajib Pajak yang tidak
mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak
dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.
 
Ayat (2)
Baris 136 ⟶ 133:
tempat tinggal Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan,
sedangkan bagi Pengusaha badan berkewajiban melaporkan
usahanya tersebut pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang
 
 
wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Pengusaha dan tempat
Baris 157 ⟶ 153:
Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dikenai sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
 
Ayat (3)
Baris 172 ⟶ 168:
meliputi tempat tinggal Wajib Pajak, juga diwajibkan mendaftarkan
diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi tempat kegiatan usaha Wajib Pajak dilakukan.
 
Ayat (4)
Baris 183 ⟶ 179:
Pengusaha tersebut telah memenuhi syarat untuk memperoleh
Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak.
 
Ayat (4a)
Baris 196 ⟶ 192:
Pemerintah berkaitan dengan kewajiban Wajib Pajak untuk
mendaftarkan diri dan hak untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib
Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak,
 
 
misalnya terhadap Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak
Baris 204 ⟶ 199:
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan terhitung
sejak tahun 2005, kewajiban perpajakannya timbul terhitung sejak
tahun 2005.
 
Ayat (5)
Baris 215 ⟶ 210:
penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta pengukuhan dan
pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
 
Ayat (6)
Baris 225 ⟶ 220:
Ayat (9)
Cukup jelas.
 
 
Angka 3
Pasal 2A
Cukup jelas.
 
Angka 4
Pasal 3
 
Ayat (1)
Baris 238 ⟶ 232:
adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang
sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:
 
a.
Baris 258 ⟶ 252:
penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk
melaporkan tentang:
 
a.
Baris 264 ⟶ 258:
b.
pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan
sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain
 
dalam satu Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan
 
perundang-undangan perpajakan.
Baris 279 ⟶ 273:
peraturan perundang-undangan perpajakan.
Sementara itu, yang dimaksud dengan benar, lengkap, dan jelas
dalam mengisi Surat Pemberitahuan adalah:
 
a.
Baris 299 ⟶ 293:
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Kewajiban penyampaian Surat Pemberitahuan oleh pemotong atau
pemungut pajak dilakukan untuk setiap Masa Pajak.
 
Ayat (1a)
Cukup jelas.
Ayat (1b)
Cukup jelas.
 
Ayat (2)
Baris 316 ⟶ 310:
Namun, untuk memberikan pelayanan yang lebih baik, Direktur
Jenderal Pajak dapat mengirimkan Surat Pemberitahuan kepada
Wajib Pajak.
 
Ayat (3)
Baris 322 ⟶ 316:
Pemberitahuan yang dianggap cukup memadai bagi Wajib Pajak
untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan
pembayaran pajak dan penyelesaian pembukuannya.
 
Ayat (3a)
Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, antara lain Wajib Pajak usaha
kecil, dapat:
 
a.
menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan
Pasal 25 untuk beberapa Masa Pajak sekaligus dengan syarat
 
pembayaran seluruh pajak yang wajib dilunasi menurut Surat
Pemberitahuan Masa tersebut dilakukan sekaligus paling lama
dalam Masa Pajak yang terakhir; dan/atau
 
b.
Baris 342 ⟶ 336:
sesuai batas waktu untuk Masa Pajak yang bersangkutan.
Ayat (3b)
Cukup jelas.
 
Ayat (3c)
Cukup jelas.
 
Ayat (4)
Baris 358 ⟶ 352:
Penghasilan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara
tertulis atau dengan cara lain misalnya dengan pemberitahuan
secara elektronik kepada Direktur Jenderal Pajak.
 
Ayat (5)
Baris 374 ⟶ 368:
sebagai bukti pelunasan, sebagai lampiran pemberitahuan
perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan.
 
Ayat (5a)
Baris 380 ⟶ 374:
dengan batas waktu yang telah ditentukan ternyata tidak
menyampaikan Surat Pemberitahuan, terhadap Wajib Pajak yang
bersangkutan dapat diberikan Surat Teguran.
 
Ayat (6)
Baris 392 ⟶ 386:
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sekurangkurangnya memuat jumlah peredaran, jumlah penghasilan, jumlah
Penghasilan Kena Pajak, jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit
 
 
pajak, jumlah kekurangan atau kelebihan pajak, serta harta dan
Baris 405 ⟶ 398:
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sekurangkurangnya memuat jumlah Dasar Pengenaan Pajak, jumlah Pajak
Keluaran, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, dan jumlah
kekurangan atau kelebihan pajak.
 
Ayat (7)
Baris 421 ⟶ 414:
Pemberitahuan disampaikan setelah Direktur Jenderal Pajak
melakukan pemeriksaan atau menerbitkan surat ketetapan pajak,
Surat Pemberitahuan tersebut dianggap sebagai data perpajakan.
 
Ayat (7a)
Cukup jelas.
 
 
Ayat (8)
Baris 435 ⟶ 427:
Pajak orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan di
bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak, tetapi karena kepentingan
tertentu diwajibkan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
 
Angka 5
Baris 451 ⟶ 443:
Pajak adalah laporan keuangan hasil kegiatan usaha masing-masing
Wajib Pajak.
Contoh:
 
 
PT A memiliki saham pada PT B dan PT C. Dalam contoh tersebut,
Baris 459 ⟶ 450:
keuangan atas usaha PT A (sebelum dikonsolidasi), sedangkan PT
B dan PT C wajib melampirkan laporan keuangan masing-masing,
bukan laporan keuangan konsolidasi.
 
Ayat (4b)
Cukup jelas.
 
 
Ayat (5)
Baris 471 ⟶ 461:
Lebih Bayar, Kurang Bayar, dan Nihil, prosedur perekaman dan
tindak lanjut pengelolaannya, yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
 
Angka 6
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
 
Ayat (2)
Baris 482 ⟶ 472:
sejalan dengan perkembangan teknologi informasi, perlu cara lain
bagi Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban menyampaikan Surat
Pemberitahuannya, misalnya disampaikan secara elektronik.
 
Ayat (3)
Baris 489 ⟶ 479:
penerimaan, apabila Surat Pemberitahuan dimaksud telah lengkap,
yaitu memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1), ayat (1a), dan ayat (6).
 
Angka 7
Pasal 7
 
Ayat (1)
Baris 498 ⟶ 488:
diatur pada ayat ini adalah untuk kepentingan tertib administrasi
perpajakan dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam
memenuhi kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan.
 
Ayat (2)
Bencana adalah bencana nasional atau bencana yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan.
 
Angka 8
Pasal 8
 
Ayat (1)
Baris 515 ⟶ 505:
pada saat Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak disampaikan
kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga
yang telah dewasa dari Wajib Pajak.
 
Ayat (1a)
 
Ayat (1a)
 
Yang dimaksud dengan daluwarsa penetapan adalah jangka waktu 5
(lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa
Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1).
 
Ayat (2)
Baris 541 ⟶ 530:
dengan 21 Juli, sedangkan yang dimaksud dengan “bagian dari
bulan” adalah jumlah hari yang tidak mencapai 1 (satu) bulan penuh,
misalnya 22 Juni sampai dengan 5 Juli.
 
Ayat (2a)
Cukup jelas.
 
Ayat (3)
Baris 557 ⟶ 546:
penyidikan tersebut diberitahukan kepada Penuntut Umum,
kesempatan untuk membetulkan sendiri sudah tertutup bagi Wajib
Pajak yang bersangkutan.
 
Ayat (4)
Baris 572 ⟶ 561:
diketahui jumlah pajak yang sesungguhnya terutang. Namun, untuk
membuktikan kebenaran laporan Wajib Pajak tersebut, proses
pemeriksaan tetap dilanjutkan sampai selesai.
 
Ayat (5)
Baris 579 ⟶ 568:
berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang
kurang dibayar, dan harus dilunasi oleh Wajib Pajak sebelum
laporan pengungkapan tersendiri disampaikan. Namun, pemeriksaan
 
 
tetap dilanjutkan. Apabila dari hasil pemeriksaan terbukti bahwa
laporan pengungkapan ternyata tidak sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya, atas ketidakbenaran pengungkapan tersebut dapat
diterbitkan surat ketetapan pajak.
 
Ayat (6)
Baris 636 ⟶ 624:
70.000.000,00 (-)
Penghasilan Kena Pajak
Rp130.000.000,00
 
 
Dengan demikian penghasilan kena pajak dari Surat Pemberitahuan
Baris 672 ⟶ 659:
yang semula Rp100.000.000,00 (Rp300.000.000,00
Rp200.000.000,00) setelah pembetulan menjadi Rp50.000.000,00
(Rp300.000.000,00 - Rp250.000.000,00).
 
Angka 9
Pasal 9
 
Ayat (1)
Baris 684 ⟶ 671:
Keterlambatan dalam pembayaran dan penyetoran tersebut
berakibat dikenai sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
 
Ayat (2)
Cukup jelas.
 
 
Ayat (2a)
Baris 697 ⟶ 683:
sejumlah Rp10.000.000,00 per bulan. Angsuran masa Mei tahun
2008 dibayar tanggal 18 Juni 2008 dan dilaporkan tanggal 19 Juni
2008. Apabila pada tanggal 15 Juli 2008 diterbitkan Surat Tagihan
 
 
Pajak, sanksi bunga dalam Surat Tagihan Pajak dihitung 1 (satu)
bulan sebagai berikut:
1 x 2% x Rp10.000.000,00 = Rp200.000,00.
 
 
Ayat (2b)
Baris 711 ⟶ 695:
Ayat (3a)
Cukup jelas.
 
 
Ayat (4)
Baris 721 ⟶ 704:
tanggal jatuh tempo pembayaran telah ditentukan.
Kelonggaran tersebut diberikan dengan hati-hati untuk paling lama
12 (dua belas) bulan dan terbatas kepada Wajib Pajak yang benarbenar sedang mengalami kesulitan likuiditas.
 
Angka 10
Baris 728 ⟶ 711:
Cukup jelas.
Ayat (1a)
Cukup jelas.
 
Ayat (2)
Baris 735 ⟶ 718:
pembayaran pajak yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan diharapkan dapat mempermudah pelaksanaan
pembayaran pajak dan administrasinya.
 
Angka 11
Pasal 11
 
Ayat (1)
Baris 752 ⟶ 735:
kelebihan pembayaran tersebut harus diperhitungkan lebih dahulu
dengan utang pajak tersebut dan jika masih terdapat sisa lebih,
dikembalikan kepada Wajib Pajak.
 
Ayat (1a)
Cukup jelas.
 
 
Ayat (2)
Untuk menjamin kepastian hukum bagi Wajib Pajak dan ketertiban
administrasi, batas waktu pengembalian kelebihan pembayaran
pajak ditetapkan paling lama 1 (satu) bulan:
 
 
a. untuk
Baris 790 ⟶ 771:
Pajak yang berwenang melaksanakan putusan pengadilan
sampai dengan saat diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian
Kelebihan Pembayaran Pajak.
 
Ayat (3)
Baris 800 ⟶ 781:
2% (dua persen) per bulan dihitung sejak berakhirnya jangka waktu
1 (satu) bulan sampai dengan saat diterbitkan Surat Keputusan
Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak.
 
Ayat (4)
Cukup jelas.
 
 
Angka 12
Baris 811 ⟶ 791:
Pajak pada prinsipnya terutang pada saat timbulnya objek pajak
yang dapat dikenai pajak, tetapi untuk kepentingan administrasi
perpajakan saat terutangnya pajak tersebut adalah:
 
a.
Baris 827 ⟶ 807:
masa pelunasan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 dan Pasal 10 ayat (2), oleh Wajib Pajak harus disetorkan ke kas
negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau
 
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud
Baris 837 ⟶ 817:
tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian
Surat Pemberitahuan atau karena ditemukannya data fiskal yang
tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak.
 
Ayat (2)
Baris 845 ⟶ 825:
perpajakan, serta melaporkan dalam Surat Pemberitahuan, tidak
perlu diberikan surat ketetapan pajak atau pun Surat Tagihan
Pajak.
 
Ayat (3)
Baris 853 ⟶ 833:
melebihi yang sebenarnya, Direktur Jenderal Pajak menetapkan
besarnya pajak yang terutang sebagaimana mestinya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
 
Angka 13
Baris 885 ⟶ 865:
Jenderal Pajak memiliki data lain di luar data yang disampaikan
oleh Wajib Pajak sendiri, dari data tersebut dapat dipastikan bahwa
Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban pajak sebagaimana
 
 
mestinya. Untuk memastikan kebenaran data itu, terhadap Wajib
Baris 914 ⟶ 893:
tidak memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
29 sehingga Direktur Jenderal Pajak tidak dapat menghitung jumlah
pajak yang seharusnya terutang sebagaimana dimaksud pada ayat
 
(1) huruf d, Direktur Jenderal Pajak berwenang menerbitkan Surat
Baris 936 ⟶ 915:
baiknya untuk membantu kelancaran jalannya pemeriksaan.
Beban pembuktian tersebut berlaku juga bagi ketetapan yang
diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
 
Ayat (2)
Baris 944 ⟶ 923:
administrasi perpajakan tersebut berupa bunga sebesar 2% (dua
persen) per bulan yang dicantumkan dalam Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar.
 
 
Sanksi administrasi berupa bunga, dihitung dari jumlah pajak yang
Baris 960 ⟶ 938:
Pada bulan April 2009 berdasarkan hasil pemeriksaan diterbitkan
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar maka sanksi bunga dihitung
sebagai berikut:
 
 
1.
Baris 983 ⟶ 960:
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari
pajak yang kurang dibayar yang dihitung sejak berakhirnya Masa
Pajak untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
 
Ayat (3)
Baris 999 ⟶ 976:
jenis Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100%
(seratus persen).
 
Ayat (4)
Baris 1.011 ⟶ 988:
dalam Surat
Pemberitahuan Masa atau Surat Pemberitahuan Tahunan pada
hakikatnya telah menjadi tetap dengan sendirinya atau telah
 
 
menjadi pasti karena hukum sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
 
Ayat (5)
Baris 1.041 ⟶ 1.017:
bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah
pajak yang tidak atau kurang dibayar meskipun jangka waktu 5
(lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampaui.
 
Ayat (6)
Cukup jelas.
 
 
Angka 14
Baris 1.062 ⟶ 1.037:
pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi
berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang
kurang dibayar.
 
Angka 15
Baris 1.071 ⟶ 1.046:
Surat Tagihan Pajak menurut ayat ini disamakan kekuatan
hukumnya dengan surat ketetapan pajak sehingga dalam hal
penagihannya dapat juga dilakukan dengan Surat Paksa.
 
 
Ayat (3)
Ayat ini mengatur pengenaan sanksi administrasi berupa bunga
atas Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan karena:
 
a.
Baris 1.085 ⟶ 1.059:
kurang dibayar karena terdapat salah tulis dan/atau salah
hitung.
Untuk jelasnya diberikan contoh cara penghitungan sebagai berikut:
 
1. Pajak Penghasilan dalam
Baris 1.096 ⟶ 1.070:
Atas kekurangan Pajak Penghasilan Pasal 25 tersebut
diterbitkan Surat Tagihan Pajak pada tanggal 18 September
2008 dengan penghitungan sebagai berikut:
 
-
Baris 1.136 ⟶ 1.110:
Dasar Pengenaan Pajak ditagih dengan Surat Tagihan Pajak,
sedangkan pajak yang terutang ditagih dengan surat ketetapan
pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
 
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
 
 
Angka 16
Baris 1.195 ⟶ 1.168:
pembukuan perusahaan yang diserahkan pada waktu pemeriksaan.
Selain itu, yang termasuk dalam data baru adalah data yang
semula belum terungkap, yaitu data yang:
 
a. tidak diungkapkan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan
beserta lampirannya (termasuk laporan keuangan); dan/atau
 
b. pada waktu pemeriksaan untuk penetapan semula Wajib Pajak
Baris 1.214 ⟶ 1.187:
yang seharusnya, hal tersebut termasuk dalam pengertian data
yang semula belum terungkap.
Contoh:
 
1. Dalam Surat Pemberitahuan dan/atau laporan keuangan tertulis
Baris 1.256 ⟶ 1.229:
tidak mengungkapkan rincian penggunaan barang tersebut
dengan benar sehingga tidak dilakukan koreksi atas
pengkreditan Pajak Masukan tersebut oleh fiskus, sebagai
 
akibatnya Pajak Pertambahan Nilai yang terutang tidak dapat
Baris 1.263 ⟶ 1.236:
Masukan yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan
kegiatan usaha dimaksud, data atau keterangan tersebut
merupakan data yang semula belum terungkap.
 
Ayat (2)
Baris 1.272 ⟶ 1.245:
Kurang Bayar Tambahan ditambah sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari pajak yang kurang
dibayar.
 
Ayat (3)
Cukup jelas.
 
 
Ayat (4)
Baris 1.287 ⟶ 1.259:
persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar meskipun
jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilampaui.
 
Ayat (5)
Cukup jelas.
 
 
Angka 17
Baris 1.305 ⟶ 1.276:
maupun berdasarkan permohonan Wajib Pajak, kesalahan atau
kekeliruan tersebut harus dibetulkan. Yang dapat dibetulkan karena
kesalahan atau kekeliruan adalah sebagai berikut:
 
a. surat ketetapan pajak, yang meliputi Surat Ketetapan Pajak
Baris 1.319 ⟶ 1.290:
h. Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi;
i. Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak; atau
j. Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak.
 
Ruang lingkup pembetulan yang diatur pada ayat ini terbatas pada
kesalahan atau kekeliruan sebagai akibat dari:
 
a. kesalahan tulis, antara lain kesalahan yang dapat berupa nama,
Baris 1.348 ⟶ 1.319:
lagi permohonan pembetulan kepada Direktur Jenderal Pajak, atau
Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pembetulan lagi karena
jabatan.
 
Ayat (2)
Untuk memberikan kepastian hukum, permohonan pembetulan
yang diajukan oleh Wajib Pajak harus diputuskan dalam batas
waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak permohonan diterima.
 
Ayat (3)
Baris 1.361 ⟶ 1.332:
Dengan dianggap dikabulkannya permohonan Wajib Pajak, Direktur
Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan sesuai
dengan permohonan Wajib Pajak.
 
Ayat (4)
Cukup jelas.
 
 
Angka 18
Pasal 17
 
Ayat (1)
Menurut ketentuan ayat ini Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
diterbitkan untuk:
 
a. Pajak Penghasilan apabila
Baris 1.385 ⟶ 1.355:
c.
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah apabila jumlah pajak yang
dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.
 
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar tersebut diterbitkan setelah
Baris 1.395 ⟶ 1.365:
Lebih Bayar dan menghendaki pengembalian kelebihan
pembayaran pajak, wajib mengajukan permohonan tertulis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2).
 
Ayat (2)
Baris 1.401 ⟶ 1.371:
Ayat (3)
Cukup jelas.
 
 
Angka 19
Pasal 17A
 
Ayat (1)
Menurut ketentuan ayat ini, Surat Ketetapan Pajak Nihil diterbitkan
untuk:
 
a.
Baris 1.428 ⟶ 1.397:
Ayat (2)
Cukup jelas.
 
 
Angka 20
Pasal 17B
 
Ayat (1)
Baris 1.441 ⟶ 1.409:
pembayaran pajak dapat berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Nihil atau Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar.
 
Ayat (1a)
Baris 1.448 ⟶ 1.416:
bukti permulaan disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa,
pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib
Pajak.
 
Ayat (2)
Batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan
untuk memberikan kepastian hukum terhadap permohonan Wajib
 
 
Pajak atau Pengusaha Kena Pajak sehingga bila batas waktu
Baris 1.459 ⟶ 1.426:
suatu keputusan, permohonan tersebut dianggap dikabulkan.
Selain itu, batas waktu tersebut dimaksudkan pula untuk
kepentingan tertib administrasi perpajakan.
 
Ayat (3)
Baris 1.467 ⟶ 1.434:
berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
sampai dengan saat Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan,
dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan.
 
Ayat (4)
Cukup jelas.
 
 
Angka 21
Pasal 17C
 
Ayat (1)
Baris 1.480 ⟶ 1.446:
untuk Wajib Pajak dengan kriteria tertentu setelah dilakukan
penelitian harus diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama:
 
a. 3 (tiga) bulan untuk Pajak Penghasilan
Baris 1.494 ⟶ 1.460:
Ayat (2)
Termasuk dalam pengertian kepatuhan penyampaian Surat
Pemberitahuan adalah:
 
a. tepat
Baris 1.511 ⟶ 1.477:
keadaan pada tanggal 31 Desember. Utang pajak yang belum
melewati batas akhir pelunasan tidak termasuk dalam pengertian
tunggakan pajak.
 
Ayat (3)
Cukup jelas.
 
 
Ayat (4)
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak
dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah melakukan pemeriksaan
terhadap Wajib Pajak yang telah memperoleh pengembalian
 
 
pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Surat
ketetapan pajak tersebut dapat berupa Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar, atau Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
 
Ayat (5)
Baris 1.538 ⟶ 1.502:
Bayar dan pengenaan sanksi administrasi berupa kenaikan
tersebut diberikan contoh sebagai berikut:
1) Pajak Penghasilan
 
-
Baris 1.567 ⟶ 1.531:
Pajak Penghasilan Pasal 25 Rp
90.000.000,00(+)
Rp150.000.000,00
 
-
Baris 1.579 ⟶ 1.543:
Sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar 100% Rp 30.000.000,00 (+)
Jumlah yang masih harus dibayar Rp 60.000.000,00
 
2) Pajak Pertambahan Nilai
 
-
Baris 1.591 ⟶ 1.555:
b.
Kredit pajak, yaitu Pajak Masukan
Rp150.000.000,00
 
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut diterbitkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar dengan penghitungan
sebagai berikut:
 
-
Baris 1.613 ⟶ 1.577:
kenaikan 100% Rp
10.000.000,00(+)
Jumlah yang masih harus dibayar Rp 20.000.000,00
 
Ayat (6)
Baris 1.619 ⟶ 1.583:
Ayat (7)
Cukup jelas.
 
 
Angka 22
Baris 1.628 ⟶ 1.591:
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
 
Ayat (4)
Baris 1.635 ⟶ 1.598:
Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan setelah memberikan
pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
 
Ayat (5)
Baris 1.644 ⟶ 1.607:
jumlah pajak yang kurang dibayar ditambah dengan sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari
jumlah kekurangan pembayaran pajak.
 
Pasal 17E
Cukup jelas.
 
 
Angka 23
Baris 1.655 ⟶ 1.617:
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dihapus.
 
Angka 24
Pasal 19
Ayat (1)
 
 
Ayat ini mengatur pengenaan sanksi administrasi berupa bunga
Baris 1.666 ⟶ 1.627:
atau kurang dibayar pada saat jatuh tempo pelunasan atau
terlambat dibayar.
Contoh:
 
a. Jumlah pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Surat
Baris 1.697 ⟶ 1.658:
dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda
pembayaran pajak.
Contoh:
 
a. Wajib Pajak menerima Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Baris 1.719 ⟶ 1.680:
Rp1.120.000,00 = Rp112.000,00.
Ayat (3)
Cukup jelas.
 
 
Angka 25
Pasal 20
 
Ayat (1)
Baris 1.733 ⟶ 1.693:
peraturan perundang-undangan perpajakan. Penagihan pajak
dengan Surat Paksa tersebut dilaksanakan terhadap Penanggung
Pajak.
 
Ayat (2)
Baris 1.740 ⟶ 1.700:
kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo
pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis
pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak.
 
Ayat (3)
Cukup jelas.
 
 
Angka 26
Pasal 21
 
Ayat (1)
Baris 1.754 ⟶ 1.713:
milik Penanggung Pajak yang akan dilelang di muka umum.
Pembayaran kepada kreditur lain diselesaikan setelah utang pajak
dilunasi.
 
Ayat (2)
Baris 1.764 ⟶ 1.723:
Ayat (5)
Cukup jelas.
 
 
Angka 27
Pasal 22
 
Ayat (1)
Baris 1.779 ⟶ 1.737:
pajak 5 (lima) tahun dihitung sejak tanggal penerbitan Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan
Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
 
Ayat (2)
Daluwarsa penagihan pajak dapat melampaui 5 (lima) tahun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila:
 
 
a. Direktur Jenderal Pajak menerbitkan dan memberitahukan Surat
Baris 1.819 ⟶ 1.776:
Cukup jelas.
Ayat (3)
Dihapus.
 
Angka 29
 
Pasal 24
Baris 1.831 ⟶ 1.788:
subjek pajak dan hak untuk melakukan penagihan pajak telah daluwarsa.
Melalui cara ini dapat diperkirakan secara efektif besarnya saldo piutang
pajak yang akan dapat ditagih atau dicairkan.
 
Angka 30
Pasal 25
 
Ayat (1)
Baris 1.843 ⟶ 1.800:
Keberatan yang diajukan adalah mengenai materi atau isi dari
ketetapan pajak, yaitu jumlah rugi berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, jumlah besarnya pajak, atau
 
 
pemotongan atau pemungutan pajak. Yang dimaksud dengan
Baris 1.854 ⟶ 1.810:
dan Tahun Pajak 2009 harus diajukan masing-masing dalam 1
(satu) surat keberatan tersendiri. Untuk 2 (dua) Tahun Pajak
tersebut harus diajukan 2 (dua) buah surat keberatan.
 
Ayat (2)
Baris 1.860 ⟶ 1.816:
penghitungan” dimaksud adalah alasan-alasan yang jelas dan
dilampiri dengan fotokopi surat ketetapan pajak, bukti pemungutan,
atau bukti pemotongan.
 
Ayat (3)
Baris 1.873 ⟶ 1.829:
Wajib Pajak (force majeur), tenggang waktu selama 3 (tiga) bulan
tersebut masih dapat dipertimbangkan untuk diperpanjang oleh
Direktur Jenderal Pajak.
 
Ayat (3a)
Baris 1.880 ⟶ 1.836:
kewajiban perpajakannya yang telah disetujui Wajib Pajak pada
saat pembahasan akhir hasil pemeriksaan. Pelunasan tersebut
harus dilakukan sebelum Wajib Pajak mengajukan keberatan.
 
Ayat (4)
Baris 1.886 ⟶ 1.842:
sebagaimana dimaksud dalam pasal ini bukan merupakan surat
keberatan, sehingga tidak dapat dipertimbangkan dan tidak
diterbitkan Surat Keputusan Keberatan.
 
Ayat (5)
Baris 1.899 ⟶ 1.855:
penyampaian surat keberatan, batas waktu penyelesaian keberatan
dihitung sejak diterima surat berikutnya yang memenuhi syarat
sebagai surat keberatan.
 
Ayat (6)
Baris 1.906 ⟶ 1.862:
pajak, penghitungan rugi, atau pemotongan atau pemungutan pajak
yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, Direktur Jenderal Pajak
berkewajiban untuk memenuhi permintaan tersebut.
 
 
Ayat (7)
Baris 1.916 ⟶ 1.871:
administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan sebagaimana
diatur dalam Pasal 19 tidak diberlakukan atas jumlah pajak yang
belum dibayar pada saat pengajuan keberatan.
 
Ayat (8)
Cukup jelas.
 
 
Ayat (9)
Baris 1.946 ⟶ 1.900:
administrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 19, tetapi dikenai
sanksi sesuai dengan ayat ini, yaitu sebesar 50% x
(Rp750.000.000,00 – Rp200.000.000,00) = Rp275.000.000,00.
 
Ayat (10)
Cukup jelas.
 
 
Angka 31
Pasal 26
 
Ayat (1)
Baris 1.964 ⟶ 1.917:
Dengan ditentukannya batas waktu penyelesaian keputusan atas
keberatan tersebut, berarti akan diperoleh suatu kepastian hukum
bagi Wajib Pajak selain terlaksananya administrasi perpajakan.
 
Ayat (2)
Baris 1.970 ⟶ 1.923:
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
 
 
 
Ayat ini mengharuskan Wajib Pajak membuktikan ketidakbenaran
Baris 1.985 ⟶ 1.936:
menetapkan besarnya jumlah pajak yang terutang. Apabila Wajib
Pajak tidak dapat membuktikan ketidakbenaran surat ketetapan
pajak secara jabatan, pengajuan keberatannya ditolak.
 
Ayat (5)
Cukup jelas.
 
 
Angka 32
Pasal 26A
Ayat (1)
Cukup jelas.
 
Ayat (2)
Baris 2.001 ⟶ 1.951:
keberatannya, dalam tata cara sebagaimana dimaksud pada ayat
ini diatur, antara lain, Wajib Pajak dapat hadir untuk memberikan
keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatannya.
 
Ayat (3)
Baris 2.007 ⟶ 1.957:
Ayat (4)
Cukup jelas.
 
 
Angka 33
Baris 2.022 ⟶ 1.971:
Cukup jelas.
Ayat (5)
Dihapus.
 
Ayat (5a)
Baris 2.032 ⟶ 1.981:
persen) per bulan sebagaimana diatur dalam Pasal 19 tidak
diberlakukan atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat
pengajuan keberatan.
 
Ayat (5b)
Cukup jelas.
 
 
 
Ayat (5c)
Cukup jelas.
 
 
Ayat (5d)
Baris 2.064 ⟶ 2.010:
mengabulkan sebagian keberatan Wajib Pajak dengan jumlah
pajak yang masih harus dibayar menjadi sebesar
Rp750.000.000,00.
 
Selanjutnya Wajib Pajak mengajukan permohonan banding dan oleh
Baris 2.071 ⟶ 2.017:
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per
bulan sebagaimana diatur dalam Pasal 19 maupun sanksi
administrasi berupa denda sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat
 
(9) tidak dikenakan. Namun, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi
Baris 2.078 ⟶ 2.024:
Ayat (6)
Cukup jelas.
 
 
Angka 34
Baris 2.098 ⟶ 2.043:
pajak, kelebihan pembayaran dimaksud dikembalikan dengan
ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
 
 
Ayat (2)
Baris 2.113 ⟶ 2.057:
Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
tersebut, yang mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan
Wajib Pajak.
 
Ayat (3)
Cukup jelas.
 
 
Angka 35
Baris 2.128 ⟶ 2.071:
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
 
Ayat (5)
Baris 2.134 ⟶ 2.077:
metode pembukuan dengan tahun-tahun sebelumnya untuk
mencegah penggeseran laba atau rugi. Prinsip taat asas dalam
metode pembukuan misalnya dalam penerapan:
 
a. stelsel pengakuan penghasilan;
Baris 2.159 ⟶ 2.102:
Stelsel kas biasanya digunakan oleh perusahaan kecil orang
pribadi atau perusahaan jasa, misalnya transportasi, hiburan, dan
restoran yang tenggang waktu antara penyerahan jasa dan
 
penerimaan pembayarannya tidak berlangsung lama. Dalam stelsel
Baris 2.173 ⟶ 2.116:
stelsel kas harus memperhatikan hal-hal antara lain sebagai
berikut.
1) Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus
 
meliputi seluruh penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan.
Dalam menghitung harga pokok penjualan harus diperhitungkan
seluruh pembelian dan persediaan.
 
2) Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak
yang dapat diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan dari
penghasilan hanya dapat dilakukan melalui penyusutan dan
amortisasi.
 
3) Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara taat asas
 
(konsisten).
Dengan demikian penggunaan stelsel kas untuk tujuan perpajakan
dapat juga dinamakan stelsel campuran.
 
Ayat (6)
Baris 2.220 ⟶ 2.163:
perubahan tersebut.
Selain itu, perubahan periode tahun buku juga berakibat
berubahnya jumlah penghasilan atau kerugian Wajib Pajak. Oleh
 
 
karena itu, perubahan tersebut juga harus mendapat persetujuan
Baris 2.232 ⟶ 2.174:
bersangkutan menggunakan tahun yang di dalamnya termasuk 6
(enam) bulan pertama atau lebih.
Contoh:
 
a. Tahun buku 1 Juli 2008 sampai dengan 30 Juni 2009 adalah
Baris 2.256 ⟶ 2.198:
Dengan demikian, pembukuan harus diselenggarakan dengan cara
atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan
Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundangundangan perpajakan menentukan lain.
 
Ayat (8)
Cukup jelas.
 
Ayat (9)
Baris 2.270 ⟶ 2.212:
merupakan objek Pajak Penghasilan.
Di samping itu, pencatatan meliputi pula penghasilan yang bukan
objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
 
Ayat (10)
Dihapus.
 
Ayat (11)
Baris 2.281 ⟶ 2.223:
disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia. Hal itu
dimaksudkan agar apabila Direktur Jenderal Pajak akan
mengeluarkan surat ketetapan pajak, bahan pembukuan atau
 
 
pencatatan yang diperlukan masih tetap ada dan dapat segera
Baris 2.293 ⟶ 2.234:
termasuk yang diselenggarakan secara program aplikasi on-line
harus dilakukan dengan memperhatikan faktor keamanan,
kelayakan, dan kewajaran penyimpanan.
 
Ayat (12)
Cukup jelas.
 
 
Angka 36
Baris 2.304 ⟶ 2.244:
Direktur Jenderal Pajak dalam rangka pengawasan kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan berwenang melakukan
pemeriksaan untuk:
 
a. menguji
Baris 2.325 ⟶ 2.265:
keadaan atau kegiatan usaha sebenarnya dari Wajib Pajak.
Selain itu, pemeriksaan dapat juga dilakukan untuk tujuan lain, di
antaranya:
 
a.
Baris 2.354 ⟶ 2.294:
pemenuhan permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda.
Ayat (2)
 
 
 
Pemeriksaan dilaksanakan oleh petugas pemeriksa yang jelas
Baris 2.374 ⟶ 2.312:
Petugas pemeriksa harus melakukan pembinaan kepada Wajib
Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
 
Ayat (3)
Baris 2.403 ⟶ 2.341:
keterangan lain yang dapat berupa keterangan tertulis dan/atau
keterangan lisan.
Keterangan tertulis misalnya:
 
a.
Baris 2.420 ⟶ 2.358:
c.
wawancara dengan manajemen tentang transaksi-transaksi
yang bersifat khusus.
 
Ayat (3a)
Baris 2.426 ⟶ 2.364:
Ayat (3b)
Cukup jelas.
 
 
Ayat (4)
Baris 2.433 ⟶ 2.370:
dokumen serta keterangan-keterangan lain yang diperlukan tidak
dapat diberikan oleh Wajib Pajak maka ayat ini menegaskan bahwa
kewajiban merahasiakan itu ditiadakan.
 
Angka 37
Baris 2.447 ⟶ 2.384:
jangka waktu pemeriksaannya cukup singkat, Direktur Jenderal Pajak
melalui Wajib Pajak dapat meminta kertas kerja pemeriksaan yang dibuat
oleh Akuntan Publik.
 
Angka 38
Baris 2.478 ⟶ 2.415:
Penyegelan merupakan upaya terakhir pemeriksa untuk
memperoleh atau mengamankan buku, catatan, dokumen termasuk
data yang dikelola secara elektronik, dan benda-benda lain yang
 
 
dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas Wajib Pajak yang diperiksa agar tidak dipindahkan,
 
dihilangkan, dimusnahkan, diubah, dirusak, ditukar, atau
dipalsukan.
Penyegelan data elektronik dilakukan sepanjang tidak
 
menghentikan kelancaran kegiatan operasional perusahaan,
khususnya yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
 
Angka 39
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas.
 
Ayat (2)
Baris 2.507 ⟶ 2.443:
ditentukan. Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam batas waktu
yang ditentukan, hasil pemeriksaan ditindaklanjuti sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
 
Ayat (3)
Cukup jelas.
 
Angka 40
Pasal 32
 
Ayat (1)
Baris 2.523 ⟶ 2.459:
pengampuan. Bagi Wajib Pajak tersebut perlu ditentukan siapa
yang menjadi wakil atau kuasanya karena mereka tidak dapat atau
tidak mungkin melakukan sendiri tindakan hukum tersebut.
 
Ayat (2)
Baris 2.532 ⟶ 2.468:
apabila wakil Wajib Pajak dapat membuktikan dan meyakinkan
bahwa dalam kedudukannya, menurut kewajaran dan kepatutan,
tidak mungkin dimintai pertanggungjawaban.
 
Ayat (3)
Baris 2.541 ⟶ 2.477:
Bantuan tersebut meliputi pelaksanaan kewajiban formal dan
material serta pemenuhan hak Wajib Pajak yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan perpajakan.
 
 
Yang dimaksud dengan kuasa adalah orang yang menerima kuasa
khusus dari Wajib Pajak untuk menjalankan hak dan memenuhi
kewajiban perpajakan tertentu dari Wajib Pajak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
 
Ayat (3a)
Cukup jelas.
 
 
Ayat (4)
Baris 2.559 ⟶ 2.493:
menandatangani kontrak dengan pihak ketiga, menandatangani
cek, dan sebagainya walaupun orang tersebut tidak tercantum
namanya dalam susunan pengurus yang tertera dalam akteakta
pendirian maupun akteakta perubahan, termasuk dalam pengertian
pengurus. Ketentuan dalam ayat ini berlaku pula bagi komisaris dan
pemegang saham mayoritas atau pengendali.
 
Angka 41
Pasal 33
Dihapus.
 
Angka 42
Pasal 34
 
Ayat (1)
Baris 2.575 ⟶ 2.509:
melakukan tugas di bidang perpajakan dilarang mengungkapkan
kerahasiaan Wajib Pajak yang menyangkut masalah perpajakan,
antara lain:
 
a. Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan lain-lain
Baris 2.592 ⟶ 2.526:
undang-undang perpajakan adalah sama dengan petugas pajak
yang dilarang pula untuk mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
 
Ayat (2a)
Keterangan yang dapat diberitahukan adalah identitas Wajib Pajak
dan informasi yang bersifat umum tentang perpajakan.
Identitas Wajib Pajak meliputi:
 
1. nama Wajib Pajak;
Baris 2.608 ⟶ 2.542:
a. penerimaan pajak secara nasional;
b. penerimaan pajak per Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
dan/atau per Kantor Pelayanan Pajak;
 
c. penerimaan pajak per jenis pajak;
Baris 2.629 ⟶ 2.563:
atau tentang Wajib Pajak. Pemberian izin tersebut dilakukan secara
terbatas dalam hal-hal yang dipandang perlu oleh Menteri
Keuangan.
 
Ayat (4)
Baris 2.637 ⟶ 2.571:
memberikan izin pembebasan atas kewajiban kerahasiaan kepada
pejabat pajak dan para ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) atas permintaan tertulis hakim ketua sidang.
 
Ayat (5)
Baris 2.643 ⟶ 2.577:
perpajakan yang diminta hanya mengenai perkara pidana atau
perdata tentang perbuatan atau peristiwa yang menyangkut bidang
perpajakan dan hanya terbatas pada tersangka yang bersangkutan.
 
Angka 43
Baris 2.665 ⟶ 2.599:
permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah
tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan
memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai
 
 
keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat
pajak.
 
Ayat (3)
Cukup jelas.
 
 
Angka 44
Baris 2.701 ⟶ 2.633:
suatu peristiwa yang diperkirakan berkaitan dengan pemenuhan
kewajiban perpajakan Wajib Pajak dengan memperhatikan
ketentuan tentang kerahasiaan atas data dan informasi dimaksud.
 
Angka 45
Baris 2.724 ⟶ 2.656:
Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak.
Dalam rangka memberikan keadilan dan melindungi hak Wajib
Pajak, Direktur Jenderal Pajak atas kewenangannya atau atas
 
 
permohonan Wajib Pajak dapat membatalkan hasil pemeriksaan
Baris 2.733 ⟶ 2.664:
tidak hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan sesuai
dengan batas waktu yang ditentukan, permohonan Wajib Pajak
tidak dapat dipertimbangkan.
 
Ayat (1a)
Baris 2.747 ⟶ 2.678:
Ayat (2)
Cukup jelas.
 
 
Angka 46
Pasal 36A
 
Ayat (1)
Baris 2.759 ⟶ 2.689:
tidak sesuai dengan undang-undang sehingga mengakibatkan
kerugian pada pendapatan negara dikenai sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
 
Ayat (2)
Baris 2.773 ⟶ 2.703:
Dalam keadaan demikian, Wajib Pajak dapat mengadukan
pelanggaran yang dilakukan pegawai pajak tersebut kepada unit
internal Departemen Keuangan.
 
Ayat (3)
Baris 2.779 ⟶ 2.709:
Ayat (4)
Cukup jelas.
 
 
Ayat (5)
Baris 2.786 ⟶ 2.715:
melaksanakan tugasnya tidak untuk mencari keuntungan bagi diri
sendiri, keluarga, kelompok, dan/atau tindakan lain yang berindikasi
korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme.
 
Angka 47
 
Angka 47
 
Pasal 36B
Baris 2.803 ⟶ 2.731:
Ayat (1)
Cukup jelas.
 
 
Ayat (2)
Pemberian besarnya insentif dilakukan melalui pembahasan yang
dilakukan oleh Pemerintah dengan alat kelengkapan Dewan
Perwakilan Rakyat yang membidangi masalah keuangan.
 
Ayat (3)
Cukup jelas.
 
 
Angka 48
Baris 2.819 ⟶ 2.745:
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
 
Angka 49
 
Pasal 38
Baris 2.838 ⟶ 2.764:
tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan kewajibannya sehingga
perbuatan tersebut dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
negara.
 
Angka 50
Pasal 39
 
Ayat (1)
Baris 2.850 ⟶ 2.776:
Dalam perbuatan atau tindakan ini termasuk pula setiap orang yang
dengan sengaja tidak mendaftarkan diri, menyalahgunakan atau
menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak, atau
 
 
menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak.
 
Ayat (2)
Baris 2.862 ⟶ 2.787:
menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan,
dikenai pidana lebih berat, yaitu ditambahkan 1 (satu) kali menjadi
2 (dua) kali sanksi pidana yang diatur pada ayat (1).
 
Ayat (3)
Baris 2.871 ⟶ 2.796:
pajak dan/atau kompensasi pajak atau pengkreditan pajak yang
tidak benar sangat merugikan negara. Oleh karena itu, percobaan
melakukan tindak pidana tersebut merupakan delik tersendiri.
 
Angka 51
Baris 2.886 ⟶ 2.811:
penggunaan faktur pajak, bukti pemotongan pajak, bukti pemungutan
pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi
yang sebenarnya dikenai sanksi pidana.
 
Angka 52
Baris 2.908 ⟶ 2.833:
yang dilakukan dengan sengaja dikenai sanksi yang lebih berat
dibandingkan dengan perbuatan atau tindakan yang dilakukan
karena kealpaan agar pejabat yang bersangkutan lebih berhati-hati
 
 
untuk tidak melakukan perbuatan membocorkan rahasia Wajib
Pajak.
 
Ayat (3)
Baris 2.918 ⟶ 2.842:
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan sifatnya adalah
menyangkut kepentingan pribadi seseorang atau badan selaku
Wajib Pajak.
 
Angka 53
 
Pasal 41A
Baris 2.926 ⟶ 2.850:
sebagaimana diatur dalam Pasal 35 maka perlu adanya sanksi bagi
pihak ketiga yang melakukan perbuatan atau tindakan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal ini.
 
Angka 54
 
Pasal 41B
Baris 2.934 ⟶ 2.858:
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, misalnya menghalangi
penyidik melakukan penggeledahan dan/atau menyembunyikan bahan
bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini dikenai sanksi pidana.
 
Angka 55
Baris 2.945 ⟶ 2.869:
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
 
Angka 56
Pasal 43
 
Ayat (1)
Baris 2.957 ⟶ 2.881:
menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang
menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan.
 
Ayat (2)
Cukup jelas.
 
 
Angka 57
Pasal 43A
 
Ayat (1)
Baris 2.971 ⟶ 2.894:
melalui kegiatan intelijen atau pengamatan yang hasilnya dapat
ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan, Pemeriksaan Bukti Permulaan,
atau tidak ditindaklanjuti.
 
Ayat (2)
 
Ayat (2)
 
Cukup jelas.
Baris 2.981 ⟶ 2.903:
Ayat (4)
Cukup jelas.
 
 
Angka 58
Pasal 44
 
 
Ayat (1)
Baris 2.993 ⟶ 2.913:
tindak pidana di bidang perpajakan. Penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan dilaksanakan menurut ketentuan yang diatur
dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
 
Ayat (2)
Baris 3.002 ⟶ 2.922:
barang bergerak maupun tidak bergerak, termasuk rekening bank,
piutang, dan surat berharga milik Wajib Pajak, Penanggung Pajak,
dan/atau pihak lain yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
 
Ayat (3)
Baris 3.008 ⟶ 2.928:
Ayat (4)
Cukup jelas.
 
 
Angka 59
Pasal 44B
 
 
Ayat (1)
Baris 3.018 ⟶ 2.936:
Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak
pidana perpajakan sepanjang perkara pidana tersebut belum
dilimpahkan ke pengadilan.
 
Ayat (2)
Cukup jelas.
 
 
Pasal II
Cukup jelas.
 
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4740