Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2008: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
kTidak ada ringkasan suntingan
 
Baris 1:
{{PP|63|2008}}
<DIV align=justify><br><br><center>PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA<br>NOMOR 63 TAHUN 2008<br>TENTANG<br>PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN<br><br>DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA<br><br>PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,</center><br><div class=sm>Menimbang: &nbsp;&nbsp; bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (4) dan ayat (5), Pasal 14 ayat (4), Pasal 15 ayat (4), Pasal 27 ayat (2), Pasal 61, dan Pasal 69 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan;</div><br><div class=sm>Mengingat: <br> 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;</div><br><div class=sm1>2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4132) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4430);</div><br><center>MEMUTUSKAN:</center><br><div class=s60>Menetapkan:&nbsp;&nbsp;PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN.</div><br><center>BAB I<br>KETENTUAN UMUM<br><br>Pasal 1</center>Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:<br>1. Nama Yayasan adalah nama diri dari Yayasan yang bersangkutan.<br><div class=s12>2. Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Yayasan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Yayasan lain yang mengakibatkan beralihnya karena hukum semua aktiva dan pasiva dari Yayasan yang menggabungkan diri kepada Yayasan yang menerima penggabungan dan Yayasan yang menggabungkan diri bubar karena hukum tanpa diperlukan likuidasi.</div><div class=s12>3. Daftar Yayasan adalah daftar yang diadakan oleh Menteri yang memuat catatan resmi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Yayasan.</div><div class=s12>4. Undang-Undang adalah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.</div><div class=s12>5. Orang Indonesia adalah orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.</div>6. Orang Asing adalah orang perseorangan asing atau badan hukum asing.<br>7. Menteri adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.<br><br><center>BAB II<br>PEMAKAIAN NAMA YAYASAN<br><br>Pasal 2</center>(1) Setiap Yayasan harus mempunyai nama diri.<br><div class=s14>(2) Nama Yayasan yang telah didaftar dalam Daftar Yayasan tidak boleh dipakai oleh Yayasan lain.</div><div class=s14>(3) Nama Yayasan dari Yayasan yang telah berakhir status badan hukumnya harus diberitahukan kepada Menteri untuk dihapus dari Daftar Yayasan oleh likuidator, kurator, atau Pengurus Yayasan.</div><br><center>Pasal 3</center>(1) Kata "Yayasan" hanya dapat dipakai oleh:<br><div class=s140><div class=s14>a. Yayasan yang diakui sebagai badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang; dan</div>b. Yayasan yang didirikan berdasarkan Undang-Undang.</div><div class=s14>(2) Kata "Yayasan" sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan di depan Nama Yayasan yang bersangkutan.</div><div class=s14>(3) Dalam hal kekayaan Yayasan berasal dari wakaf, kata "wakaf" dapat ditambahkan setelah kata "Yayasan".</div><div class=s14>(4) Kata "wakaf" tidak dapat ditambahkan setelah kata "Yayasan" jika Yayasan bukan sebagai Nazhir.</div><br><center>Pasal 4</center>(1) Pemakaian Nama Yayasan ditolak jika:<br><div class=s140><div class=s12>a. sama dengan Nama Yayasan lain yang telah terdaftar lebih dahulu dalam Daftar Yayasan; atau</div>b. bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan.</div><div class=s14>(2) Ketentuan mengenai alasan penolakan pemakaian Nama Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang yang memberitahukan kepada Menteri mengenai penyesuaian Anggaran Dasar Yayasan yang bersangkutan.</div><div class=s14>(3) Dalam hal pemakaian Nama Yayasan ditolak berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Yayasan dapat mengajukan pemakaian nama lain.</div><br><center>Pasal 5</center>(1) Nama Yayasan dicatat dalam Daftar Yayasan apabila:<br><div class=s140>a. akta pendirian Yayasan telah disahkan oleh Menteri;<br><div class=s12>b. Anggaran Dasar Yayasan telah disesuaikan dengan Undang-Undang dan penyesuaian tersebut telah diberitahukan kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3) Undang-Undang; atau</div><div class=s12>c. akta perubahan Anggaran Dasar yang memuat perubahan Nama Yayasan telah disetujui oleh Menteri.</div></div><div class=s14>(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Daftar Yayasan diatur dengan Peraturan Menteri.</div><br><center>BAB III<br>KEKAYAAN AWAL YAYASAN<br><br>Pasal 6</center><div class=s14>(1) Jumlah kekayaan awal Yayasan yang didirikan oleh Orang Indonesia, yang berasal dari pemisahan harta kekayaan pribadi pendiri, paling sedikit senilai Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).</div><div class=s14>(2) Jumlah kekayaan awal Yayasan yang didirikan oleh Orang Asing atau Orang Asing bersama Orang Indonesia, yang berasal dari pemisahan harta kekayaan pribadi pendiri, paling sedikit senilai Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).</div><br><center>Pasal 7</center>Pemisahan harta kekayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 harus disertai surat pernyataan pendiri mengenai keabsahan harta kekayaan yang dipisahkan tersebut dan bukti yang merupakan bagian dari dokumen keuangan Yayasan.<br><br><center>BAB IV<br>PENDIRIAN YAYASAN BERDASARKAN SURAT WASIAT<br><br>Pasal 8</center>Pendirian Yayasan berdasarkan surat wasiat harus dilakukan dengan surat wasiat terbuka.<br><br><center>Pasal 9</center>Pendirian Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilaksanakan sebagai berikut:<br><div class=s12>a. pendirian Yayasan langsung dimuat dalam surat wasiat yang bersangkutan dengan mencantumkan ketentuan Anggaran Dasar Yayasan yang akan didirikan; atau</div><div class=s14>b. pendirian Yayasan dilaksanakan oleh pelaksana wasiat sebagaimana diperintahkan dalam surat wasiat oleh pemberi wasiat sesuai dengan ketentuan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah ini.</div><br><center>BAB V<br>SYARAT DAN TATA CARA PENDIRIAN YAYASAN OLEH ORANG ASING<br><br>Pasal 10</center><div class=s14>(1) Orang Asing atau Orang Asing bersama Orang Indonesia dapat mendirikan Yayasan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah ini.</div><div class=s14>(2) Yayasan yang didirikan oleh Orang Asing atau Orang Asing bersama Orang Indonesia selain berlaku Peraturan Pemerintah ini berlaku juga ketentuan peraturan perundang-undangan lain.</div><br><center>Pasal 11</center><div class=s14>(1) Yayasan yang didirikan oleh orang perseorangan asing harus memenuhi persyaratan dokumen sebagai berikut:</div><div class=s140>a. identitas pendiri yang dibuktikan dengan paspor yang sah;<br><div class=s12>b. pemisahan sebagian harta kekayaan pribadi pendiri yang dijadikan kekayaan awal Yayasan paling sedikit senilai Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) yang dibuktikan dengan surat pernyataan pendiri mengenai keabsahan harta kekayaan tersebut; dan</div><div class=s12>c. surat pernyataan pendiri bahwa kegiatan Yayasan yang didirikan tidak merugikan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia.</div></div><div class=s14>(2) Yayasan yang didirikan oleh badan hukum asing harus memenuhi persyaratan dokumen sebagai berikut:</div><div class=s140><div class=s12>a. identitas badan hukum asing pendiri Yayasan yang dibuktikan dengan keabsahan badan hukum pendiri Yayasan tersebut;</div><div class=s12>b. pemisahan sebagian harta kekayaan pendiri yang dijadikan kekayaan awal Yayasan paling sedikit senilai Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) yang dibuktikan dengan surat pernyataan pengurus badan hukum pendiri mengenai keabsahan harta kekayaan tersebut; dan</div><div class=s12>c. surat pernyataan dari pengurus badan hukum yang bersangkutan bahwa kegiatan Yayasan yang didirikan tidak merugikan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia.</div></div><br><center>Pasal 12</center><div class=s14>(1) Yayasan yang didirikan oleh Orang Asing atau Orang Asing bersama Orang Indonesia, salah satu anggota Pengurus yang menjabat sebagai ketua, sekretaris, atau bendahara wajib dijabat oleh warga negara Indonesia.</div><div class=s14>(2) Anggota Pengurus Yayasan yang didirikan oleh Orang Asing atau Orang Asing bersama Orang Indonesia wajib bertempat tinggal di Indonesia.</div><div class=s14>(3) Anggota Pengurus Yayasan yang berkewarganegaraan asing harus pemegang izin melakukan kegiatan atau usaha di wilayah negara Republik Indonesia dan pemegang Kartu Izin Tinggal Sementara.</div><div class=s14>(4) Anggota Pengurus Yayasan yang berkewarganegaraan asing yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), karena hukum berhenti dari jabatannya.</div><div class=s14>(5) Dalam hal terjadi kekosongan anggota Pengurus yang menjabat sebagai ketua, sekretaris, atau bendahara dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal terjadinya lowongan jabatan tersebut harus sudah diangkat penggantinya.</div><br><center>Pasal 13</center><div class=s14>(1) Anggota Pembina dan anggota Pengawas Yayasan yang berkewarganegaraan asing, jika bertempat tinggal di Indonesia harus pemegang izin melakukan kegiatan atau usaha di wilayah negara Republik Indonesia dan pemegang Kartu Izin Tinggal Sementara.</div><div class=s14>(2) Anggota Pembina dan anggota Pengawas Yayasan yang berkewarganegaraan asing yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), karena hukum harus meninggalkan wilayah negara Republik Indonesia.</div><br><center>Pasal 14</center>Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) dan Pasal 13 ayat (1) tidak berlaku bagi pejabat korps diplomatik beserta keluarganya yang ditempatkan di Indonesia.<br><br><center>BAB VI<br>TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN DAN PERSETUJUAN AKTA<br>PERUBAHAN ANGGARAN DASAR YAYASAN<br><br>Pasal 15</center><div class=s14>(1) Permohonan pengesahan akta pendirian Yayasan untuk memperoleh status badan hukum Yayasan diajukan kepada Menteri oleh pendiri atau kuasanya melalui notaris yang membuat akta pendirian Yayasan.</div>(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri:<br><div class=s140>a. salinan akta pendirian Yayasan;<br><div class=s12>b. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Yayasan yang telah dilegalisir oleh notaris;</div><div class=s12>c. surat pernyataan tempat kedudukan disertai alamat lengkap Yayasan yang ditandatangani oleh Pengurus Yayasan dan diketahui oleh lurah atau kepala desa setempat;</div><div class=s12>d. bukti penyetoran atau keterangan bank atas Nama Yayasan atau pernyataan tertulis dari pendiri yang memuat keterangan nilai kekayaan yang dipisahkan sebagai kekayaan awal untuk mendirikan Yayasan;</div>e. surat pernyataan pendiri mengenai keabsahan kekayaan awal tersebut;<br>f. bukti penyetoran biaya pengesahan dan pengumuman Yayasan.</div><div class=s14>(3) Pengajuan permohonan pengesahan akta pendirian Yayasan untuk memperoleh status badan hukum Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus disampaikan kepada Menteri paling lambat 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian Yayasan ditandatangani.</div><br><center>Pasal 16</center><div class=s14>(1) Permohonan persetujuan perubahan Anggaran Dasar Yayasan mengenai nama dan kegiatan Yayasan diajukan kepada Menteri oleh Pengurus Yayasan atau kuasanya melalui notaris yang membuat akta perubahan Anggaran Dasar Yayasan.</div>(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri:<br><div class=s140>a. salinan akta perubahan Anggaran Dasar Yayasan;<br><div class=s12>b. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Yayasan yang telah dilegalisir oleh notaris; dan</div><div class=s12>c. bukti penyetoran biaya persetujuan perubahan Anggaran Dasar dan pengumumannya.</div></div><br><center>Pasal 17</center>Perubahan Anggaran Dasar Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, mulai berlaku sejak tanggal persetujuan Menteri.<br><br><center>BAB VII<br>TATA CARA PEMBERITAHUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR<br>DAN PERUBAHAN DATA YAYASAN<br><br>Pasal 18</center><div class=s14>(1) Pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar Yayasan selain perubahan nama dan kegiatan Yayasan disampaikan kepada Menteri oleh Pengurus Yayasan untuk dicatat dalam Daftar Yayasan dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.</div>(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri:<br><div class=s140>a. salinan akta perubahan Anggaran Dasar Yayasan;<br><div class=s12>b. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Yayasan yang telah dilegalisir oleh notaris;</div><div class=s12>c. bukti penyetoran biaya penerimaan pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar dan pengumumannya.</div></div>(3) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Yayasan yang:<br><div class=s140><div class=s12>a. mengubah tempat kedudukan harus melampirkan surat pernyataan tempat kedudukan Yayasan yang ditandatangani oleh pengurus Yayasan dan diketahui oleh lurah atau kepala desa setempat;</div><div class=s12>b. memperoleh bantuan negara, bantuan luar negeri, dan/atau pihak lain sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih dalam 1 (satu) tahun buku atau mempunyai kekayaan di luar harta wakaf sebesar Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) atau lebih harus melampirkan pengumuman surat kabar yang memuat ikhtisar laporan tahunan dan tembusan hasil audit laporan tahunan.</div></div><br><center>Pasal 19</center><div class=s14>(1) Pemberitahuan perubahan data Yayasan disampaikan kepada Menteri oleh Pengurus Yayasan atau kuasanya dengan melampirkan dokumen yang memuat perubahan tersebut.</div><div class=s14>(2) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku sejak tanggal perubahan data dicatat dalam Daftar Yayasan.</div><br><center>BAB VIII<br>SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN NEGARA KEPADA YAYASAN<br><br>Pasal 20</center><div class=s14>(1) Bantuan negara adalah bantuan dari negara kepada Yayasan yang didirikan oleh Orang Indonesia yang pelaksanaannya dilakukan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.</div><div class=s14>(2) Bantuan negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.</div><div class=s14>(3) Bantuan negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.</div><br><center>Pasal 21</center><div class=s14>(1) Bantuan negara hanya dapat diberikan kepada Yayasan jika Yayasan memiliki program kerja dan melaksanakan kegiatan yang menunjang program Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah.</div><div class=s14>(2) Bantuan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sesuai dengan alokasi dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan dapat dalam bentuk:</div><div class=s140>a. uang; dan/atau<br><div class=s12>b. jasa dan/atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang yang dilakukan dengan cara hibah atau dengan cara lain.</div></div><div class=s14>(3) Pelaksanaan pemberian bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.</div><br><center>Pasal 22</center><div class=s14>(1) Bantuan negara kepada Yayasan dapat diberikan tanpa adanya permohonan atau atas dasar permohonan dari Yayasan.</div><div class=s14>(2) Bantuan negara kepada Yayasan yang diberikan tanpa adanya permohonan dari Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.</div><div class=s14>(3) Bantuan negara yang diberikan kepada Yayasan atas dasar permohonan, diajukan secara tertulis oleh Pengurus Yayasan kepada:</div><div class=s140><div class=s12>a. menteri atau pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya berkaitan dengan kegiatan Yayasan; atau</div><div class=s12>b. gubernur, bupati, atau walikota di tempat kedudukan Yayasan dan/atau di tempat Yayasan melakukan kegiatannya.</div></div>(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilampiri dokumen:<br><div class=s140>a. fotokopi Keputusan Menteri mengenai status badan hukum Yayasan;<br><div class=s12>b. fotokopi Keputusan Menteri mengenai persetujuan perubahan Anggaran Dasar Yayasan, surat penerimaan pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar Yayasan, dan/atau surat penerimaan pemberitahuan perubahan data Yayasan, jika ada;</div><div class=s12>c. fotokopi Tambahan Berita Negara Republik Indonesia yang memuat Anggaran Dasar Yayasan;</div>d. keterangan mengenai nama lengkap dan alamat Pengurus Yayasan;<br><div class=s12>e. fotokopi laporan keuangan Yayasan selama 2 (dua) tahun terakhir secara berturut-turut sesuai dengan Undang-Undang;</div><div class=s12>f. keterangan mengenai program kerja Yayasan yang sedang dan akan dilaksanakan; dan</div><div class=s12>g. pernyataan tertulis dari instansi teknis yang berwenang di bidang kegiatan Yayasan.</div></div><div class=s14>(5) Menteri terkait atau pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen, gubernur, bupati, atau walikota meneliti kebenaran dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan mencari fakta atau keterangan tentang keadaan Yayasan yang bersangkutan dari pihak lain yang dapat dipertanggungjawabkan akurasinya.</div><div class=s14>(6) Selain fakta atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), masyarakat dapat pula menyampaikan data atau keterangan secara tertulis kepada menteri terkait atau pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen, gubernur, bupati, atau walikota mengenai Yayasan yang akan menerima bantuan negara dengan cara mengemukakan fakta yang diketahuinya.</div><br><center>Pasal 23</center>Menteri terkait atau pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen, gubernur, bupati, atau walikota dilarang memberikan bantuan negara kepada Yayasan jika bantuan tersebut akan memberikan keuntungan kepada:<br><div class=s12>a. perusahaan yang secara langsung atau tidak langsung dimiliki atau dikendalikan oleh Pembina, Pengurus, Pengawas, atau pelaksana harian Yayasan; atau</div><div class=s12>b. orang atau badan usaha mitra kerja Yayasan atau pihak lain yang menerima penyertaan dari Yayasan.</div><br><center>Pasal 24</center><div class=s14>(1) Yayasan yang menerima bantuan negara wajib membuat dan menyampaikan laporan tahunan Yayasan setiap 1 (satu) tahun sekali kepada menteri terkait atau pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen, gubernur, bupati, atau walikota yang memberikan bantuan tersebut.</div><div class=s14>(2) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi laporan kegiatan dan laporan keuangan.</div><br><center>Pasal 25</center><div class=s14>(1) Bantuan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 hanya dapat digunakan oleh Yayasan sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan Yayasan berdasarkan Anggaran Dasar dan sesuai dengan program kerja Yayasan.</div><div class=s14>(2) Penggunaan bantuan negara yang telah diterima oleh Yayasan tetapi tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab anggota Pengurus Yayasan secara tanggung renteng.</div><div class=s14>(3) Bantuan negara yang diterima oleh Yayasan dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung kepada Pembina, Pengurus, dan Pengawas, atau pihak lain.</div><div class=s14>(4) Tanggung jawab perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak menghapus tanggung jawab pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.</div><br><center>BAB IX<br>SYARAT DAN TATA CARA YAYASAN ASING MELAKUKAN KEGIATAN<br>DI INDONESIA<br><br>Pasal 26</center><div class=s14>(1) Yayasan asing dapat melakukan kegiatan di Indonesia hanya di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.</div><div class=s14>(2) Yayasan asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk melakukan kegiatannya di Indonesia harus bermitra dengan Yayasan yang didirikan oleh Orang Indonesia yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama dengan yayasan asing tersebut.</div><div class=s14>(3) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus aman dari aspek politis, yuridis, teknis, dan sekuriti.</div><div class=s14>(4) Kemitraan antara yayasan asing dan Yayasan yang didirikan oleh Orang Indonesia dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.</div><br><center>BAB X<br>TATA CARA PENGGABUNGAN YAYASAN<br><br>Pasal 27</center><div class=s14>(1) Penggabungan Yayasan dilakukan dengan cara penyusunan usul rencana Penggabungan oleh Pengurus masing-masing Yayasan.</div><div class=s14>(2) Usul rencana Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:</div><div class=s140><div class=s12>a. keterangan mengenai Nama Yayasan dan tempat kedudukan Yayasan yang akan melakukan Penggabungan;</div><div class=s12>b. penjelasan dari masing-masing Yayasan mengenai alasan dilakukannya Penggabungan;</div>c. ikhtisar laporan keuangan Yayasan yang akan melakukan Penggabungan;<br><div class=s12>d. keterangan mengenai kegiatan utama Yayasan dan perubahan selama tahun buku yang sedang berjalan;</div>e. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan;<br><div class=s12>f. cara penyelesaian status pelaksana harian, pelaksana kegiatan, dan karyawan Yayasan yang akan menggabungkan diri;</div>g. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Penggabungan;<br>h. keterangan mengenai nama anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas; dan<br><div class=s12>i. rancangan perubahan Anggaran Dasar Yayasan yang menerima Penggabungan, jika ada.</div></div><br><center>Pasal 28</center><div class=s14>(1) Rencana Penggabungan Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 merupakan bahan penyusunan rancangan akta Penggabungan oleh Pengurus Yayasan yang akan melakukan Penggabungan.</div><div class=s14>(2) Rancangan akta Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat persetujuan dari Pembina masing-masing Yayasan.</div><div class=s14>(3) Rancangan akta Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam akta Penggabungan yang dibuat di hadapan notaris, dalam bahasa Indonesia.</div><br><center>Pasal 29</center><div class=s14>(1) Dalam hal Penggabungan Yayasan tidak diikuti dengan perubahan Anggaran Dasar maka Pengurus Yayasan yang menerima Penggabungan wajib menyampaikan akta Penggabungan kepada Menteri.</div><div class=s14>(2) Penggabungan mulai berlaku terhitung sejak tanggal penandatanganan akta Penggabungan atau tanggal yang ditentukan dalam akta Penggabungan.</div><div class=s14>(3) Tanggal yang ditentukan dalam akta Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus lebih akhir dari tanggal akta Penggabungan.</div><br><center>Pasal 30</center>Dalam hal Penggabungan Yayasan diikuti dengan perubahan Anggaran Dasar, akta perubahan Anggaran Dasar disusun oleh Pengurus Yayasan yang menerima Penggabungan dan harus mendapat persetujuan dari Pembina yang menerima Penggabungan.<br><br><center>Pasal 31</center><div class=s14>(1) Dalam hal Penggabungan Yayasan diikuti dengan perubahan Anggaran Dasar yang tidak memerlukan persetujuan Menteri, Pengurus Yayasan wajib memberitahukan perubahan Anggaran Dasar kepada Menteri dengan dilampiri salinan akta perubahan Anggaran Dasar dan salinan akta Penggabungan.</div><div class=s14>(2) Perubahan Anggaran Dasar Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku sejak tanggal pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar diterima Menteri atau tanggal kemudian yang ditetapkan dalam akta Penggabungan.</div><br><center>Pasal 32</center><div class=s14>(1) Dalam hal Penggabungan Yayasan disertai perubahan Anggaran Dasar yang mencakup ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang, Pengurus Yayasan yang menerima Penggabungan wajib menyampaikan akta perubahan Anggaran Dasar kepada Menteri untuk mendapat persetujuan, dengan dilampiri salinan akta perubahan Anggaran Dasar dan salinan akta Penggabungan.</div><div class=s14>(2) Penggabungan Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku sejak tanggal perubahan Anggaran Dasar disetujui oleh Menteri atau tanggal kemudian yang ditetapkan dalam persetujuan Menteri.</div><br><center>Pasal 33</center>Hasil Penggabungan Yayasan wajib diumumkan oleh Pengurus Yayasan yang menerima Penggabungan dalam 1 (satu) surat kabar harian berbahasa Indonesia, paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal Penggabungan berlaku.<br><br><center>BAB XI<br>B I A Y A<br><br>Pasal 34</center>Biaya pembuatan akta pendirian dan/atau akta perubahan Anggaran Dasar Yayasan ditetapkan berdasarkan nilai ekonomis dan sosiologis sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Jabatan Notaris.<br><br><center>Pasal 35</center>Biaya pengesahan akta pendirian, biaya persetujuan perubahan Anggaran Dasar, biaya penerimaan pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar, dan pengumumannya dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak.<br><br><center>BAB XII<br>KETENTUAN PERALIHAN<br><br>Pasal 36</center><div class=s14>(1) Yayasan yang telah didirikan sebelum berlakunya Undang-Undang dan tidak diakui sebagai badan hukum dan tidak melaksanakan ketentuan Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang, harus mengajukan permohonan pengesahan akta pendirian untuk memperoleh status badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.</div><div class=s14>(2) Akta pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam premise aktanya disebutkan asal-usul pendirian Yayasan termasuk kekayaan Yayasan yang bersangkutan.</div><div class=s14>(3) Perbuatan hukum yang dilakukan Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum memperoleh status badan hukum menjadi tanggung jawab pribadi anggota organ Yayasan secara tanggung renteng.</div><br><center>Pasal 37</center><div class=s14>(1) Perubahan Anggaran Dasar Yayasan yang diakui sebagai badan hukum menurut ketentuan Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang dilakukan oleh organ Yayasan sesuai dengan Anggaran Dasar Yayasan yang bersangkutan.</div><div class=s14>(2) Perubahan Anggaran Dasar Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara mengubah seluruh Anggaran Dasar Yayasan dan mencantumkan:</div><div class=s140><div class=s12>a. seluruh kekayaan Yayasan yang dimiliki pada saat penyesuaian yang dibuktikan dengan:</div><div class=s120>1) laporan keuangan yang dibuat dan ditandatangani oleh Pengurus Yayasan; atau<br><div class=s12>2) laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik bagi Yayasan yang laporan tahunannya wajib diaudit sesuai dengan ketentuan Undang-Undang;</div></div><div class=s12>b. data mengenai nama dari anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas yang diangkat pada saat penyesuaian.</div></div><div class=s14>(3) Pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah disesuaikan dengan Undang-Undang disampaikan kepada Menteri oleh Pengurus Yayasan atau kuasanya melalui notaris yang membuat akta perubahan Anggaran Dasar Yayasan.</div><div class=s14>(4) Pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilampiri:</div><div class=s140>a. salinan akta perubahan Anggaran Dasar Yayasan;<br><div class=s12>b. Tambahan Berita Negara Republik Indonesia yang memuat akta pendirian Yayasan atau bukti pendaftaran akta pendirian di pengadilan negeri dan izin melakukan kegiatan dari instansi terkait;</div><div class=s12>c. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Yayasan yang telah dilegalisir oleh notaris;</div><div class=s12>d. surat pernyataan tempat kedudukan disertai alamat lengkap Yayasan yang ditandatangani oleh pengurus Yayasan dan diketahui oleh lurah atau kepala desa setempat;</div><div class=s12>e. neraca Yayasan yang ditandatangani oleh semua anggota organ Yayasan atau laporan akuntan publik mengenai kekayaan Yayasan pada saat penyesuaian;</div><div class=s12>f. pengumuman surat kabar mengenai ikhtisar laporan tahunan bagi Yayasan yang sebagian kekayaannya berasal dari bantuan Negara, bantuan luar negeri, dan/atau sumbangan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 Undang-Undang; dan</div><div class=s12>g. bukti penyetoran biaya penerimaan pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar Yayasan dan pengumumannya.</div></div><br><center>Pasal 38</center>Perubahan Anggaran Dasar Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 mulai berlaku sejak tanggal dicatatnya perubahan Anggaran Dasar tersebut dalam Daftar Yayasan.<br><br><center>Pasal 39</center>Yayasan yang belum memberitahukan kepada Menteri sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3) Undang-Undang tidak dapat menggunakan kata "Yayasan" di depan namanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (4) Undang-Undang dan harus melikuidasi kekayaannya serta menyerahkan sisa hasil likuidasi sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 Undang-Undang.<br><br><center>Pasal 40</center><div class=s14>(1) Yayasan asing yang telah melakukan kegiatan di Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini wajib menyesuaikan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 26 paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku.</div><div class=s14>(2) Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak menyesuaikan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 26 setelah lewat jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku dapat dihentikan kegiatannya oleh instansi yang berwenang atau kejaksaan untuk kepentingan umum.</div><br><center>Pasal 41</center>Yayasan yang kekayaannya berasal dari bantuan negara yang diberikan sebagai hibah, bantuan luar negeri, dan/atau sumbangan masyarakat yang diterima sebelum Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku menjadi kekayaan Yayasan.<br><br><center>BAB XIII<br>KETENTUAN PENUTUP<br><br>Pasal 42</center>Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.<br><br>Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.<br><br><div class=s300>Ditetapkan di Jakarta<br>pada tanggal 23 September 2008<br>PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,<br><br>DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO</div>Diundangkan di Jakarta<br>pada tanggal 23 September 2008<br>MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA<br>REPUBLIK INDONESIA,<br><br>ANDI MATTALATTA<br><br><br><br><br>LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 134.<br><HRhr SIZE=1 /><br>
 
----
<hr>
<br><center>PENJELASAN<br>ATAS<br>PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA<br>NOMOR 63 TAHUN 2008<br>TENTANG<br>PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN</center><br>I. UMUM<br><br><div class=salinea>Keberadaan Yayasan dalam masyarakat untuk mencapai berbagai kegiatan, maksud, dan tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan telah berkembang pesat dan makin beragam coraknya. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum serta mengembalikan fungsi Yayasan sebagai pranata hukum dalam rangka mencapai kegiatan, maksud, dan tujuannya, telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.</div><div class=salinea>Berdasarkan Undang-Undang tersebut bahwa beberapa ketentuan perlu diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Ketentuan tersebut sebagaimana dimaksud dalam:</div>1. Pasal 9 ayat (4) mengenai biaya pembuatan akta notaris pendirian Yayasan.<br><div class=s12>2. Pasal 9 ayat (5) mengenai pendirian Yayasan oleh orang asing atau bersama-sama orang asing serta mengenai syarat dan tata cara pendirian Yayasan.</div><div class=s12>3. Pasal 14 ayat (4) mengenai jumlah minimum harta kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi pendiri Yayasan.</div>4. Pasal 15 ayat (4) mengenai pemakaian nama Yayasan.<br><div class=s12>5. Pasal 27 ayat (2) mengenai syarat dan tata cara pemberian bantuan Negara kepada Yayasan.</div>6. Pasal 61 mengenai tata cara penggabungan Yayasan.<br><div class=s12>7. Pasal 69 ayat (2) mengenai syarat dan tata cara Yayasan asing melakukan kegiatan di Indonesia.</div><div class=salinea>Bertitik tolak dari hal tersebut di atas maka penyusunan pengaturan pelaksanaannya diatur dalam satu Peraturan Pemerintah, yakni Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan. Hal tersebut dimaksudkan, agar Peraturan Pemerintah ini dengan mudah dipahami oleh masyarakat khususnya pengguna.</div><div class=salinea>Adapun pokok materi muatan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan, meliputi:</div>1. Ketentuan Umum;<br>2. Pemakaian Nama Yayasan;<br>3. Kekayaan Awal Yayasan;<br>4. Pendirian Yayasan Berdasarkan Surat Wasiat;<br>5. Syarat dan Tata Cara Pendirian Yayasan oleh Orang Asing;<br><div class=s12>6. Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Akta Pendirian dan Persetujuan Akta Perubahan Anggaran Dasar Yayasan;</div><div class=s12>7. Tata Cara Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Yayasan;</div>8. Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Negara Kepada Yayasan;<br>9. Syarat dan Tata Cara Yayasan Asing Melakukan Kegiatan di Indonesia;<br>10. Tata Cara Penggabungan Yayasan;<br>11. Biaya;<br>12. Ketentuan Peralihan; dan<br>13. Ketentuan Penutup.<br><br>II. PASAL DEMI PASAL<br><br>Pasal 1<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 2<br><div class=s120>Ayat (1)<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "nama diri" adalah nama dari Yayasan yang bersangkutan.<br>Contoh nama Yayasan, antara lain: Yayasan Jhonson and Jhonson, Yayasan Al-Muttaqin, Yayasan Matahari, dan Yayasan Rumah Abu Oei.</div>Ayat (2)<br><div class=s120>Cukup jelas.</div>Ayat (3)<br><div class=s120>Yayasan yang telah selesai likuidasinya, diberitahukan kepada Menteri oleh likuidator.<br>Yayasan yang dinyatakan pailit dan telah selesai likuidasinya, diberitahukan kepada Menteri oleh kurator.<br>Yayasan yang menggabungkan diri, pembubarannya diberitahukan kepada Menteri oleh Pengurus Yayasan yang menerima Penggabungan.</div></div><br>Pasal 3<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 4<br><div class=s120>Ayat (1)<br><div class=s120>Huruf a<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "sama", adalah sama dalam pengucapan atau tulisan. Dalam hal demikian maka nama tersebut dapat ditambah dengan nama desa, dan/atau nama kabupaten/kota atau ditambah nama lain sebagai ciri pembeda dengan nama yang sama dengan nama Yayasan tersebut, misalnya, "Yayasan Diponegoro Semarang" berbeda dengan "Yayasan Diponegoro Buba’an Semarang".</div>Huruf b<br><div class=s120>Contoh:<br><div class=s12>- Nama Yayasan yang bertentangan dengan ketertiban umum, misalnya Yayasan Togel.</div>- Nama Yayasan yang bertentangan dengan kesusilaan, misalnya Yayasan Pekerja Seks Komersial.</div></div>Ayat (2)<br><div class=s120>Cukup jelas.</div>Ayat (3)<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "Yayasan" pada ayat ini termasuk Yayasan yang oleh ketentuan Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang tidak diakui sebagai badan hukum.<br>Yang dimaksud dengan "nama lain" adalah nama yang berbeda dengan nama semula atau dengan menambahkan nama desa/kelurahan, kecamatan, atau kata lainnya pada Nama Yayasan yang ditolak tersebut sehingga tampak perbedaannya.</div></div><br>Pasal 5<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 6<br><div class=s120>Ayat (1)<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "senilai" adalah apabila harta kekayaan yang dipisahkan tidak dalam bentuk uang rupiah, nilai harta kekayaan tersebut sama dengan Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).</div>Ayat (2)<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "senilai" adalah apabila harta kekayaan yang dipisahkan tidak dalam bentuk uang rupiah, nilai harta kekayaan tersebut sama dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).</div></div><br>Pasal 7<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "keabsahan harta kekayaan" adalah harta kekayaan yang diperoleh tidak dengan cara melawan hukum, misalnya, tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang.</div><br>Pasal 8<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "surat wasiat terbuka" adalah surat wasiat yang dibuat di hadapan notaris sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.</div><br>Pasal 9<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 10<br><div class=s120>Ayat (1)<br><div class=s120>Cukup jelas.</div>Ayat (2)<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "peraturan perundang-undangan lain", misalnya, peraturan perundang-undangan di bidang keimigrasian atau ketenagakerjaan.</div></div><br>Pasal 11<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 12<br><div class=s120>Ayat (1)<br><div class=s120>Cukup jelas.</div>Ayat (2)<br><div class=s120>Cukup jelas.</div>Ayat (3)<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "izin melakukan kegiatan atau usaha", misalnya:<br>- izin kerja;<br>- izin melakukan penelitian;<br>- izin belajar;<br>- izin melakukan kegiatan keagamaan;<br>- izin usaha sesuai dengan Undang-Undang tentang Penanaman Modal.</div>Ayat (4)<br><div class=s120>Cukup jelas.</div>Ayat (5)<br><div class=s120>Cukup jelas</div></div><br>Pasal 13<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 14<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "keluarganya" adalah suami atau istri beserta anaknya.</div><br>Pasal 15<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 16<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 17<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 18<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 19<br><div class=s120>Ayat (1)<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "perubahan data Yayasan" adalah perubahan yang bukan merupakan perubahan Anggaran Dasar.<br>Contoh:<br>- Perubahan nama Pembina, Pengurus, dan/atau Pengawas Yayasan.<br>- Perubahan alamat lengkap Yayasan yang diberitahukan.</div>Ayat (2)<br><div class=s120>Cukup jelas</div></div><br>Pasal 20<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 21<br><div class=s120>Ayat (1)<br><div class=s120>Cukup jelas.</div>Ayat (2)<br><div class=s120>Huruf a<br><div class=s120>Cukup jelas.</div>Huruf b<br><div class=s120><div class=s12>-&nbsp; Yang dimaksud dengan "bantuan negara dalam bentuk jasa", antara lain, berupa pelatihan, beasiswa atau pemberian bantuan konsultasi yang dinilai dengan uang.</div><div class=s12>-&nbsp; Yang dimaksud dengan "bantuan negara dalam bentuk lain" dapat berupa tanah, gedung, atau aset lain yang dimiliki negara dan/atau daerah termasuk fasilitas yang diberikan oleh negara dan/atau daerah.</div>-&nbsp; Yang dimaksud dengan "cara lain", antara lain sewa.</div></div>Ayat (3)<br><div class=s120>Cukup jelas</div></div><br>Pasal 22<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 23<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "orang" adalah orang perseorangan atau badan hukum.</div><br>Pasal 24<br><div class=s120>Ayat (1)<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "1 (satu) tahun sekali" adalah pada akhir tahun buku selama pemberian bantuan atau penggunaan bantuan berlangsung.</div>Ayat (2)<br><div class=s120>Cukup jelas</div></div><br>Pasal 25<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 26<br><div class=s120>Ayat (1)<br><div class=s120>Kegiatan di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan yang dimaksud dalam ketentuan ini tidak termasuk kegiatan penelitian dan pengembangan.</div>Ayat (2)<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Ayat (3)<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "aspek politis" adalah kegiatan yayasan harus sesuai dengan politik luar negeri dalam bingkai dasar negara Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan kebhinekaan masyarakat Indonesia.<br>Yang dimaksud dengan "aspek yuridis" adalah kegiatan yayasan asing tidak bertentangan dengan semua ketentuan peraturan perundang-undangan.<br>Yang dimaksud dengan "aspek teknis" adalah kegiatan yayasan tesebut dapat terlaksana dengan baik di lapangan.<br>Yang dimaksud dengan "aspek sekuriti" adalah kegiatan yayasan tidak ditujukan untuk kegiatan intelejen asing yang dapat merugikan keamanan bangsa dan negara.</div>Ayat (4)<br><div class=s120>Cukup jelas</div></div><br>Pasal 27<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 28<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 29<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 30<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 31<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 32<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 33<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 34<br><div class=s120>Cukup jelas.</div><br>Pasal 35<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 36<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 37<br><div class=s120>Ayat (1)<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "Anggaran Dasar Yayasan yang bersangkutan" adalah Anggaran Dasar Yayasan yang diakui sebagai badan hukum dan belum disesuaikan dengan Undang-Undang.</div>Ayat (2)<br><div class=s120>Huruf a<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "seluruh kekayaan Yayasan" adalah baik berupa kekayaan awal Yayasan maupun kekayaan yang diperoleh setelah Yayasan didirikan sebagaimana tercantum dalam laporan keuangan Yayasan pada saat penyesuaian, sehingga pada saat penyesuaian dapat terjadi nilai seluruh kekayaan Yayasan kurang dari Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).</div>Huruf b<br><div class=s120>Cukup jelas.</div></div>Ayat (3)<br><div class=s120>Cukup jelas.</div>Ayat (4)<br><div class=s120>Cukup jelas</div></div><br>Pasal 38<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 39<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3) Undang-Undang" adalah pemberitahuannya 1 (satu) tahun setelah pelaksanaan penyesuaian, dengan batas akhir penyesuaiannya 6 Oktober 2008.</div><br>Pasal 40<br><div class=s120>Ayat (1)<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Ayat (2)<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "instansi yang berwenang" adalah baik instansi yang memberikan izin untuk melakukan kegiatan di Indonesia maupun instansi yang memberikan izin orang asing masuk ke Indonesia.</div></div><br>Pasal 41<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 42<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br><br><br>TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4894.</div>