Max Havelaar/Bab 1: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Vyasa (bicara | kontrib)
k memindahkan Max Havelaar - Bab 1 ke Max Havelaar/Bab 1: Supaya tidak terlalu banyak halaman artikel utama.
Vyasa (bicara | kontrib)
Terjemahkan alinea ke-7
Baris 28:
Saya bukannya anti kegiatan menulis puisi. Kalau orang-orang ingin menulis kata-kata bersajak, bagus! Tapi jangan katakan sesuatu yang tidak benar. "''Cuaca tak bersahabat, sekarang jam empat''." Yang ini boleh, selama betul memang ''cuaca tak bersahabat'' dan betulan waktu menunjukkan ''jam empat''. Tetapi kalau waktunya pukul setengah tiga <ref>di teks asli: pukul tiga kurang seperempat</ref>, dapat saya katakan dengan kata-kata biasa tak bersajak: "'' cuaca tak bersahabat dan sekarang pukul setengah tiga''." Si pembuat sajak karena menuliskan ''cuaca tak bersahabat'' di baris pertama lalu jadi terikat dengan jam-jam tertentu. Buat dia lalu harus jam ''empat'', ''tiga kurang seperempat'', dst. saat udara boleh tidak bersahabat. ''Tujuh'' atau ''delapan'' dilarang oleh aturan berpuisi. Dia lalu harus pintar-pintar mengutak-atik kalimat! Entah keadaan cuacanya, atau waktunya harus diubah. Salah satunya lalu tidak lagi benar.
 
Dan bukan hanya puisi yang mengajar generasi muda berbohong. Sekali-sekali pergilah ke gedung teater, dan dengarkan di sana berbagai kebohongan yang disampaikan. Tokoh utama dari pertunjukan diselamatkan dari bahaya tenggelam oleh seseorang yang sedang nyaris bangkrut. Kemudian diberikannyalah setengah hartanya. Hal ini tidak mungkin benar. Saat berjalan di Prinsengracht dan topi saya jatuh ke air <ref>teks Frits yang membandingkan dua kata Belanda ''woei'' ''waaide'' yang bermakna sama tidak dimasukkan dalam terjemahan ini</ref> saya beri orang yang mengembalikannya 10 sen gulden; dan yang bersangkutan senang-senang saja. Saya tahu kalau lebih banyak yang harus diberikan kalau diri saya yang diselamatkannya dari air, tapi jelas tidak mungkin sampai setengah dari seluruh harta. Kalau begitu cukup dua kali jatuh ke dalam air untuk jatuh miskin. Parahnya dari pertunjukan semacam itu adalah penonton terbiasa dengan hal-hal yang tidak benar, menganggapnya bagus dan bertepuk-tangan. Saya pernah tergoda untuk menceburkan seluruh pengunjung teater itu ke air, untuk melihat siapa dari yang bertepuk-tangan sungguh serius dengan ide tersebut. Saya yang menyukai kebenaran, wanti-wanti pada siapa saja yang mau menyelamatkan saya dari dalam air kalau tidak akan memberikan sebanyak itu sebagai imbalan. Siapa yang tidak puas karena dapat kurang dari itu, boleh meninggalkan saya dalam air. Hanya hari Minggu saya mau memberi lebih banyak, karena hari itu saya mengenakan rantai jam kantong, dan jubah yang lain.
 
En niet alleen die verzen lokken de jeugd tot onwaarheid. Ga eens in den schouwburg, en luister dáár wat er voor leugens aan den man worden gebracht. De held van 't stuk wordt uit het water gehaald door iemand die op 't punt staat bankroet te maken. Dan geeft hij hem zijn halve vermogen. Dat kan niet waar zijn. Toen onlangs op de Prinsengracht mijn hoed te-water woei – Frits zegt: ''waaide'' – heb ik den man die hem mij terugbracht, een dubbeltje gegeven; en hij was tevreden. Ik weet wel dat ik iets meer had moeten geven als hij mijzelf er uit gehaald had, maar zeker mijn halve vermogen niet. 't Is immers duidelijk dat men op die wijs maar tweemaal in 't water hoeft te vallen om doodarm te wezen. Wat het ergste is bij zulke vertooningen op het tooneel, het publiek gewent zich zóó aan al die onwaarheden, dat het ze mooi vindt en toejuicht. Ik had weleens lust zoo'n heel parterre in 't water te gooien, om te zien wie dat toe juichen gemeend had. Ik, die van waarheid houd, waarschuw ieder dat ik voor 't opvisschen van mijn persoon geen zoo hoog bergloon betalen wil. Wie met minder niet tevreden is, mag me laten liggen. Alleen Zondags zou ik iets meer geven, omdat ik dan mijn kantilje ketting draag, en een anderen rok.
 
Ja, dat tooneel bederft velen, meer nog dan de romans. Het is zoo aanschouwelijk! Met wat klatergoud en wat kant van uitgeslagen papier, ziet er dat alles zoo aanlokkelijk uit. Voor kinderen, meen ik, en voor menschen die niet in zaken zijn. Zelfs als die tooneelmenschen armoede willen voorstellen, is hun voorstelling altijd leugenachtig. Een meisje wier vader bankroet maakte, werkt om de familie te onderhouden. Heel goed. Daar zit ze dan te naaien, te breien of te borduren. Maar tel nu eens de steken die ze doet gedurende het heele bedrijf. Ze praat, ze zucht, ze loopt naar 't venster, maar werken doet ze niet. De familie die van dezen arbeid leven kan, heeft weinig noodig. Zoo'n meisjen is natuurlijk de heldin. Ze heeft eenige verleiders de trappen afgeworpen, ze roept gedurig: "o mijne moeder, o, mijne moeder!" en stelt dus de deugd voor. Wat is dat voor een deugd, die een vol jaar noodig heeft voor een paar wollen kousen? Geeft dit alles niet valsche denkbeelden van deugd, en "''werken voor den kost?''" Alles gekheid en leugens!