Nota Kesepahaman antara Pemerintah RI & GAM: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
-iNu- (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
{{header
<pre>
|title = {{PAGENAME}}
Nota Kesepahaman
|section =
|previous =
|next =
|shortcut =
|notes =Terjemahan resmi ini telah disetujui oleh delegasi RI dan GAM. Hanya terjemahan resmi ini yang
digunakan dalam bahasa Indonesia. Teks Asli tertulis dalam bahasa Inggris yang ditandatangandi Helsinki, Finlandia 15 Agustus 2005.
}}
 
<center>
antara
 
Nota Kesepahaman
Pemerintah Republik Indonesia
antara
 
Pemerintah Republik Indonesia
dan
 
dan
Gerakan Aceh Merdeka
 
Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menegaskan komitmen mereka untuk
penyelesaian konflik Aceh secara damai, menyeluruh, berkelanjutan dan bermartabat bagi semua.
 
Para pihak bertekad untuk menciptakan kondisi sehingga pemerintahan rakyat Aceh dapat diwujudkan
melalui suatu proses yang demokratis dan adil dalam negara kesatuan dan konstitusi Republik
Indonesia.
 
Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menegaskan
Para pihak sangat yakin bahwa hanya dengan penyelesaian damai atas konflik tersebut yang akan
komitmen mereka untuk penyelesaian konflik Aceh secara damai, menyeluruh,
memungkinkan pembangunan kembali Aceh pasca Tsunami tanggal 26 Desember 2005 dapat mencapai kemajuan
berkelanjutan dan bermartabat bagi semua.
dan keberhasilan.
 
Para pihak yang terlibat dalam konflik bertekad untuk membangun rasa saling percaya.
Para pihak bertekad untuk menciptakan kondisi sehingga pemerintahan rakyat
Aceh dapat diwujudkan melalui suatu proses yang demokratis dan adil dalam
negara kesatuan dan konstitusi Republik Indonesia.
 
Nota Kesepahaman ini memerinci isi persetujuan yang dicapai dan prinsip-prinsip yang akan memandu
proses transformasi.
 
Para pihak sangat yakin bahwa hanya dengan penyelesaian damai atas konflik
Untuk maksud ini Pemerintah RI dan GAM menyepakati hal-hal berikut:
tersebut yang akan memungkinkan pembangunan kembali Aceh pasca Tsunami
tanggal 26 Desember 2005 dapat mencapai kemajuan dan keberhasilan.
 
1. Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh
Para pihak yang terlibat dalam konflik bertekad untuk membangun rasa saling
percaya.
1. 1.1. Undang-undang tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh
 
Nota Kesepahaman ini memerinci isi persetujuan yang dicapai dan prinsip-
1.1.1. Undang-undang baru tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh akan diundangkan dan akan
prinsip yang akan memandu proses transformasi.
mulai berlaku sesegera mungkin dan selambat-lambatnya tanggal 31 Maret 2006.
 
Untuk maksud ini Pemerintah RI dan GAM menyepakati hal-hal berikut:
1.1.2. Undang-undang baru tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh akan didasarkan pada
prinsip-prinsip sebagai berikut:
 
a) Aceh akan melaksanakan kewenangan dalam semua sektor publik, yang akan diselenggarakan bersamaan
dengan administrasi sipil dan peradilan, kecuali dalam bidang hubungan luar negeri, pertahanan luar,
keamanan nasional, hal ikhwal moneter dan fiskal, kekuasaan kehakiman dan kebebasan beragama, dimana
kebijakan tersebut merupakan kewenangan Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan Konstitusi.
 
b) Persetujuan-persetujuan internasional yang diberlakukan oleh Pemerintah Indonesia yang terkait
dengan hal ikhwal kepentingan khusus Aceh akan berlaku dengan konsultasi dan persetujuan legislatif
Aceh.
 
c) Keputusan-keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang terkait dengan Aceh akan
dilakukan dengan konsultasi dan persetujuan legislatif Aceh.
 
1. Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh
d) Kebijakan-kebijakan administratif yang diambil oleh Pemerintah Indonesia berkaitan dengan Aceh
akan dilaksanakan dengan konsultasi dan persetujuan Kepala Pemerintah Aceh.
 
1.1.3. Nama Aceh dan gelar pejabat senior yang dipilih akan ditentukan oleh legislatif Aceh setelah
pemilihan umum yang akan datang.
 
1.1. Undang-undang tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh
1.1.4. Perbatasan Aceh merujuk pada perbatasan 1 Juli 1956.
 
1.1.5. Aceh memiliki hak untuk menggunakan simbol-simbol wilayah termasuk bendera, lambang dan himne.
 
1.1.1. Undang-undang baru tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh
1.1.6. Kanun Aceh akan disusun kembali untuk Aceh dengan menghormati tradisi sejarah dan adat
akan diundangkan dan akan mulai berlaku sesegera mungkin dan
istiadat rakyat Aceh serta mencerminkan kebutuhan hukum terkini Aceh.
selambat-lambatnya tanggal 31 Maret 2006.
 
1.1.7. Lembaga Wali Nanggroe akan dibentuk dengan segala perangkat upacara dan gelarnya.
 
1.1.2. Undang-undang baru tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh
1.2. Partisipasi Politik
akan didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
 
a) Aceh akan melaksanakan kewenangan dalam semua sektor publik,
1.2.1 Sesegera mungkin, tetapi tidak lebih dari satu tahun sejak penandatanganan Nota Kesepahaman
yang akan diselenggarakan bersamaan dengan administrasi sipil
ini, Pemerintah RI menyepakati dan akan memfasilitasi pembentukan partai-partai politik yang berbasis di Aceh yang memenuhi persyaratan nasional. Memahami aspirasi rakyat Aceh untuk partai-partai politik
dan peradilan, kecuali dalam bidang hubungan luar negeri,
lokal, Pemerintah RI, dalam tempo satu tahun, atau paling lambat 18 bulan sejak penandatanganan Nota
pertahanan luar, keamanan nasional, hal ikhwal moneter dan fiskal,
Kesepahaman ini, akan menciptakan kondisi politik dan hukum untuk pendirian partai politik lokal di
kekuasaan kehakiman dan kebebasan beragama, dimana
Aceh dengan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pelaksanaan Nota Kesepahaman ini yang tepat
kebijakan tersebut merupakan kewenangan Pemerintah Republik
waktu akan memberi sumbangan positif bagi maksud tersebut.
Indonesia sesuai dengan Konstitusi.
 
b) Persetujuan-persetujuan internasional yang diberlakukan oleh
1.2.2 Dengan penandatanganan Nota Kesepahaman ini, rakyat Aceh akan memiliki hak menentukan
Pemerintah Indonesia yang terkait dengan hal ikhwal kepentingan
calon-calon untuk posisi semua pejabat yang dipilih untuk mengikuti pemilihan di Aceh pada bulan
khusus Aceh akan berlaku dengan konsultasi dan persetujuan
April 2006 dan selanjutnya.
legislatif Aceh.
 
c) Keputusan-keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
1.2.3 Pemilihan lokal yang bebas dan adil akan diselenggarakan di bawah undang-undang baru tentang
Indonesia yang terkait dengan Aceh akan dilakukan dengan
Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh untuk memilih Kepala Pemerintah Aceh dan pejabat terpilih
lainnyakonsultasi padadan bulan April 2006 serta untuk memilih anggotapersetujuan legislatif Aceh. pada tahun 2009.
 
1.2.4 Sampai tahun 2009 legislatif (DPRD) Aceh tidak berkewenangan untuk mengesahkan peraturan
perundangd) Kebijakan-undangankebijakan apapunadministratif tanpayang persetujuandiambil Kepalaoleh Pemerintah Aceh.
Indonesia berkaitan dengan Aceh akan dilaksanakan dengan
konsultasi dan persetujuan Kepala Pemerintah Aceh.
 
1.21.3.5 Semua pendudukNama Aceh akandan diberikangelar kartupejabat identitas barusenior yang biasadipilih sebelumakan pemilihanditentukan padaoleh bulan
legislatif Aceh setelah pemilihan umum yang akan datang.
April 2006.
 
1.2.6 Partisipasi penuh semua orang Aceh dalam pemilihan lokal dan nasional, akan dijamin sesuai
dengan Konstitusi Republik Indonesia.
 
1.1.4. Perbatasan Aceh merujuk pada perbatasan 1 Juli 1956.
1.2.7 Pemantau dari luar akan diundang untuk memantau pemilihan di Aceh. Pemilihan lokal bisa
diselenggarakan dengan bantuan teknis dari luar.
 
1.1.5. Aceh memiliki hak untuk menggunakan simbol-simbol wilayah termasuk
1.2.8 Akan adanya transparansi penuh dalam dana kampanye.
bendera, lambang dan himne.
 
1.1.6. Kanun Aceh akan disusun kembali untuk Aceh dengan menghormati
1.3. Ekonomi
tradisi sejarah dan adat istiadat rakyat Aceh serta mencerminkan
kebutuhan hukum terkini Aceh.
 
1.1.7. Lembaga Wali Nanggroe akan dibentuk dengan segala perangkat upacara
1.3.1. Aceh berhak memperoleh dana melalui hutang luar negeri. Aceh berhak untuk menetapkan tingkat
dan gelarnya.
suku bunga berbeda dengan yang ditetapkan oleh Bank Sentral Republik Indonesia (Bank Indonesia).
 
1.3.2. Aceh berhak menetapkan dan memungut pajak daerah untuk membiayai kegiatan-kegiatan internal
yang resmi. Aceh berhak melakukan perdagangan dan bisnis secara internal dan internasional serta
menarik investasi dan wisatawan asing secara langsung ke Aceh.
 
1.3.3. Aceh akan memiliki kewenangan atas sumber daya alam yang hidup di laut teritorial di sekitar
Aceh.
 
1.3.4. Aceh berhak menguasai 70% hasil dari semua cadangan hidrokarbon dan sumber daya alam lainnya
yang ada saat ini dan di masa mendatang di wilayah Aceh maupun laut teritorial sekitar Aceh.
 
1.2. Partisipasi Politik
1.3.5. Aceh melaksanakan pembangunan dan pengelolaan semua pelabuhan laut dan pelabuhan udara dalam
wilayah Aceh.
 
1.2.1 Sesegera mungkin, tetapi tidak lebih dari satu tahun sejak
1.3.6. Aceh akan menikmati perdagangan bebas dengan semua bagian Republik Indonesia tanpa hambatan
penandatanganan Nota Kesepahaman ini, Pemerintah RI menyepakati
pajak, tarif ataupun hambatan lainnya.
dan akan memfasilitasi pembentukan partai-partai politik yang berbasis di
Aceh yang memenuhi persyaratan nasional. Memahami aspirasi rakyat
Aceh untuk partai-partai politik lokal, Pemerintah RI, dalam tempo satu
tahun, atau paling lambat 18 bulan sejak penandatanganan Nota
 
1.3.7. Aceh akan menikmati akses langsung dan tanpa hambatan ke negara-negara asing, melalui laut dan
udara.
 
1.3.8.Kesepahaman Pemerintahini, RI bertekad untukakan menciptakan transparansikondisi dalam pengumpulanpolitik dan pengalokasianhukum untuk
pendirian partai politik lokal di Aceh dengan berkonsultasi dengan Dewan
pendapatan antara Pemerintah Pusat dan Aceh dengan menyetujui auditor luar melakukan verifikasi atas
Perwakilan Rakyat. Pelaksanaan Nota Kesepahaman ini yang tepat waktu
kegiatan tersebut dan menyampaikan hasil-hasilnya kepada Kepala Pemerintah Aceh.
akan memberi sumbangan positif bagi maksud tersebut.
 
1.3.9. GAM akan mencalonkan wakil-wakilnya untuk berpartisipasi secara penuh pada semua tingkatan
dalam komisi yang dibentuk untuk melaksanakan rekonstruksi pasca-Tsunami (BRR).
 
1.2.2 Dengan penandatanganan Nota Kesepahaman ini, rakyat Aceh akan
1.4. Peraturan Perundang-undangan
memiliki hak menentukan calon-calon untuk posisi semua pejabat yang
dipilih untuk mengikuti pemilihan di Aceh pada bulan April 2006 dan
selanjutnya.
 
1.4.1. Pemisahan kekuasaan antara badan-badan legislatif, eksekutif dan yudikatif akan diakui.
 
1.2.3 Pemilihan lokal yang bebas dan adil akan diselenggarakan di bawah
1.4.2. Legislatif Aceh akan merumuskan kembali ketentuan hukum bagi Aceh berdasarkan prinsip-prinsip
undang-undang baru tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh
universal hak asasi manusia sebagaimana tercantum dalam Kovenan Internasional Perserikatan
untuk memilih Kepala Pemerintah Aceh dan pejabat terpilih lainnya pada
Bangsa-bangsa mengenai Hak-hak Sipil dan Politik dan mengenai Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
bulan April 2006 serta untuk memilih anggota legislatif Aceh pada tahun
2009.
 
1.4.3. Suatu sistem peradilan yang tidak memihak dan independen, termasuk pengadilan tinggi, dibentuk
1.2.4 Sampai tahun 2009 legislatif (DPRD) Aceh tidak berkewenangan untuk
di Aceh di dalam sistem peradilan Republik Indonesia.
mengesahkan peraturan perundang-undangan apapun tanpa persetujuan
Kepala Pemerintah Aceh.
 
1.2.5 Semua penduduk Aceh akan diberikan kartu identitas baru yang biasa
1.4.4. Pengangkatan Kepala Kepolisian Aceh dan Kepala Kejaksaan Tinggi harus mendapatkan persetujuan
sebelum pemilihan pada bulan April 2006.
Kepala Pemerintah Aceh. Penerimaan (rekruitmen) dan pelatihan anggota kepolisian organik dan penuntut
umum akan dilakukan dengan berkonsultasi dan atas persetujuan Kepala Pemerintahan Aceh, sesuai dengan
standar nasional yang berlaku.
 
1.4.5. Semua kejahatan sipil yang dilakukan oleh aparat militer di Aceh akan diadili pada pengadilan
sipil di Aceh.
 
2. Hak Asasi Manusia
 
1.2.6 Partisipasi penuh semua orang Aceh dalam pemilihan lokal dan nasional,
2.1. Pemerintah RI akan mematuhi Kovenan Internasional Perserikatan Bangsa-bangsa mengenai Hak-hak
akan dijamin sesuai dengan Konstitusi Republik Indonesia.
Sipil dan Politik dan mengenai Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
 
2.2. Sebuah Pengadilan Hak Asasi Manusia akan dibentuk untuk Aceh.
 
2.3. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi akan dibentuk di Aceh oleh Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
1.2.7 Pemantau dari luar akan diundang untuk memantau pemilihan di Aceh.
Indonesia dengan tugas merumuskan dan menentukan upaya rekonsiliasi.
Pemilihan lokal bisa diselenggarakan dengan bantuan teknis dari luar.
 
3. Amnesti dan reintegrasi ke dalam masyarakat
 
1.2.8 Akan adanya transparansi penuh dalam dana kampanye.
3.1. Amnesti
 
3.1.1. Pemerintah RI, sesuai dengan prosedur konstitusional, akan memberikan amnesti kepada semua
orang yang telah terlibat dalam kegiatan GAM sesegera mungkin dan tidak lewat dari 15 hari sejak
penandatanganan Nota Kesepahaman ini.
 
3.1.2. Narapidana dan tahanan politik yang ditahan akibat konflik akan dibebaskan tanpa syarat
secepat mungkin dan selambat-lambatnya 15 hari sejak penandatanganan Nota Kesepahaman ini.
 
3.1.3. Kepala Misi Monitoring akan memutuskan kasus-kasus yang dipersengketakan sesuai dengan nasihat
dari penasihat hukum Misi Monitoring.
 
1.3. Ekonomi
3.1.4. Penggunaan senjata oleh personil GAM setelah penandatanganan Nota Kesepahaman ini akan
dianggap sebagai pelanggaran terhadap Nota Kesepahaman dan hal itu akan membatalkan yang bersangkutan
memperoleh amnesti.
 
3.2. Reintegrasi kedalam masyarakat
 
1.3.1. Aceh berhak memperoleh dana melalui hutang luar negeri. Aceh berhak
3.2.1. Sebagai warga negara Republik Indonesia, semua orang yang telah diberikan amnesti atau
untuk menetapkan tingkat suku bunga berbeda dengan yang ditetapkan
dibebaskan dari Lembaga Permasyarakatan atau tempat penahanan lainnya akan memperoleh semua hak-hak
oleh Bank Sentral Republik Indonesia (Bank Indonesia).
politik, ekonomi dan sosial serta hak untuk berpartisipasi secara bebas dalam proses politik baik di
Aceh maupun pada tingkat nasional.
 
1.3.2. Aceh berhak menetapkan dan memungut pajak daerah untuk membiayai
3.2.2. Orang-orang yang selama konflik telah menanggalkan kewarganegaraan Republik Indonesia berhak
kegiatan-kegiatan internal yang resmi. Aceh berhak melakukan
untuk mendapatkan kembali kewarganegaraan mereka.
perdagangan dan bisnis secara internal dan internasional serta menarik
investasi dan wisatawan asing secara langsung ke Aceh.
 
1.3.3. Aceh akan memiliki kewenangan atas sumber daya alam yang hidup di
3.2.3. Pemerintah RI dan Pemerintah Aceh akan melakukan upaya untuk membantu orang-orang yang
laut teritorial di sekitar Aceh.
terlibat dalam kegiatan GAM guna memperlancar reintegrasi mereka ke dalam masyarakat. Langkah-langkah
tersebut mencakup pemberian kemudahan ekonomi bagi mantan pasukan GAM, tahanan politik yang telah
memperoleh amnesti dan masyarakat yang terkena dampak. Suatu Dana Reintegrasi di bawah kewenangan
Pemerintah Aceh akan dibentuk.
 
3.2.4. Pemerintah RI akan mengalokasikan dana bagi rehabilitasi harta benda publik dan perorangan
yang hancur atau rusak akibat konflik untuk dikelola oleh Pemerintah Aceh.
 
1.3.4. Aceh berhak menguasai 70% hasil dari semua cadangan hidrokarbon dan
3.2.5. Pemerintah RI akan mengalokasikan tanah pertanian dan dana yang memadai kepada Pemerintah Aceh
sumber daya alam lainnya yang ada saat ini dan di masa mendatang di
dengan tujuan untuk memperlancar reintegrasi mantan pasukan GAM ke dalam masyarakat dan kompensasi
wilayah Aceh maupun laut teritorial sekitar Aceh.
bagi tahanan politik dan kalangan sipil yang terkena dampak. Pemerintah Aceh akan memanfaatkan tanah
dan dana sebagai berikut:
 
1.3.5. Aceh melaksanakan pembangunan dan pengelolaan semua pelabuhan
a) Semua mantan pasukan GAM akan menerima alokasi tanah pertanian yang pantas, pekerjaan, atau
laut dan pelabuhan udara dalam wilayah Aceh.
jaminan sosial yang layak dari Pemerintah Aceh apabila mereka tidak mampu bekerja.
 
1.3.6. Aceh akan menikmati perdagangan bebas dengan semua bagian
b) Semua tahanan politik yang memperoleh amnesti akan menerima alokasi tanah pertanian yang
Republik Indonesia tanpa hambatan pajak, tarif ataupun hambatan
pantas, pekerjaan, atau jaminan sosial yang layak dari Pemerintah Aceh apabila tidak mampu bekerja.
lainnya.
 
1.3.7. Aceh akan menikmati akses langsung dan tanpa hambatan ke negara-
c) Semua rakyat sipil yang dapat menunjukkan kerugian yang jelas akibat konflik akan menerima
negara asing, melalui laut dan udara.
alokasi tanah pertanian yang pantas, pekerjaan, atau jaminan sosial yang layak dari Pemerintah Aceh
apabila tidak mampu bekerja.
 
3.2.6. Pemerintah Aceh dan Pemerintah RI akan membentuk Komisi Bersama Penyelesaian Klaim untuk
menangani klaim-klaim yang tidak terselesaikan.
 
1.3.8. Pemerintah RI bertekad untuk menciptakan transparansi dalam
3.2.7. Pasukan GAM akan memiliki hak untuk memperoleh pekerjaan sebagai polisi dan tentara organik di
pengumpulan dan pengalokasian pendapatan antara Pemerintah Pusat
Aceh tanpa diskriminasi dan sesuai dengan standar nasional.
dan Aceh dengan menyetujui auditor luar melakukan verifikasi atas
kegiatan tersebut dan menyampaikan hasil-hasilnya kepada Kepala
Pemerintah Aceh.
 
1.3.9. GAM akan mencalonkan wakil-wakilnya untuk berpartisipasi secara penuh
4. Pengaturan Keamanan
pada semua tingkatan dalam komisi yang dibentuk untuk melaksanakan
rekonstruksi pasca-Tsunami (BRR).
 
1.4. Peraturan Perundang-undangan
4.1. Semua aksi kekerasan antara pihak-pihak akan berakhir selambat-lambatnya pada saat
penandatanganan Nota Kesepahaman ini.
 
4.2. GAM melakukan demobilisasi atas semua 3000 pasukan militernya. Anggota GAM tidak akan memakai
seragam maupun menunjukkan emblem atau simbol militer setelah penandatanganan Nota Kesepahaman ini.
 
1.4.1. Pemisahan kekuasaan antara badan-badan legislatif, eksekutif dan
4.3. GAM melakukan decommissioning semua senjata, amunisi dan alat peledak yang dimiliki oleh para
yudikatif akan diakui.
anggota dalam kegiatan GAM dengan bantuan Misi Monitoring Aceh (AMM). GAM sepakat untuk menyerahkan
840 buah senjata.
 
1.4.2. Legislatif Aceh akan merumuskan kembali ketentuan hukum bagi Aceh
4.4. Penyerahan persenjataan GAM akan dimulai pada tanggal 15 September 2005, yang akan dilaksanakan
berdasarkan prinsip-prinsip universal hak asasi manusia sebagaimana
dalam empat tahap, dan diselesaikan pada tanggal 31 Desember 2005.
tercantum dalam Kovenan Internasional Perserikatan Bangsa-bangsa
mengenai Hak-hak Sipil dan Politik dan mengenai Hak-hak Ekonomi,
Sosial dan Budaya.
 
1.4.3. Suatu sistem peradilan yang tidak memihak dan independen, termasuk
4.5. Pemerintah RI akan menarik semua elemen tentara dan polisi non-organik dari Aceh.
pengadilan tinggi, dibentuk di Aceh di dalam sistem peradilan Republik
Indonesia.
 
4.6. Relokasi tentara dan polisi non-organik akan dimulai pada tanggal 15 September 2005, dan akan
dilaksanakan dalam empat tahap sejalan dengan penyerahan senjata GAM, segera setelah setiap tahap
diperiksa oleh AMM, dan selesai pada tanggal 31 Desember 2005.
 
1.4.4. Pengangkatan Kepala Kepolisian Aceh dan Kepala Kejaksaan Tinggi
4.7. Jumlah tentara organik yang tetap berada di Aceh setelah relokasi adalah 14.700 orang. Jumlah
harus mendapatkan persetujuan Kepala Pemerintah Aceh. Penerimaan
kekuatan polisi organik yang tetap berada di Aceh setelah relokasi adalah 9.100 orang.
(rekruitmen) dan pelatihan anggota kepolisian organik dan penuntut umum
 
4.8. Tidak akan ada pergerakan besar-besaran tentara setelah penandatanganan Nota Kesepahaman ini.
Semua pergerakan lebih dari sejumlah satu peleton perlu diberitahukan sebelumnya kepada Kepala Misi
Monitoring.
 
akan dilakukan dengan berkonsultasi dan atas persetujuan Kepala
4.9. Pemerintah RI melakukan pengumpulan semua senjata illegal, amunisi dan alat peledak yang
Pemerintahan Aceh, sesuai dengan standar nasional yang berlaku.
dimiliki oleh setiap kelompok dan pihak-pihak illegal manapun.
 
4.10. Polisi organik akan bertanggung jawab untuk menjaga hukum dan ketertiban di Aceh.
 
1.4.5. Semua kejahatan sipil yang dilakukan oleh aparat militer di Aceh akan
4.11. Tentara akan bertanggung jawab menjaga pertahanan eksternal Aceh. Dalam keadaan waktu damai
diadili pada pengadilan sipil di Aceh.
yang normal, hanya tentara organik yang akan berada di Aceh.
 
4.12. Anggota polisi organik Aceh akan memperoleh pelatihan khusus di Aceh dan di luar negeri dengan
penekanan pada penghormatan terhadap hak asasi manusia.
 
5. Pembentukan Misi Monitoring Aceh
 
2. Hak Asasi Manusia
5.1. Misi Monitoring Aceh (AMM) akan dibentuk oleh Uni Eropa dan negara-negara ASEAN yang ikut serta
dengan mandat memantau pelaksanaan komitmen para pihak dalam Nota Kesepahaman ini.
 
2.1. Pemerintah RI akan mematuhi Kovenan Internasional Perserikatan
5.2. Tugas AMM adalah untuk:
Bangsa-bangsa mengenai Hak-hak Sipil dan Politik dan mengenai Hak-
hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
 
2.2. Sebuah Pengadilan Hak Asasi Manusia akan dibentuk untuk Aceh.
a) memantau demobilisasi GAM dan decomissioning persenjataannya.
b) memantau relokasi tentara dan polisi non-organik.
c) memantau reintegrasi anggota-anggota GAM yang aktif ke dalam masyarakat.
d) memantau situasi hak asasi manusia dan memberikan bantuan dalam bidang ini.
e) memantau proses perubahan peraturan perundang-undangan.
f) memutuskan kasus-kasus amnesti yang disengketakan.
g) menyelidiki dan memutuskan pengaduan dan tuduhan pelanggaran terhadap Nota Kesepahaman ini.
h) membentuk dan memelihara hubungan dan kerjasama yang baik dengan para pihak.
 
5.3. Status Persetujuan Misi (SoMA) antara Pemerintah RI dan Uni Eropa akan ditandatangani setelah
Nota Kesepahaman ini ditandatangani. SoMA mendefinisikan status, hak-hak istimewa, dan kekebalan AMM
dan anggota-anggotanya. Negara-negara ASEAN yang ikut serta yang telah diundang oleh Pemerintah RI
akan menegaskan secara tertulis penerimaan dan kepatuhan mereka terhadap SoMA dimaksud.
 
2.3. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi akan dibentuk di Aceh oleh Komisi
5.4. Pemerintah RI akan memberikan semua dukungannya bagi pelaksanaan mandat AMM. Dalam kaitan ini,
Kebenaran dan Rekonsiliasi Indonesia dengan tugas merumuskan dan
Pemerintah RI akan menulis surat kepada Uni Eropa dan negara-negara ASEAN yang ikut serta dan
menentukan upaya rekonsiliasi.
menyatakan komitmen dan dukungannya kepada AMM.
 
5.5. GAM akan memberikan semua dukungannya bagi pelaksanaan mandat AMM. Dalam kaitan ini, GAM akan
menulis surat kepada Uni Eropa dan negara-negara ASEAN yang ikut serta menyatakan komitmen dan
dukungannya kepada AMM.
 
5.6. Para pihak bertekad untuk menciptakan kondisi kerja yang aman, terjaga dan stabil bagi AMM dan
menyatakan kerjasamanya secara penuh dengan AMM.
 
3. Amnesti dan reintegrasi ke dalam masyarakat
5.7. Tim monitoring memiliki kebebasan bergerak yang tidak terbatas di Aceh. Hanya tugas-tugas yang
tercantum dalam rumusan Nota Kesepahaman ini yang akan diterima oleh AMM. Para pihak tidak memiliki
veto atas tindakan atau kontrol terhadap kegiatan operasional AMM.
 
5.8. Pemerintah RI bertanggung jawab atas keamanan semua personil AMM di Indonesia. Personil AMM
tidak membawa senjata. Bagaimanapun juga Kepala Misi Monitoring dapat memutuskan perkecualian bahwa
patroli tidak akan didampingi oleh pasukan bersenjata Pemerintah RI. Dalam hal ini, Pemerintah RI
akan diberitahukan dan Pemerintah RI tidak akan bertanggung jawab atas keamanan patroli tersebut.
 
3.1. Amnesti
5.9. Pemerintah RI akan menyediakan tempat-tempat pengumpulan senjata dan mendukung tim-tim pengumpul
senjata bergerak (mobile team) bekerjasama dengan GAM.
 
5.10. Penghancuran segera akan dilaksanakan setelah pengumpulan senjata dan amunisi. Proses ini akan
sepenuhnya didokumentasikan dan dipublikasikan sebagaimana mestinya.
 
53.111.1. AMMPemerintah melaporRI, kepadasesuai Kepaladengan Misiprosedur Monitoring yangkonstitusional, akan memberikan laporan rutin kepada para pihak
amnesti kepada semua orang yang telah terlibat dalam kegiatan GAM
dan kepada pihak lainnya sebagaimana diperlukan, maupun kepada orang atau kantor yang ditunjuk di Uni
sesegera mungkin dan tidak lewat dari 15 hari sejak penandatanganan
Eropa dan negara-negara ASEAN yang ikut serta.
Nota Kesepahaman ini.
 
5.12. Setelah penandatanganan Nota Kesepahaman ini setiap pihak akan menunjuk seorang wakil senior
untuk menangani semua hal ihwal yang terkait dengan pelaksanaan Nota Kesepahaman ini dengan Kepala
Misi Monitoring.
 
3.1.2. Narapidana dan tahanan politik yang ditahan akibat konflik akan
5.13. Para pihak bersepakat atas suatu pemberitahuan prosedur tanggungjawab kepada AMM, termasuk
dibebaskan tanpa syarat secepat mungkin dan selambat-lambatnya 15
isu-isu militer dan rekonstruksi.
hari sejak penandatanganan Nota Kesepahaman ini.
 
5.14. Pemerintah RI akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan berkaitan dengan pelayanan medis
darurat dan perawatan di rumah sakit bagi personil AMM.
 
3.1.3. Kepala Misi Monitoring akan memutuskan kasus-kasus yang
5.15. Untuk mendukung transparansi, Pemerintah RI akan mengizinkan akses penuh bagi perwakilan media
dipersengketakan sesuai dengan nasihat dari penasihat hukum Misi
nasional dan internasional ke Aceh.
Monitoring.
 
6. Penyelesaian perselisihan
 
3.1.4. Penggunaan senjata oleh personil GAM setelah penandatanganan Nota
6.1. Jika terjadi perselisihan berkaitan dengan pelaksanaan Nota Kesepahaman ini, maka akan segera
Kesepahaman ini akan dianggap sebagai pelanggaran terhadap Nota
diselesaikan dengan cara berikut:
Kesepahaman dan hal itu akan membatalkan yang bersangkutan
memperoleh amnesti.
 
a) Sebagai suatu aturan, perselisihan yang terjadi atas pelaksanaan Nota Kesepahaman
ini akan diselesaikan oleh Kepala Misi Monitoring, melalui musyawarah dengan para pihak dan semua
pihak memberikan informasi yang dibutuhkan secepatnya. Kepala Misi Monitoring akan mengambil
keputusan yang akan mengikat para pihak.
 
b) Jika Kepala Misi Monitoring menyimpulkan bahwa perselisihan tidak dapat
diselesaikan dengan cara sebagaimana tersebut di atas, maka perselisihan akan dibahas bersama oleh
Kepala Misi Monitoring dengan wakil senior dari setiap pihak. Selanjutnya, Kepala Misi Monitoring
akan mengambil keputusan yang akan mengikat para pihak.
 
3.2. Reintegrasi kedalam masyarakat
c) Dalam kasus-kasus di mana perselisihan tidak dapat diselesaikan melalui salah satu
cara sebagaimana disebutkan di atas, Kepala Misi Monitoring akan melaporkan secara langsung kepada
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Republik Indonesia, pimpinan politik GAM dan Ketua
Dewan Direktur Crisis Management Initiative, serta memberitahu Komite Politik dan Keamanan Uni Eropa.
Setelah berkonsultasi dengan para pihak, Ketua Dewan Direktur Crisis Management Initiative akan
mengambil keputusan yang mengikat para pihak.
 
Pemerintah RI dan GAM tidak akan mengambil tindakan yang tidak konsisten
dengan rumusan atau semangat Nota Kesepahaman ini.
 
3.2.1. Sebagai warga negara Republik Indonesia, semua orang yang telah
***
diberikan amnesti atau dibebaskan dari Lembaga Permasyarakatan atau
tempat penahanan lainnya akan memperoleh semua hak-hak politik,
ekonomi dan sosial serta hak untuk berpartisipasi secara bebas dalam
proses politik baik di Aceh maupun pada tingkat nasional.
 
 
3.2.2. Orang-orang yang selama konflik telah menanggalkan kewarganegaraan
Republik Indonesia berhak untuk mendapatkan kembali kewarganegaraan
mereka.
 
 
3.2.3. Pemerintah RI dan Pemerintah Aceh akan melakukan upaya untuk
membantu orang-orang yang terlibat dalam kegiatan GAM guna
memperlancar reintegrasi mereka ke dalam masyarakat. Langkah-langkah
tersebut mencakup pemberian kemudahan ekonomi bagi mantan pasukan
GAM, tahanan politik yang telah memperoleh amnesti dan masyarakat
yang terkena dampak. Suatu Dana Reintegrasi di bawah kewenangan
Pemerintah Aceh akan dibentuk.
 
3.2.4. Pemerintah RI akan mengalokasikan dana bagi rehabilitasi harta benda
publik dan perorangan yang hancur atau rusak akibat konflik untuk
dikelola oleh Pemerintah Aceh.
 
3.2.5. Pemerintah RI akan mengalokasikan tanah pertanian dan dana yang
memadai kepada Pemerintah Aceh dengan tujuan untuk memperlancar
reintegrasi mantan pasukan GAM ke dalam masyarakat dan kompensasi
bagi tahanan politik dan kalangan sipil yang terkena dampak. Pemerintah
Aceh akan memanfaatkan tanah dan dana sebagai berikut:
 
a) Semua mantan pasukan GAM akan menerima alokasi tanah
pertanian yang pantas, pekerjaan, atau jaminan sosial yang layak
dari Pemerintah Aceh apabila mereka tidak mampu bekerja.
 
b) Semua tahanan politik yang memperoleh amnesti akan menerima
alokasi tanah pertanian yang pantas, pekerjaan, atau jaminan
sosial yang layak dari Pemerintah Aceh apabila tidak mampu
bekerja.
 
c) Semua rakyat sipil yang dapat menunjukkan kerugian yang jelas
akibat konflik akan menerima alokasi tanah pertanian yang pantas,
pekerjaan, atau jaminan sosial yang layak dari Pemerintah Aceh
apabila tidak mampu bekerja.
 
 
3.2.6. Pemerintah Aceh dan Pemerintah RI akan membentuk Komisi Bersama
Penyelesaian Klaim untuk menangani klaim-klaim yang tidak
terselesaikan.
 
 
3.2.7. Pasukan GAM akan memiliki hak untuk memperoleh pekerjaan sebagai
polisi dan tentara organik di Aceh tanpa diskriminasi dan sesuai dengan
standar nasional.
 
 
4. Pengaturan Keamanan
 
 
4.1. Semua aksi kekerasan antara pihak-pihak akan berakhir selambat-
lambatnya pada saat penandatanganan Nota Kesepahaman ini.
 
4.2. GAM melakukan demobilisasi atas semua 3000 pasukan militernya.
Anggota GAM tidak akan memakai seragam maupun menunjukkan
emblem atau simbol militer setelah penandatanganan Nota Kesepahaman
ini.
 
4.3. GAM melakukan decommissioning semua senjata, amunisi dan alat
peledak yang dimiliki oleh para anggota dalam kegiatan GAM dengan
bantuan Misi Monitoring Aceh (AMM). GAM sepakat untuk menyerahkan
840 buah senjata.
 
4.4. Penyerahan persenjataan GAM akan dimulai pada tanggal 15 September
2005, yang akan dilaksanakan dalam empat tahap, dan diselesaikan pada
tanggal 31 Desember 2005.
 
4.5. Pemerintah RI akan menarik semua elemen tentara dan polisi non-organik
dari Aceh.
 
4.6. Relokasi tentara dan polisi non-organik akan dimulai pada tanggal 15
September 2005, dan akan dilaksanakan dalam empat tahap sejalan
dengan penyerahan senjata GAM, segera setelah setiap tahap diperiksa
oleh AMM, dan selesai pada tanggal 31 Desember 2005.
 
4.7. Jumlah tentara organik yang tetap berada di Aceh setelah relokasi adalah
14.700 orang. Jumlah kekuatan polisi organik yang tetap berada di Aceh
setelah relokasi adalah 9.100 orang.
 
4.8. Tidak akan ada pergerakan besar-besaran tentara setelah
penandatanganan Nota Kesepahaman ini. Semua pergerakan lebih dari
sejumlah satu peleton perlu diberitahukan sebelumnya kepada Kepala
Misi Monitoring.
 
4.9. Pemerintah RI melakukan pengumpulan semua senjata illegal, amunisi
dan alat peledak yang dimiliki oleh setiap kelompok dan pihak-pihak illegal
manapun.
 
4.10. Polisi organik akan bertanggung jawab untuk menjaga hukum dan
ketertiban di Aceh.
 
4.11. Tentara akan bertanggung jawab menjaga pertahanan eksternal Aceh.
Dalam keadaan waktu damai yang normal, hanya tentara organik yang
akan berada di Aceh.
 
4.12. Anggota polisi organik Aceh akan memperoleh pelatihan khusus di Aceh
dan di luar negeri dengan penekanan pada penghormatan terhadap hak
asasi manusia.
 
 
5. Pembentukan Misi Monitoring Aceh
 
 
5.1. Misi Monitoring Aceh (AMM) akan dibentuk oleh Uni Eropa dan negara-
negara ASEAN yang ikut serta dengan mandat memantau pelaksanaan
komitmen para pihak dalam Nota Kesepahaman ini.
 
5.2. Tugas AMM adalah untuk:
 
a) memantau demobilisasi GAM dan decomissioning
persenjataannya.
 
b) memantau relokasi tentara dan polisi non-organik.
 
c) memantau reintegrasi anggota-anggota GAM yang aktif ke dalam masyarakat.
 
d) memantau situasi hak asasi manusia dan memberikan bantuan dalam bidang ini.
 
e) memantau proses perubahan peraturan perundang-undangan.
 
f) memutuskan kasus-kasus amnesti yang disengketakan.
 
g) menyelidiki dan memutuskan pengaduan dan tuduhan pelanggaran
terhadap Nota Kesepahaman ini.
 
h) membentuk dan memelihara hubungan dan kerjasama yang baik
dengan para pihak.
 
5.3. Status Persetujuan Misi (SoMA) antara Pemerintah RI dan Uni Eropa
akan ditandatangani setelah Nota Kesepahaman ini ditandatangani. SoMA
mendefinisikan status, hak-hak istimewa, dan kekebalan AMM dan
anggota-anggotanya. Negara-negara ASEAN yang ikut serta yang telah
diundang oleh Pemerintah RI akan menegaskan secara tertulis
penerimaan dan kepatuhan mereka terhadap SoMA dimaksud.
 
5.4. Pemerintah RI akan memberikan semua dukungannya bagi pelaksanaan
mandat AMM. Dalam kaitan ini, Pemerintah RI akan menulis surat kepada
Uni Eropa dan negara-negara ASEAN yang ikut serta dan menyatakan
komitmen dan dukungannya kepada AMM.
 
5.5. GAM akan memberikan semua dukungannya bagi pelaksanaan mandat
AMM. Dalam kaitan ini, GAM akan menulis surat kepada Uni Eropa dan
negara-negara ASEAN yang ikut serta menyatakan komitmen dan
dukungannya kepada AMM.
 
5.6. Para pihak bertekad untuk menciptakan kondisi kerja yang aman, terjaga
dan stabil bagi AMM dan menyatakan kerjasamanya secara penuh
dengan AMM.
 
5.7. Tim monitoring memiliki kebebasan bergerak yang tidak terbatas di Aceh.
Hanya tugas-tugas yang tercantum dalam rumusan Nota Kesepahaman
ini yang akan diterima oleh AMM. Para pihak tidak memiliki veto atas
tindakan atau kontrol terhadap kegiatan operasional AMM.
 
5.8. Pemerintah RI bertanggung jawab atas keamanan semua personil AMM di
Indonesia. Personil AMM tidak membawa senjata. Bagaimanapun juga
Kepala Misi Monitoring dapat memutuskan perkecualian bahwa patroli
tidak akan didampingi oleh pasukan bersenjata Pemerintah RI. Dalam hal
ini, Pemerintah RI akan diberitahukan dan Pemerintah RI tidak akan
bertanggung jawab atas keamanan patroli tersebut.
 
5.9. Pemerintah RI akan menyediakan tempat-tempat pengumpulan senjata
dan mendukung tim-tim pengumpul senjata bergerak (mobile team)
bekerjasama dengan GAM.
 
5.10. Penghancuran segera akan dilaksanakan setelah pengumpulan senjata
dan amunisi. Proses ini akan sepenuhnya didokumentasikan dan
dipublikasikan sebagaimana mestinya.
 
5.11. AMM melapor kepada Kepala Misi Monitoring yang akan memberikan
laporan rutin kepada para pihak dan kepada pihak lainnya sebagaimana
diperlukan, maupun kepada orang atau kantor yang ditunjuk di Uni Eropa
dan negara-negara ASEAN yang ikut serta.
 
5.12. Setelah penandatanganan Nota Kesepahaman ini setiap pihak akan
menunjuk seorang wakil senior untuk menangani semua hal ihwal yang
terkait dengan pelaksanaan Nota Kesepahaman ini dengan Kepala Misi
Monitoring.
 
5.13. Para pihak bersepakat atas suatu pemberitahuan prosedur
tanggungjawab kepada AMM, termasuk isu-isu militer dan rekonstruksi.
 
5.14. Pemerintah RI akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan
berkaitan dengan pelayanan medis darurat dan perawatan di rumah sakit
bagi personil AMM.
 
5.15. Untuk mendukung transparansi, Pemerintah RI akan mengizinkan akses
penuh bagi perwakilan media nasional dan internasional ke Aceh.
 
 
6. Penyelesaian perselisihan
 
6.1. Jika terjadi perselisihan berkaitan dengan pelaksanaan Nota
Kesepahaman ini, maka akan segera diselesaikan dengan cara berikut:
 
a) Sebagai suatu aturan, perselisihan yang terjadi atas pelaksanaan
Nota Kesepahaman ini akan diselesaikan oleh Kepala Misi
Monitoring, melalui musyawarah dengan para pihak dan semua
pihak memberikan informasi yang dibutuhkan secepatnya. Kepala
Misi Monitoring akan mengambil keputusan yang akan mengikat
para pihak.
 
b) Jika Kepala Misi Monitoring menyimpulkan bahwa perselisihan
tidak dapat diselesaikan dengan cara sebagaimana tersebut di
atas, maka perselisihan akan dibahas bersama oleh Kepala Misi
Monitoring dengan wakil senior dari setiap pihak. Selanjutnya,
Kepala Misi Monitoring akan mengambil keputusan yang akan
mengikat para pihak.
 
c) Dalam kasus-kasus di mana perselisihan tidak dapat diselesaikan
melalui salah satu cara sebagaimana disebutkan di atas, Kepala
Misi Monitoring akan melaporkan secara langsung kepada Menteri
Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Republik Indonesia,
pimpinan politik GAM dan Ketua Dewan Direktur Crisis
Management Initiative, serta memberitahu Komite Politik dan
Keamanan Uni Eropa. Setelah berkonsultasi dengan para pihak,
Ketua Dewan Direktur Crisis Management Initiative akan
mengambil keputusan yang mengikat para pihak.
 
Pemerintah RI dan GAM tidak akan mengambil tindakan yang tidak konsisten
dengan rumusan atau semangat Nota Kesepahaman ini.
 
Ditandatangani dalam rangkap tiga di Helsinki, Finlandia, pada hari Senin,
tanggal 15 Agustus 2005.
 
Ditandatangani dalam rangkap tiga di Helsinki, Finlandia,
pada hari Senin, tanggal 15 Agustus 2005.
 
A.n. Pemerintah Republik Indonesia, A.n. Gerakan Aceh Merdeka,
Baris 354 ⟶ 544:
 
 
Disaksikan oleh,
Disaksikan oleh,
 
Martti Ahtisaari
Martti Ahtisaari
 
Mantan Presiden Finlandia
 
Ketua Dewan Direktur Crisis Management Initiative
 
Fasilitator proses negosiasi
 
 
</center>
 
Fasilitator proses negosiasi
</pre>
 
{{wikipedia-2|artikel=AMM|artikel2=Aceh}}